Harga bensin di Muba hanya Rp3.700 /liter
A
A
A
Sindonews.com - Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) per 1 April 2012, jelas memaksa masyarakat untuk pandai-pandai membuat hitung-hitungan baru,terutama bagi yang memiliki kendaraan bermotor.
Namun, tidak demikian halnya dengan warga Sungai Angit, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Propinsi Sumatera Selatan. Di desa ini, sebagian warga di sini sudah sejak lama memiliki sumur minyak tua yang dikelola dan disuling untuk dijadikan bahan bakar seperti bensin, solar dan minyak tanah. Bahkan, pengelolaan BBM dengan cara tradisional ini sudah dilakoni warga secara turun menurun.
Makanya tak heran, jika warga di sini dan dari daerah sekitarnya, lebih cenderung membeli BBM lokal ini, karena harganya yang jauh murah, selain juga jarak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang cukup jauh dari desa.
Berdasarkan pantauan di lapangan, pengelolaan sumur tua di desa ini, dilakoni masyarakat secara manual, yakni dengan menggunakan pipa paralon yang diulurkan dengan tali.
Sehingga, pada kedalaman tertentu, seperti 150 meter, dihasilkan minyak mentah yang berwarna hitam pekat. Minyak mentah yang dihasilkan warga itu, lalu disaring dan dilakukan penyulingan. Penyulingan pun cukup dilakukan sederhana dengan cara pembakaran, pada temperatur sangat tinggi sampai mengeluarkan uap panas.
Setelah dilakukan, minyak hasil dari pembakaran itu dimasukkan ke dalam pipa yang di atasnya diberikan air, agar minyak yang tadinya mengeluarkan uap menjadi dingin. Setelah itu, minyak yang sudah dingin itu, dimasukan di dalam sebuah wadah atau dimasukkan ke drum yang siap dipakai untuk bahan bakar atau pun dijual.
Seorang pengelola sumur tua, Dayat mengungkapkan, penyulingan BBM lokal ini dilakukan dengan temperatur sangat tinggi hingga 600 derajat celcius. Penguapan yang terjadi dilakukan secara bertahap, sehingga dari hasil penguapan tersebut dihasilkan bahan bakar yang bisa digunakan seperti bensin, solar dan minyak tanah.
“Karena kita suling secara tradisional, jadi harganya jauh lebih murah dari harga BBM saat ini,” kata Dayat.
Dayat menyebutkan, untuk bensin harganya Rp3.700 per liter, solar Rp2.500 per liter, dan minyak tanah Rp4.500 per liter. Sayangnya, kendati BBM dapat diproduksi sendiri, namun produksi yang dihasilkan terbatas karena dilakukan secara manual dan masih ada sejumlah kendala dalam hal distribusi.
“Memang, sebaiknya pemerintah tidak menaikkan harga BBM, karena itu sangat vital. Kenaikan BBM tentu akan membuat semua harga kebutuhan pokok melambung dan daya beli masyarakat menurun,” paparnya.
Sementara seorang warga Sungai Angit, Marwan, 44, mengakui, BBM produksi lokal memang sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan harga murah. Namun begitu, rencana kenaikan harga BBM tetap tidak mampu membendung kenaikan sejumlah kebutuhan pokok akibat dipicu kenaikan harga BBM.
Bahkan, harga kebutuhan pokok kebutuhan lainnya justru sudah naik, jauh sebelum ada rencana kenaikan BBM. Sementara itu, menyikapi rencana kenaikan harga BBM, tak sedikit warga yang sudah membeli BBM di SPBU dalam jumlah banyak. Baik di Sekayu, di wilayah Sungai Lilin, dan Bayung Lencir, sejumlah warga rela bolak-balik untuk membeli BBM dengan menggunakan jeriken.
Hal ini menimbulkan spekulasi, jika BBM tersebut sengaja untuk ditimbun, dan baru dijual ketika harga BBM benar-benar telah resmi dinaikkan.
Bahkan, seorang penjual BBM eceran di Sekayu, Rus, 39, terang-terangan mengaku, BBM yang dijualnya dibelinya dari SPBU. Meskipun BBM yang dibeli dibatasi oleh petugas SPBU, namun dirinya rela bolak-balik untuk membeli BBM.
Namun, dia membantah jika BBM yang dibelinya tersebut ditimbun, dan akan dijual lagi jika BBM jadi dinaikan pemerintah. “Untuk bensin, aku jual Rp7.000/liter, naik dari sebelumnya Rp6.000/liter. Karena kami susah dapatnya,” terangnya.
Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Sungai Lilin Ajun Komisaris Polisi (AKP) Ishak Gani menegaskan, pihaknya siap mengawasi pembelian BBM di SPBU untuk mencegah aksi penimbunan.
Dia tak menampik, jika banyak warga di wilayah Muba menjual BBM secara eceran. Hal itu dilakoni warga, karena memanfaatkan lokasi SPBU yang sangat jauh. Dengan begitu, warga yang tempat tinggalnya jauh dari SPBU, seperti di Keluang dan Babat Supat, terpaksa membeli BBM di penjual eceran.
“Namun, semua aktivitas ini kita terus awasi. Kita tindak tegas, jika BBM yang dibeli itu sengaja ditimbun atau disimpan dalam jumlah banyak, dan biasanya baru dijual setelah nanti harga BBM resmi dinaikkan,” tuturnya. (bro)
()