Ngeluh beban subsidi, pemerintah tidak bijaksana
A
A
A
Sindonews.com - Sidang paripurna yang menyepakati pasal 7 ayat 6a UU APBNP, yang berarti pemerintah tidak jadi untuk melakukan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 April 2012. Menurut perhitungan pemerintah, hal ini membuat setiap bulan akan ada penambahan subsidi energi sebesar Rp5 triliun.
Pengamat Ekonomi Aviliani berpandangan, dengan diungkapkan hal tersebut, maka pemerintah dinilai tidak bijaksana. Karena harusnya pemerintah menekankan solusi pada sisi penerimaan negara.
"Pemerintah jangan hanya bicara ini loh tambahan subsidi 5 triliun/bulan, yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana dari sisi penerimaan itu bisa menutup subsidi, jadi lebih wise," ungkapnya saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Dia juga menambahkan, hal tersebut, seakan-akan membuat pemerintah lepas tangan dengan hasil dari kesepakatan di sidang paripurna.
"Jika seperti itu seolah-olah, pokoknya berubah gini, soal nanti gimana bukan urusan saya (pemerintah). Kan tidak boleh seperti itu, ini kan pemerintah. Pemerintah tidak boleh hanya berbicara tentang, ini ada masalah ini, terserah orang mau komentar apa, seharusnya tidak boleh begitu," paparnya.
Salah satu efek terburuk dari kondisi ini adalah rasional ekspektasi pasar. Menurutnya, jika tidak ada ketegasan dari pemerintah, bisa saja Nilai Tukar Rupiah merosot ke Rp9400.
"Nanti nilai tukar kita yang kena, karena ketika orang tidak masukkan uang lagi, maka orang itu akan narik. Hal itu langsung ke Rp9400, maka bahaya. Inflasinya tetap ada bukan karena harga BBM, tapi karena tadi rasional ekspectation, sehingga orang berfikir ekspektasi kedepan," pungkasnya. (ank)
Pengamat Ekonomi Aviliani berpandangan, dengan diungkapkan hal tersebut, maka pemerintah dinilai tidak bijaksana. Karena harusnya pemerintah menekankan solusi pada sisi penerimaan negara.
"Pemerintah jangan hanya bicara ini loh tambahan subsidi 5 triliun/bulan, yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana dari sisi penerimaan itu bisa menutup subsidi, jadi lebih wise," ungkapnya saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (4/4/2012).
Dia juga menambahkan, hal tersebut, seakan-akan membuat pemerintah lepas tangan dengan hasil dari kesepakatan di sidang paripurna.
"Jika seperti itu seolah-olah, pokoknya berubah gini, soal nanti gimana bukan urusan saya (pemerintah). Kan tidak boleh seperti itu, ini kan pemerintah. Pemerintah tidak boleh hanya berbicara tentang, ini ada masalah ini, terserah orang mau komentar apa, seharusnya tidak boleh begitu," paparnya.
Salah satu efek terburuk dari kondisi ini adalah rasional ekspektasi pasar. Menurutnya, jika tidak ada ketegasan dari pemerintah, bisa saja Nilai Tukar Rupiah merosot ke Rp9400.
"Nanti nilai tukar kita yang kena, karena ketika orang tidak masukkan uang lagi, maka orang itu akan narik. Hal itu langsung ke Rp9400, maka bahaya. Inflasinya tetap ada bukan karena harga BBM, tapi karena tadi rasional ekspectation, sehingga orang berfikir ekspektasi kedepan," pungkasnya. (ank)
()