Kenaikan TDL hanya konsumen di atas 900 VA
Rabu, 14 Maret 2012 - 10:07 WIB

Kenaikan TDL hanya konsumen di atas 900 VA
A
A
A
Sindonews.com - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta pemerintah tidak menaikkan tarif dasar listrik untuk konsumen dengan daya 450 volt ampere (VA).
Ketua BPKN Tini Hadad mengatakan, rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10 persen diharapkan tidak berlaku bagi konsumen pemegang daya 450 VA. Tarif untuk konsumen tersebut, diharapkan masih menggunakan tarif lama. Kebijakan tersebut diperlukan, karena sebagian besar pengguna 450 VA adalah masyarakat berpenghasilan rendah.
“Pada prinsipnya BPKN sepakat atas rencana pemerintah menaikkan TDL. Namun untuk konsumen 450 VA semestinya tidak terkena imbas kenaikan TDL. Mereka masih perlu disubsidi pemerintah,” jelas Tini Hadad di sela-sela acara focus group discussion tentang TDL di Hotel GH Universal, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, kemarin.
BPKN sepakat, kenaikan TDL diberlakukan bagi konsumen pemasang daya listrik 900 VA, 1.300 VA, industri, dan lainnya. Hal itu mempertimbangkan kemampuan masyarakat pada kelas tersebut, yang notabene masyarakat berpenghasilan cukup.
Kebijakan tersebut, lanjut dia, dinilai lebih adil, ketimbang menyamaratakan TDL untuk semua golongan masyarakat. Kebijakan tersebut, diharapkan mampu mengurangi beban subsidi yang mesti ditanggung pemerintah akibat naiknya harga minyak dunia. Tahun ini, subsidi TDL pemerintah dari APBN dianggarkan Rp44,9 triliun. Namun dengan asumsi harga minyak saat ini, subsidi tersebut membengkak menjadi Rp93,05 triliun.
“Dana subsidi itu bisa dialihkan kepada sekitar 28 persen penduduk Indonesia yang belum teraliri listrik negara,” pungkas dia. Pendapat yang sama juga peneliti bidang energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Tasrif. Dia sepakat, pola subsidi pemerintah melalui TDL mulai dibenahi untuk menghindari subsidi yang tidak tepat sasaran.
Sebab, dengan pola subsidi saat ini, masyarakat berpenghasilan cukup menikmati subsidi cukup besar. “Golongan tertentu yang notabene berpenghasilan cukup besar menikmati subsidi ini. Sedangkan masyarakat yang ada di pedesaan yang belum teraliri listrik, tidak bisa menikmati subsidi pemerintah,” tegas Tasrif. Dia mengusulkan, PLN harus memperluas jaringan listrik dan tidak menaikkan TDL untuk konsumen 450 VA.
Ketika disinggung keberatan pelaku industri atas rencana kenaikan tersebut, Tasrif mengakui, kenaikan TDL 10 persen tidak akan berpengaruh signifikan terhadap industri.“ Industri tidak akan rugi. Tapi mungkin, margin mereka akan terkurangi. Saya kira ini tidak masalah,”timpal dia.
Penggiat Institute for Esential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengakui, dari total pengeluaran PT PLN untuk produksi listrik, 70 persen diserap untuk biaya bahan bakar. Dari jumlah tersebut, 50 persen bahan bakar menggunakan batubara, 20 persen BBM, 18 persen gas, 10 persen tenaga air, dan sisanya dari tenaga listrik lainnya. “Dari total pengeluaran PLN, masyarakat hanya membayar 60 persen. Sisanya disubsidi oleh pemerintah,”kata dia.
Ketua BPKN Tini Hadad mengatakan, rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10 persen diharapkan tidak berlaku bagi konsumen pemegang daya 450 VA. Tarif untuk konsumen tersebut, diharapkan masih menggunakan tarif lama. Kebijakan tersebut diperlukan, karena sebagian besar pengguna 450 VA adalah masyarakat berpenghasilan rendah.
“Pada prinsipnya BPKN sepakat atas rencana pemerintah menaikkan TDL. Namun untuk konsumen 450 VA semestinya tidak terkena imbas kenaikan TDL. Mereka masih perlu disubsidi pemerintah,” jelas Tini Hadad di sela-sela acara focus group discussion tentang TDL di Hotel GH Universal, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, kemarin.
BPKN sepakat, kenaikan TDL diberlakukan bagi konsumen pemasang daya listrik 900 VA, 1.300 VA, industri, dan lainnya. Hal itu mempertimbangkan kemampuan masyarakat pada kelas tersebut, yang notabene masyarakat berpenghasilan cukup.
Kebijakan tersebut, lanjut dia, dinilai lebih adil, ketimbang menyamaratakan TDL untuk semua golongan masyarakat. Kebijakan tersebut, diharapkan mampu mengurangi beban subsidi yang mesti ditanggung pemerintah akibat naiknya harga minyak dunia. Tahun ini, subsidi TDL pemerintah dari APBN dianggarkan Rp44,9 triliun. Namun dengan asumsi harga minyak saat ini, subsidi tersebut membengkak menjadi Rp93,05 triliun.
“Dana subsidi itu bisa dialihkan kepada sekitar 28 persen penduduk Indonesia yang belum teraliri listrik negara,” pungkas dia. Pendapat yang sama juga peneliti bidang energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Tasrif. Dia sepakat, pola subsidi pemerintah melalui TDL mulai dibenahi untuk menghindari subsidi yang tidak tepat sasaran.
Sebab, dengan pola subsidi saat ini, masyarakat berpenghasilan cukup menikmati subsidi cukup besar. “Golongan tertentu yang notabene berpenghasilan cukup besar menikmati subsidi ini. Sedangkan masyarakat yang ada di pedesaan yang belum teraliri listrik, tidak bisa menikmati subsidi pemerintah,” tegas Tasrif. Dia mengusulkan, PLN harus memperluas jaringan listrik dan tidak menaikkan TDL untuk konsumen 450 VA.
Ketika disinggung keberatan pelaku industri atas rencana kenaikan tersebut, Tasrif mengakui, kenaikan TDL 10 persen tidak akan berpengaruh signifikan terhadap industri.“ Industri tidak akan rugi. Tapi mungkin, margin mereka akan terkurangi. Saya kira ini tidak masalah,”timpal dia.
Penggiat Institute for Esential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengakui, dari total pengeluaran PT PLN untuk produksi listrik, 70 persen diserap untuk biaya bahan bakar. Dari jumlah tersebut, 50 persen bahan bakar menggunakan batubara, 20 persen BBM, 18 persen gas, 10 persen tenaga air, dan sisanya dari tenaga listrik lainnya. “Dari total pengeluaran PLN, masyarakat hanya membayar 60 persen. Sisanya disubsidi oleh pemerintah,”kata dia.
()