Kenaikan BBM tambah beban nelayan & petani

Senin, 05 Maret 2012 - 16:45 WIB
Kenaikan BBM tambah beban nelayan & petani
Kenaikan BBM tambah beban nelayan & petani
A A A
Sindonews.com - Sektor pertanian dan perikanan yang dipastikan akan terkena dampak paling besar dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, dimana petani dan nelayan merupakan komposisi terbesar masyarakat miskin di Indonesia. Maka Pemerintah harus mengalokasikan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terbesar kepada sektor ini.

"Alokasi pengalihan subsidi BBM harus dipastikan menyentuh kalangan nelayan dan petani, karena mereka kelompok yang sangat rentan terkena kenaikan BBM," kata Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar, dalam keterangan tertulisnya seperti dikuti dari Okezone, Senin (5/3/2012).

Biro Pusat Statistik (BPS) per Maret 2011 mencatat masih ada 30,02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin dengan komposisi penduduk miskin pedesaan sebanyak 18,97 juta jiwa, dan 11,05 juta penduduk miskin perkotaan.

Jumlah penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa. Tingkat kemiskinan di pedesaan sebenarnya bisa disetarakan dengan jumlah petani gurem, karena mereka inilah kelompok yang rentan.

Sementara menurut studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) 2009 menggambarkan bahwa 82 persen pekerja miskin kini berada di pedesaan dan 66 persen di antaranya terkait bidang pertanian.

Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini jumlah nelayan miskin tercatat 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari jumlah penduduk miskin nasional.

Pemerintah sudah mengajukan dua opsi kenaikan harga BBM. Pertama kenaikan harga jual eceran premium dan solar sebesar Rp1.500 per liter. Opsi kedua adalah memberikan subsidi secara konstan atau tetap Rp2.000 per liter untuk bensin premium dan solar. Jadi jika ada lonjakan harga, subsidi tidak berubah dan yang berubah hanya harga jualnya.

"Kenaikan BBM 2005 dan 2008 harus menjadi pembelajaran yang berharga bagi pemerintah. Ketika itu petani merasakan langsung dampak kenaikan yang terjadi, diantaranya kenaikan harga barang-barang konsumsi maupun kenaikan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida yang membuat biaya produksi melonjak. Selain itu naiknya biaya transportasi produk hasil pertanian yang dipasarkan ke daerah perkotaan," tegas Rofi. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4936 seconds (0.1#10.140)