Perbankan butuh alternatif investasi

Jum'at, 03 Februari 2012 - 10:29 WIB
Perbankan butuh alternatif...
Perbankan butuh alternatif investasi
A A A
Sindonews.com – Industri perbankan memerlukan alternatif investasi untuk menyiasati persaingan memperoleh dana pihak ketiga. Ekonom yang sekaligus Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Mirza Adityaswara mengatakan, hadirnya beragam instrumen investasi akan mengurangi bank-bank berebut dana pihak ketiga (DPK).

Upaya bank-bank mengatasi kurangnya likuiditas inilah yang menyebabkan tingginya suku bunga deposit, berdampak kepada sulitnya bank menurunkan suku bunga kredit. Menurut dia, jika bank memiliki rasio kredit terhadap pinjaman (loan to deposit ratio/LDR) di atas 60 persen dan ingin menyalurkan kredit, bank akan berebut DPK dengan menaikkan suku bunga simpanan.

“Kalau dia mau terbitkan sertifikat deposito, tidak ada. Mau terbitkan obligasi segitusegitu saja.Kalau mau menambah kredit dan dorong CAR, harus ada DPK tambahan. Belum lagi nasabah-nasabah yang menengah ke atas punya alternatif investasi. Unitlink, Reksa dana, akhirnya bank mau tak mau harus berikan bunga yang kompetitif. Supply dan demand,” ungkapnya di sela-sela konferensi pers tentang kinerja LPS 2011 di Jakarta, kemarin.

Menurut Mirza, selama ini pertumbuhan kredit memang lebih besar dari DPK. Per September kredit tumbuh 26 persen sementara DPK 19,6 persen. Mirza menilai, keberadaan Pasar Uang Antarbank (PUAB) juga belum efektif untuk menyediakan likuiditas. Penempatan dana bank di PUAB per Desember 2011 hanya mencapai Rp160 triliun, penempatan di instrumen lain juga masih sedikit.

“Misalnya SPN, tapi yieldnya terlalu rendah, sebesar 1,9 persen untuk tiga bulan dan 3,4 persen untuk satu tahun. Instrumen jangka pendek lain. Tidak tersedia seperti certificate deposit dan certificate commercial.

Akibatnya, bank lebih senang menaruh dananya di BI meski suku bunganya hanya 4,5 persen,” ujarnya. Mirza menilai, pembiayaan jangka pendek perbankan seharusnya berasal dari DPK dan PUAB. Sementara, jangka panjang harusnya dari DPK jangka panjang dan obligasi.

“Tapi. DPK jangka panjang tidak ada di Indonesia. Deposito tidak sampai 2–3 tahun, paling lama tiga bulan. Belum ada certificate deposit(CD),” ujarnya.

Premi Risiko

Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani mengatakan, LPS terus melakukan kajian mengenai penerapan sistem premi diferensial, yang akan disesuaikan dengan risiko masing-masing bank. Sesuai kajian yang telah dilakukan, LPS akan menerapkan rentang premi 0,5 persen antara premi terendah dan tertinggi.

Sesuai dengan rating risiko masing-masing, LPS akan mengenakan premi penjaminan yang berbeda, bisa 0,1 persen atau 0,3 persen tergantung peringkatnya, dengan rentang premi terendah dan tertinggi sebesar 0,5 persen. “Secara kualitas dan kuantitas, ada bank yang mungkin hanya bayar 1 permil (0,1 persen) per tahun, tapi ada yang bayar tiga permil.

Kita bagi tujuh kelompok bank, nanti kita rating. Kategori yang nilai kesehatannya lebih besar akan dapat premi lebih murah. Nanti, premi bisa berubah-ubah tergantung kinerja dan kondisi bank,” papar Fidaus.

Dari data simulasi tahun 2010,jumlah premi yang diperoleh LPS saat menerapkan tingkat premi yang sama untuk semua bank (flat rate premium) tidak jauh berbeda dengan penghitungan bila diterapkan sistem premi diferensial.

“2010 kita dapat premi Rp4,5 triliun. Kalau diterapkan, sistem premi diferensial itu kira-kira dapatnya sama,” tandasnya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7994 seconds (0.1#10.140)