Masyarakat diminta berinvestasi
A
A
A
Sindonews.com – Bank Indonesia (BI) menyarankan agar masyarakat melakukan investasi dengan memilih instrumen yang memberikan imbal hasil (return) lebih tinggi dibandingkan deposito.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, investasi yang lebih sehat dilakukan dengan berusaha, atau mencari return yang lebih besar.Darmin menilai, risikonya memang tinggi, lebih repot,tapi setidaknya ada usaha yang dilakukan.Berbeda dengan sekadar menaruh dana di deposito dan menuntut bunga lebih tinggi dari inflasi.
”Selalu diinginkan bunga deposito harus lebih tinggi dari inflasi, padahal itu yang punya uang ongkang-ongkang kaki, enggak ada risikonya itu,”ujar Darmin di Jakarta baru-baru ini.
Menurut Darmin, di Indonesia kecenderungan tingkat suku bunga deposito lebih tinggi dibandingkan inflasi.Berbeda dengan di negara lain seperti di Asia Tenggara yang bunga depositonya selalu lebih rendah dari inflasi. Misalnya, di Filipina bunga deposito antara 3,5–4 persen dengan rate inflasi 5,5 persen. Sementara, di Malaysia dan Thailand bunga deposito antara 2,5–3 persen dan inflasinya 4–4,5 persen.
”Memang kita ini pengecualian di Asia Tenggara,di dunia barang kali kita yang paling tinggi,” ungkapnya.
Untuk itulah, Darmin berharap dapat membawa situasi di negara kawasan terealisasi di Indonesia.Hal ini penting karena meningkatkan kualitas persaingan, bukan hanya mobilitas dana tapi juga pemberian kredit. Darmin akan berusaha meyakinkan LPS, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan pasar untuk pelan-pelan menurunkan suku bunga agar ekonomi lebih efisien dan suku bunga UKM tidak terlalu mahal.
”Ini nggak bisa sekaligus, jangan kalian harap langsung turun mendekati FasBI bunga depositonya. Tapi, kita harus sama pemahamannya. Kalau nggak sama, nggak berjalan baik,”tandasnya.
Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo mengatakan, jika menginginkan bunga kredit dan deposito turun,maka regulator harus berani menurunkan suku bunga acuan di bawah inflasi. Di Indonesia, kata Gatot, BI Rate maupun LPS Rate itu hanyalah rujukan dan tidak bisa dikontrol. Satu-satunya yang bisa mengontrol penurunan suku bunga adalah mekanisme pasar. Gatot menilai, meski sebelumnya ada kesepakatan antara 14 bank yang mendominasi perbankan Indonesia, tapi jika 100 lebih bank lain tidak menurunkan bunga, maka akan sulit dipaksa turun.
Menurut dia, persoalan soal suku bunga ini sangat mendasar dan sederhana. Masyarakat memang akan lebih memilih bank yang memberikan suku bunga lebih tinggi. Meski demikian, Gatot menyarankan sebaiknya memang lebih baik diserahkan ke pasar karena bank sendiri membutuhkan dana untuk ekspansi. ”Ini basic, kalau ada dua bank yang satu tujuh persen, dia lima persen, anda pilih yang mana,”kata dia.
Adapun, Direktur Investasi Jamsostek Elvyn G. Masassya mengatakan, sebagai pemilik dana yang sebagian besar juga diinvestasikan di deposito, perseroan tidak pernah meminta tingkat bunga spesial. Menurut dia, dari sekitar Rp2.400 triliun dana pihak ketiga (DPK) perbankan, sekitar Rp300 triliun berasal dari dana pensiun atau asuransi, di mana Jamsostek mengambil porsi dana investasi sekitar Rp111 triliun.Rp30 triliun di antaranya ditempatkan di deposito. ”Kami tidak pernah minta bunga di atas LPS,” tegas dia
Terpisah, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, turunnya LPS Ratesebesar 50 bps tidak akan terlalu berdampak banyak pada turunnya suku bunga deposito.Dia menuturkan, penurunan bunga deposito tergantung beberapa hal. ”Jika untuk bank kecil, hal itu akan sulit karena jika mereka menurunkan bunga depositonya, maka akan kehilangan deposannya,” ujar Fauzi. Menurut dia, saat ini keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya dalam bentuk deposito semakin menurun.
Karena bunga deposito rendah, masyarakat cenderung mencari aset investasi yang bunganya cenderung tinggi, misalnya investasi tanah dengan keuntungan 15–20 persen.
”Bagi bank menengah dan kecil,apakah mungkin menurunkan suku bunga deposito tanpa mengalami pelarian dana deposan,”kata Ichsan.
Menurut dia, rasio dana deposito terhadap PDB juga turun, yang berarti masyarakat semakin enggan menaruh dana dalam bentuk deposito karena bunga yang rendah dan mengalihkan investasi ke bentuk lain.
”Jadi, semakin rendah bunga deposito, nasabah pun semakin mencari bentuk simpanan lain yang return-nya lebih tinggi,misalnya,tanah atau properti, buktinya harga dua komoditas tersebut naik tajam 10–15 persen per tahun,”tutup Fauzi.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, investasi yang lebih sehat dilakukan dengan berusaha, atau mencari return yang lebih besar.Darmin menilai, risikonya memang tinggi, lebih repot,tapi setidaknya ada usaha yang dilakukan.Berbeda dengan sekadar menaruh dana di deposito dan menuntut bunga lebih tinggi dari inflasi.
”Selalu diinginkan bunga deposito harus lebih tinggi dari inflasi, padahal itu yang punya uang ongkang-ongkang kaki, enggak ada risikonya itu,”ujar Darmin di Jakarta baru-baru ini.
Menurut Darmin, di Indonesia kecenderungan tingkat suku bunga deposito lebih tinggi dibandingkan inflasi.Berbeda dengan di negara lain seperti di Asia Tenggara yang bunga depositonya selalu lebih rendah dari inflasi. Misalnya, di Filipina bunga deposito antara 3,5–4 persen dengan rate inflasi 5,5 persen. Sementara, di Malaysia dan Thailand bunga deposito antara 2,5–3 persen dan inflasinya 4–4,5 persen.
”Memang kita ini pengecualian di Asia Tenggara,di dunia barang kali kita yang paling tinggi,” ungkapnya.
Untuk itulah, Darmin berharap dapat membawa situasi di negara kawasan terealisasi di Indonesia.Hal ini penting karena meningkatkan kualitas persaingan, bukan hanya mobilitas dana tapi juga pemberian kredit. Darmin akan berusaha meyakinkan LPS, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan pasar untuk pelan-pelan menurunkan suku bunga agar ekonomi lebih efisien dan suku bunga UKM tidak terlalu mahal.
”Ini nggak bisa sekaligus, jangan kalian harap langsung turun mendekati FasBI bunga depositonya. Tapi, kita harus sama pemahamannya. Kalau nggak sama, nggak berjalan baik,”tandasnya.
Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo mengatakan, jika menginginkan bunga kredit dan deposito turun,maka regulator harus berani menurunkan suku bunga acuan di bawah inflasi. Di Indonesia, kata Gatot, BI Rate maupun LPS Rate itu hanyalah rujukan dan tidak bisa dikontrol. Satu-satunya yang bisa mengontrol penurunan suku bunga adalah mekanisme pasar. Gatot menilai, meski sebelumnya ada kesepakatan antara 14 bank yang mendominasi perbankan Indonesia, tapi jika 100 lebih bank lain tidak menurunkan bunga, maka akan sulit dipaksa turun.
Menurut dia, persoalan soal suku bunga ini sangat mendasar dan sederhana. Masyarakat memang akan lebih memilih bank yang memberikan suku bunga lebih tinggi. Meski demikian, Gatot menyarankan sebaiknya memang lebih baik diserahkan ke pasar karena bank sendiri membutuhkan dana untuk ekspansi. ”Ini basic, kalau ada dua bank yang satu tujuh persen, dia lima persen, anda pilih yang mana,”kata dia.
Adapun, Direktur Investasi Jamsostek Elvyn G. Masassya mengatakan, sebagai pemilik dana yang sebagian besar juga diinvestasikan di deposito, perseroan tidak pernah meminta tingkat bunga spesial. Menurut dia, dari sekitar Rp2.400 triliun dana pihak ketiga (DPK) perbankan, sekitar Rp300 triliun berasal dari dana pensiun atau asuransi, di mana Jamsostek mengambil porsi dana investasi sekitar Rp111 triliun.Rp30 triliun di antaranya ditempatkan di deposito. ”Kami tidak pernah minta bunga di atas LPS,” tegas dia
Terpisah, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, turunnya LPS Ratesebesar 50 bps tidak akan terlalu berdampak banyak pada turunnya suku bunga deposito.Dia menuturkan, penurunan bunga deposito tergantung beberapa hal. ”Jika untuk bank kecil, hal itu akan sulit karena jika mereka menurunkan bunga depositonya, maka akan kehilangan deposannya,” ujar Fauzi. Menurut dia, saat ini keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya dalam bentuk deposito semakin menurun.
Karena bunga deposito rendah, masyarakat cenderung mencari aset investasi yang bunganya cenderung tinggi, misalnya investasi tanah dengan keuntungan 15–20 persen.
”Bagi bank menengah dan kecil,apakah mungkin menurunkan suku bunga deposito tanpa mengalami pelarian dana deposan,”kata Ichsan.
Menurut dia, rasio dana deposito terhadap PDB juga turun, yang berarti masyarakat semakin enggan menaruh dana dalam bentuk deposito karena bunga yang rendah dan mengalihkan investasi ke bentuk lain.
”Jadi, semakin rendah bunga deposito, nasabah pun semakin mencari bentuk simpanan lain yang return-nya lebih tinggi,misalnya,tanah atau properti, buktinya harga dua komoditas tersebut naik tajam 10–15 persen per tahun,”tutup Fauzi.
()