Pemkab Blitar didorong kembangkan batik kelas dunia
A
A
A
Sindonews.com - Seperti halnya masyarakat Yogyakarta, Solo, atau Pekalongan, masyarakat Kabupaten Blitar ternyata juga memiliki karya seni batik tulis khas daerah. Namanya batik tutur. Bahkan kreativitas tangan melukis di atas permukaan kain tersebut telah tercatat di Museum Leiden Belanda dengan nama batik afkomstig.
Tutur pertama kali dirilis pada tahun 1902, di mana pemerintah kolonial Hindia Belanda masih menancapkan kuku kekuasaanya. Namun, karena kurangnya minat generasi muda, seni adiluhung yang diakui dan diterima orang Eropa itu perlahan-lahan tenggelam ditelan zaman. Bahkan belakangan, batik tutur boleh dikatakan langka dan terancam punah.
“Kita sendiri tahunya setelah memperoleh informasi dari pihak Museum Leiden Belanda," ujar Ketua Dewan Kesenian Rakyat Kabupaten Blitar Wima Bramantya dalam acara pameran batik di Pendopo Kabupaten Blitar, Minggu 5 Februari 2012.
Dalam motifnya, batik tutur lebih menonjolkan coretan titik, garis, serta sapuan canting yang mewujud pada sosok binatang dan pepohonan. Binatang yang berkelahi dan berkejar-kejaran atau tumbuhan yang memamerkan warna-warni keindahannya.
Bukan seperti para seniman batik di Yogjakarta atau Pesisir Pantai Utara pada umumnya, mereka lebih banyak bermain garis dan titik yang dihubung-hubungkan. Dalam sejarahnya, kata Wima, peruntukan batik tutur masih sebatas penghias dinding ruangan. Dan tentunya, hanya orang-orang dengan kedudukan sosial menengah ke atas yang menghias ruangan rumahnya. Kedudukan batik tutur seperti halnya kesenian wayang beber yang mencoba memutar ulang peristiwa sosial yang terjadi saat itu.
Tidak heran, oleh sejumlah seniman, kata Wima, batik tutur menjadi media perlawanan. Para seniman mencipta goresannya sembari menyelipkan kritik yang ditujukan kepada penguasa bentukan kolonial. Termasuk para bendoro yang sewenang-wenang terhadap rakyat menjadi sasaran kritik.
“Seniman memang selalu memiliki cara sendiri untuk melontarkan protesnya," terangnya.
Sebagai warisan leluhur yang sekaligus cikal bakal batik, khususnya di Blitar, Wima berharap batik tutur bisa hidup kembali. Menurutnya, pemerintah memiliki tugas untuk menggali kembali nilai sejarah seni yang terpendam itu.
Saat ini sejumlah judul batik tutur telah dibuat desainnya. Yakni, di antaranya cinde gading, gambir sepuh, simo samaran, winih semi, jalu watu, celeret dubang, tanjung manila, mupus pupus, galih empo, mirong kampuh jinggo dan gunung menyan.
“Salah satunya adalah dengan mengumpulkan para seniman serta melakukan pagelaran batik seperti ini," pungkasnya.
Bupati Blitar Herry Noegroho mengatakan sangat mendukung upaya penghidupan kembali batik tutur. Sebab, keberadaannya bisa menjadi salah satu identitas seni di Kabupaten Blitar. “Dan saat ini memang tidak banyak masyarakat yang mengetahui batik tutur. Ini yang mendorong kita untuk mengembangkan serta mensosialisasikannya," ujarnya.
Selain melakukan pameran batik seperti sekarang ini, sebagai wujud keseriusan, ke depan Pemkab Blitar akan menggunakan batik tutur sebagai salah satu seragam batik Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Blitar. “Termasuk juga kita akan menggunakan sebagai salah satu seragam siswa di sekolah," pungkasnya. (bro)
()