Nilai devisa minyak nabati Sumut USD480,25 juta
A
A
A
Sindonews.com - Nilai devisa hasil ekspor lemak dan minyak nabati Sumatera Utara (Sumut) pada 2011 mengalami kenaikan sebesar 35,36 persen, menjadi USD480,25 juta dari USD 354,805 juta tahun sebelumnya.
Nilai devisa komoditas tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan hasil ekspor lainnya. Lemak dan minyak nabati memberi kontribusi hingga 50,23 persen dari total ekspor Sumut yang mencapai USD956,08 juta.
"Golongan barang itu memang selalu menjadi penyumbang terbesar dalam total penerimaan devisa Sumut. Pertumbuhan yang besar tahun lalu, tidak lepas dari kenaikan harga jual komoditas tersebut,” ujar Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Hajizi di Medan, Senin 5 Maret 2012.
Menurut Hajizi, penjualan ekspor golongan lemak dan minyak nabati, terutama berasal dari minyak sawit (crude palm oil/CPO) yang banyak dihasilkan Sumut. Komoditas tersebut,tahun lalu mengalami kenaikan harga fantastis mengikuti pergerakan di pasar internasional. Sehingga nilai ekspor CPO asal Sumut pun ikut naik tajam.
Secara terpisah, Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumut Laksamana Adyaksa mengatakan, kenaikan ekspor CPO didukung oleh peningkatan produksi minyak sawit yang berasal dari tanaman sawit generasi kedua.
Tanaman sawit itu memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Sehingga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan pun jauh lebih banyak.
Sebelumnya, 1 hektare luas lahan tanaman sawit hanya bisa memproduksi 25-30 ton TBS. Dengan tanaman kualitas unggul tersebut, TBS yang dihasilkan mengalami kenaikan menjadi sekitar 40 ton TBS.
“Kandungan minyaknya pun lebih tinggi 3,8- 4 persen dibanding tanaman generasi pertama,” kata Laksamana.
Peningkatan produksi tersebut membuat nilai ekspor meningkat. Tahun ini, nilai ekspor diharapkan juga akan mengalami pertumbuhan. Seiring dengan bertambahnya produksi TBS yang dihasilkan.
Sementara mengenai harga CPO di tahun ini, Laksamana memperkirakan masih cukup bagus. Harga CPO diperkirakan berada di level USD1.000-USD 1.200 per metrik ton (MT).
Selain itu, permintaan CPO diperkirakan juga akan meningkat. Terutama jika melihat kegunaan CPO yang bukan hanya untuk produk makanan saja, tetapi juga industri. Sehingga, krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS), tidak akan terlalu berpengaruh.
”Pasar kita masih besar dan saat ini permintaan terbanyak dari Timur Tengah, India, Chinaserta Afrika,” kata dia.
Menurut dia, dalam lima tahun mendatang, kelapa sawit akan memasuki usia produktif. Pada masa tersebut, tanaman ini akan mengalami pertumbuhan signifikan. “Puncak produksi ini harus didukung oleh industri hilir yang memadai,” tutur Laksamana. (bro)
()