Demo anarkistis, Dishub Makassar rugi Rp45 juta
A
A
A
Sindonews.com - Unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berujung anarkistis di Kota Makassar selama empat hari, mengakibatkan kerusakan di beberapa rambu-rambu lalu lintas.
Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar mengklaim, akibat kerusakan itu, pihaknya mengalami kerugian Rp45 juta. ”Kerugian itu dari perusakan rambu-rambu jalan yang dilakukan mahasiswa. Puluhan rambu jalan di sembilan titik rusak parah,” kata Kepala Dishub Makassar Chaerul Andi Tau di Makassar, Kamis 29 Maret 2012.
Dia menjelaskan, hampir setiap hari para demonstran yang sebagian besar mahasiswa, merusak sarana dan prasarana lalu lintas di Makassar. Tentu saja hal ini disesalkannya.
”Belum lagi pemerintah selesai memperbaiki sejumlah rambu-rambu yang rusak, harus menambah anggaran lagi untuk perbaikan rambu jalan akibat ulah mahasiswa. Padahal hampir semua rambu jalan yang dirusak mahasiswa merupakan rambu baru yang sudah dianggarkan tahun sebelumnya,” ungkap dia.
Jumlah rambu yang rusak oleh aksi mahasiswa sejak Senin (26/3), terjadi di simpang Jalan Talasalapang Alauddin sebanyak enam boks, hancur. Sementara itu, di simpang Jalan Alauddin dan Andi Pangerang Pettarani, terjadi kerusakan lima boks.
Selain itu, di Jalan Perintis Kemerdekaan, tepatnya di depan pintu 1 Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), 14 boks hancur.
”Unjuk rasa boleh, tapi jangan merusak kepentingan masyarakat umum. Rambu-rambu itu sebagai pengendali terhadap simpang-simpang yang ada di Kota Makassar. Kalau rambu itu rusak, akan terjadi kemacetan. Kalau sudah macet, yang kena masyarakat juga, mahasiswa juga sebagai pengguna jalan,” katanya.
Kendati demikian, untuk memperbaiki rambu yang rusak, Dishub sudah menyediakan anggaran Rp45 juta untuk membeli alat yang baru. Khusus untuk Jalan Talasapang Alauddin, perbaikan terbilang lama. Sebab, alatnya baru dipesan.
Kemungkinan besar pertengahan April mendatang, semua perbaikan rambu tersebut baru bisa rampung. Selain itu, pemasukan Dishub dari sektor angkutan umum juga menurun. Sebab, sopir angkutan banyak yang tidak jalan.
”Bagaimana mau jalan, jika di mana-mana macet. Hampir semua sudut jalan di Makassar lumpuh. Akibatnya, sopir angkutan tidak bersemangat untuk jalan,” ujarnya.
Sekretaris Organisasi Angkutan Darat (Organda) Makassar Zaenal mengatakan, kerugian besar dialami juga oleh pengusaha angkutan. Selama mahasiswa melakukan aksi, penghasilan sopir angkutan menurun. Biasanya menerima bersih Rp150.000 per hari. Namun, empat hari ini tidak menerima pendapatan.
Bahkan, penumpang lebih memilih berjalan kaki daripada harus menunggu berjam-jam di atas angkutan. ”Biasanya sopir angkutan bekerja hingga malam. Sejak aksi, mereka keluar hanya sekali. Itu pun tidak sampai tujuannya,” tandasnya. (bro)
()