Produksi jagung di Bantaeng over produksi
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Masyarakat Agribisnis Jagung (MAJ) Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan Bahktiar Mudo mengatakan, saat ini kabupaten Bantaeng mengalami kelebihan jagung.
Hal tersebut, menurut Bahktiar karena dipicu para petani mengalihkan areal persawahan menjadi kebun jagung saat musim, ketika terjadi musim kemarau beberapa waktu lalu. Hampir semua jagung di Sulawesi Selatan ternyata ikut memanen dalam waktu yang bersamaan.
“Kalau pasokan banyak, harga jagung juga otomatis ikut turun, sama halnya dengan yang ada di Bantaeng,” jelas Bahktiar.
Bantaeng saat ini memiliki sekitar 12 ribu hektare (Ha) lahan perkebunan jagung, dan bertambah saat musim kemarau. Selain itu, kata dia, total produksi jagung di Bantaeng bisa mencapai 32 ribu ton untuk sekali panen.
“Jadi bukan karena pedagang yang mempermainkan harga. Tapi memang terlalu banyak jagung di Bantaeng,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada semua petani jagung di Bantaeng untuk menunda penjualan jagungnya. Agar jagung lebih tahan, dia berharap petani tidak memipil jagungnya lebih awal. Menurutnya, harga akan kembali normal di pertengahan April dan Mei mendatang.
Dia menambahkan, fasilitas pengeringan (dried) jagung yang ada di Bantaeng juga belum berjalan maksimal. Sehingga, hal tersebut dapat merugikan petani, apalagi kadar platoksin (jamur) jagung di Bantaeng cukup tinggi.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini harga jagung pipil kuning mencapai Rp1.600/ Kg, untuk jagung yang sudah kering sementara jagung basah, harganya mencapai Rp1.300/ Kg. Harga ini sangat menyulitkan petani yang ada di Bantaeng. Pada kondisi normal, harga jagung pipil mencapai kisaran antara Rp2.000 sampai Rp2.300/ Kg.
Seorang petani jagung Bahar, mengatakan kebanyakan petani didaerahnya masih enggan untuk menjual jagungnya. Mereka bahkan belum memipil jagung-jagung itu dengan alasan agar jagungnya tidak berjamur.
Hal tersebut, menurut Bahktiar karena dipicu para petani mengalihkan areal persawahan menjadi kebun jagung saat musim, ketika terjadi musim kemarau beberapa waktu lalu. Hampir semua jagung di Sulawesi Selatan ternyata ikut memanen dalam waktu yang bersamaan.
“Kalau pasokan banyak, harga jagung juga otomatis ikut turun, sama halnya dengan yang ada di Bantaeng,” jelas Bahktiar.
Bantaeng saat ini memiliki sekitar 12 ribu hektare (Ha) lahan perkebunan jagung, dan bertambah saat musim kemarau. Selain itu, kata dia, total produksi jagung di Bantaeng bisa mencapai 32 ribu ton untuk sekali panen.
“Jadi bukan karena pedagang yang mempermainkan harga. Tapi memang terlalu banyak jagung di Bantaeng,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada semua petani jagung di Bantaeng untuk menunda penjualan jagungnya. Agar jagung lebih tahan, dia berharap petani tidak memipil jagungnya lebih awal. Menurutnya, harga akan kembali normal di pertengahan April dan Mei mendatang.
Dia menambahkan, fasilitas pengeringan (dried) jagung yang ada di Bantaeng juga belum berjalan maksimal. Sehingga, hal tersebut dapat merugikan petani, apalagi kadar platoksin (jamur) jagung di Bantaeng cukup tinggi.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini harga jagung pipil kuning mencapai Rp1.600/ Kg, untuk jagung yang sudah kering sementara jagung basah, harganya mencapai Rp1.300/ Kg. Harga ini sangat menyulitkan petani yang ada di Bantaeng. Pada kondisi normal, harga jagung pipil mencapai kisaran antara Rp2.000 sampai Rp2.300/ Kg.
Seorang petani jagung Bahar, mengatakan kebanyakan petani didaerahnya masih enggan untuk menjual jagungnya. Mereka bahkan belum memipil jagung-jagung itu dengan alasan agar jagungnya tidak berjamur.
()