PP nilai tambah mineral tuai pro-kontra
A
A
A
Sindonews.com - Peraturan Menteri ESDM tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral menuai pro-kontra.
Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Reformasi Birokrasi Ryaas Rasyid mengatakan, permen tersebut bertentangan karena letak pemangkasan otonomi daerah ketika ada penarikan kewenangan di sektor pertambangan non migas bertentangan dengan prinsip good governance.
"Ada prinsip desentralisasi disitu sehingga menciptakan ketidakpastian hukum," Ujarnya usai bedah Permen di Grand Melia Hotel, Jakarta, Minggu (11/3/2012).
Menurutnya, hal ini tentu saja memberatkan di tengah masih banyaknya peraturan yang tumpang tindih. "Kasihan republik ini, banyak masalah ko ditambah masalah baru lagi," kata dia.
Menurut Ryaas, Khusus mengenai permen pasal 21, itu bisa mengembalikan potensial lost USD25 Miliar pertahun. "PP yang mengatur tentang lima tahun itu sudah betul, kenapa muncul lagi permen untuk mengebiri PP itu sendiri, yang diberlakukan hanya tiga bulan," tegasnya.
Dengan adanya Permen tersebut, banyak bupati daerah menolak keras dan mengirimkan surat kepada Pemerintah pusat mengenai penolakan tersebut.
Di kesempatan yag sama, Bupati Sinjai Sulawesi Selatan, Andi Rudianto, menilai Permen tersebut telah cacat hukum. Permen tersebut telah melangkahi undang-undang Pemda.
"Peraturan Menteri ini cacat hukum, beberapa kabupaten tidak setuju, karena peraturan daerah lebih tinggi daripada peraturan menteri," kata Andi.
Dengan adanya Permen, banyak daerah-daerah yang tak mau melaksanakan keputusan dari Pemerintah pusat. Pada akhirnya banyak Pemerintah yang mogok dan tidak mengeksport hasil tambang mereka.
"Pemda dari Kalimantan Timur, sekarang mereka mundur karena tak bisa dijalankan. Kalau semua berlomba keluar, pendapatan negara dari eksport patut dipertanyakan," ungkap Andi.
Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Reformasi Birokrasi Ryaas Rasyid mengatakan, permen tersebut bertentangan karena letak pemangkasan otonomi daerah ketika ada penarikan kewenangan di sektor pertambangan non migas bertentangan dengan prinsip good governance.
"Ada prinsip desentralisasi disitu sehingga menciptakan ketidakpastian hukum," Ujarnya usai bedah Permen di Grand Melia Hotel, Jakarta, Minggu (11/3/2012).
Menurutnya, hal ini tentu saja memberatkan di tengah masih banyaknya peraturan yang tumpang tindih. "Kasihan republik ini, banyak masalah ko ditambah masalah baru lagi," kata dia.
Menurut Ryaas, Khusus mengenai permen pasal 21, itu bisa mengembalikan potensial lost USD25 Miliar pertahun. "PP yang mengatur tentang lima tahun itu sudah betul, kenapa muncul lagi permen untuk mengebiri PP itu sendiri, yang diberlakukan hanya tiga bulan," tegasnya.
Dengan adanya Permen tersebut, banyak bupati daerah menolak keras dan mengirimkan surat kepada Pemerintah pusat mengenai penolakan tersebut.
Di kesempatan yag sama, Bupati Sinjai Sulawesi Selatan, Andi Rudianto, menilai Permen tersebut telah cacat hukum. Permen tersebut telah melangkahi undang-undang Pemda.
"Peraturan Menteri ini cacat hukum, beberapa kabupaten tidak setuju, karena peraturan daerah lebih tinggi daripada peraturan menteri," kata Andi.
Dengan adanya Permen, banyak daerah-daerah yang tak mau melaksanakan keputusan dari Pemerintah pusat. Pada akhirnya banyak Pemerintah yang mogok dan tidak mengeksport hasil tambang mereka.
"Pemda dari Kalimantan Timur, sekarang mereka mundur karena tak bisa dijalankan. Kalau semua berlomba keluar, pendapatan negara dari eksport patut dipertanyakan," ungkap Andi.
()