Bank Persero: penuh lemak tapi kurang berotot

Selasa, 20 Maret 2012 - 10:24 WIB
Bank Persero: penuh...
Bank Persero: penuh lemak tapi kurang berotot
A A A
Sindonews.com - Maret merupakan bulan laporan keuangan bagi bank nasional. Bagaimana kinerja bank persero? Bank persero penuh lemak alias berlimpah laba. Namun kurang berotot. Apa artinya? Bagaimana kisahnya? Langsung saja kita periksa kinerja bank persero sepanjang 2011.

Statistik Perbankan Indonesia Desember 2011 yang terbit 15 Februari 2012 menunjukkan kredit bank persero tumbuh amat subur 20,87 persen dari Rp642,72 triliun per Desember 2010, menjadi Rp776,83 triliun per Desember 2011.Dana pihak ketiga (DPK) pun tumbuh subur 15,68 persen dari Rp898,41 triliun, menjadi Rp1.039,26 triliun. Laba lari kencang 38,37 persen dari Rp30 triliun, menjadi Rp41,51 triliun. Data itu menegaskan kinerja bank persero kinclong. Eit nanti dulu,kita simak lebih dalam lagi.

Ternyata tersimpan aneka tantangan. Pertama, bank persero harus berotot. Publikasi laporan keuangan mencatat Bank Mandiri merajai pertumbuhan kredit yang melesat 27,70 persen dari Rp246,2 triliun per Desember 2010 menjadi Rp314,4 triliun per Desember 2011. Pertumbuhan Bank Mandiri disusul BTN dengan pertumbuhan kredit 23,49 persen dari Rp51,46 triliun menjadi Rp63,55 triliun, BNI 19,93 persen dari Rp136,36 triliun menjadi Rp163,53 triliun, dan BRI 14,83 persen dari Rp246,96 triliun menjadi Rp283,58 triliun.

Kali ini BTN menduduki peringkat teratas dalam penghimpunan DPK yang terbang 30,37 persen dari Rp47,55 triliun menjadi Rp61,99 triliun. Ini diikuti BNI 18,77 persen dari Rp189,35 triliun menjadi Rp224,90 triliun,Bank Mandiri 14,28 persen dari Rp332,73 triliun menjadi Rp380,24 triliun dan BRI 13,19 persen dari Rp328,78 triliun menjadi Rp372,13 triliun. Kinerja itu mengerek loan to deposit ratio (LDR) dari 71,54 persen menjadi 74,75 persen namun belum memenuhi LDR minimal 78 persen per 1 Maret 2011.

Ini persis Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan LDR 74,74 persen.Kedua kelompok bank milik pemerintah itu kurang sigap dibanding Kelompok bank campuran dengan LDR 108,03 persen, bank asing 96,47 persen, bank umum swasta nasional (BUSN) nondevisa 79,85 persen,dan BUSN devisa 78,16 persen. Dengan bahasa lugas, bank persero dan BPD yang seharusnya menjadi panglima perang dalam mengucurkan kredit justru kedodoran.

Bank persero penuh lemak namun kurang berotot.Itu berarti,bank persero kurang mampu mengemban fungsi sebagai mediator keuangan. Akibatnya, kedua kelompok bank itu harus menambah giro wajib minimum (GWM) 0,1 persen dari DPK rupiah untuk setiap satu persen kekurangan LDR.Inilah tantangan sejati.

Kedua, porsi laba bank.BNI memimpin laba bersih yang tumbuh signifikan 42,01 persen dari Rp4,07 triliun menjadi Rp5,78 triliun, dibayangi BRI 31,47 persen dari Rp11,47 triliun menjadi Rp15,08 triliun.Namun secara kuantitatif, B R I menjadi pemimpin pasar yang disusul Bank Mandiri 30,06 persen dari Rp8,75 triliun menjadi Rp11,38 triliun dan BTN 22,40 persen dari Rp915 miliar menjadi Rp1,12 triliun.

Dari mana laba bersih setinggi itu? Porsi laba bank seharusnya lebih banyak bersumber dari kucuran kredit daripada pendapatan nonbunga atau pendapatan berbasis komisi (feebased income).Tetapi, kini sebagian besar bank nasional papan atas amat rajin mengejar fee-based income. Contoh: pengelolaan rekening giro, tabungan, deposito, e-channel (ATM, phone banking, SMS banking, mobile banking, internet banking),manajemen kekayaan (wealth management),manajemen kas (cash management), remitansi dan trade finance.

Penempatan ekses likuiditas di BI (giro dan Sertifikat Bank Indonesia/SBI) yang melejit 33,69 persen dari Rp202,57 triliun menjadi Rp270,82 triliun pun menyumbang laba.Penempatan ini amat gurih karena nirrisiko maka BI terus menjarangkan tenor SBI. Ada lagi, pada 1999 pemerintah menerbitkan obligasi rekapitalisasi kepada bank nasional yang mengalami kesulitan likuiditas terlindas krisis ekonomi global pada 1998. Hal itu bertujuan untuk memperkuat permodalan bank nasional.

Dalam obligasi terdapat tiga jenis penggunaan yakni menyimpan hingga jatuh tempo (hold to maturity),siap dijual (available for sale), dan dapat diperdagangkan (tradeable). Siapa saja yang memperolehnya? Pada 1999 Bank Mandiri, BCA, Bank Danamon, Bank Lippo, BII,dan Bank Universal mendapatkan suntikan obligasi pemerintah masingmasing Rp163,35 triliun, Rp60,88 triliun, Rp19,59 triliun, Rp7,73 triliun, Rp6,63 triliun, dan Rp4,59 triliun.

Pada 2000 BNI, BRI, Bank Niaga, Bank Bali memperoleh suntikan obligasi pemerintah masing- masing Rp62,46 trilun, Rp28,98 triliun, Rp9,34 triliun, dan Rp5,31 triliun (Tim Indef, Restrukturisasi Perbankan di Indonesia,2003). Nah, hampir semua bank persero menikmati bunga (kupon) obligasi rekapitalisasi itu yang memberikan kontribusi cukup tinggi pada laba.Tentu saja rezeki legit itu jangan sampai meninabobokan bank persero sehingga lalai menggali ladang subur lain.

Ketiga, modal harus perkasa. Ingat, ancaman inflasi tinggi sebagai akibat dari kenaikan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) dan dampak krisis utang Eropa kian mendekat.Oleh sebab itu,bank persero harus menambah modal yang tersirat pada kecukupan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR).

CAR bank persero malah menipis dari 15,36 persen menjadi 15,04 persen di bawah rata-rata industri 16,05 persen. Adalah benar CAR bank persero itu melampaui CAR Kelompok BUSN devisa 14,37 persen dan BPD 14,33 persen. Tetapi, CAR bank persero jauh di bawah CAR BUSN nondevisa 19,33 persen, bank campuran 20,34 persen dan bank asing 26 persen. Sarinya, bank persero harus menambah modal.

Terlebih ketika nanti BI menerapkan pengawasan berbasis risiko.Ini bakal disandingkan dengan pengawasan model CAMELS yang meliputi permodalan (capital/C), kualitas aset (asset quality/A), manajemen (management/M), rentabilitas (earning/E), likuiditas (liquidity/ L) dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk/S).

Dengan bekal demikian, bank persero akan kian berotot untuk menghadapi tantangan di tengah persaingan perbankan yang kian sengit.Sungguh!

PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0633 seconds (0.1#10.140)