Pemerintah dinilai bela korporasi asing

Senin, 16 April 2012 - 18:25 WIB
Pemerintah dinilai bela...
Pemerintah dinilai bela korporasi asing
A A A


Sindonews.com - Pemerintah Pusat dinilai cenderung berpihak pada kepentingan korporasi asing dalam perkara pembelian 7 persen sisa saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) senilai USD246,8 juta. Langkah pemerintah itu dituding semakin memperkuat posisi Newmont Mining Corporation (NMC) untuk mengendalikan PT NNT sebagai operator tambang emas Batu Hijau di Nusa Tenggara Barat.

Pandangan itu disampaikan saksi Ahli dari DPR, Yanuar Rizky, dalam sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/4/2012).

Dalam kesaksian bertajuk Konstruksi Penyertaan Modal Dalam Akuntansi Keuangan Negara, Yanuar menjelaskan, pengambilalihan 7 persen saham NNT oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) tidak mendorong terjadinya persatuan kepentingan nasional sebagaimana amanat “Contract of Work PT NNT, 2 Desember 1986”. Pasalnya, berdasarkan Standar Akuntansi Internasional (IAS) pengendalian konsolidasi Laporan Keuangan NNT tetap berada di pihak asing (NMC).

"Dengan demikian, upaya penyelamatan kepentingan nasional dibalik penyerapan 7 persen saham NNT oleh PIP tidak terbukti efektif mengalihkan pengendalian laporan keuangan NNT ke kelompok nasional," kata Yanuar.

Selain itu, lanjut dia, pembelian 7 persen sisa saham divestasi PT NNT oleh pemerintah pusat melalui PIP juga dinilai melanggar standar akuntansi pemerintahan. Kriteria investasi jangka panjang nonpermanen untuk pembelian saham itu tidak terpenuhi sesuai standar akuntansi.

Menurut Yanuar, uji substansi secara analisis yang diambil dari data-data publik menunjukkan bahwa transaksi penyerapan 7 persen saham NNT oleh PIP (Pemerintah) adalah “Investasi Jangka Panjang Permanen”, yang dalam kriterianya masuk kategori “Penyertaan Modal Pemerintah Pada Badan Usaha Lainnya yang bukan milik negara” (PSASP 06.15 huruf (a)).

Pada akhirnya, wewenang konstitusi DPR atas semua proses APBN adalah melekat. Dimana, dalam perkara ini cukup jelas, yang digunakan adalah BLU. Yang secara tegas dinyatakan tidak terpisahkan dari APBN, sebagaimana tersurat dalam PSAP 11.16: “Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas 38 negeri, dan otorita."

Yanuar menyampaikan atas dasar keteraturan dan tata cara pengelolaan keuangan negara yang berlaku dalam hirarki ketatanegaraan Undang Undang keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara melalui SAP yang berlaku, saya berpendapat kewenangan DPR untuk mengawasi dan memberi persetujuan atas aksi PIP sebagai BLU dalam penyerapan 7 persen saham NNT adalah amanat konstitusi tentang hak bujet DPR dalam UUD 1945.

Disisi lain, Yanuar menegaskan pemerintah lewat Menteri Keuangan Agus Martowardojo seolah berhalusinasi dan menggunakan kriteria bersayap dalam realisasi pembelian saham pada Mei 2011 itu.

"Tapi, ada beberapa kriteria bersayap dalam standar yang sudah diantisipasi Agus Marto, seperti mengatakan akan di-IPO (Initial Public Offering). Tapi itu tidak ada dalam SPA (sales and purchasing agreement). Dengan demikian Agus Marto berhalusinasi karena tidak ada hukum mengikat," papar Yanuar.

Seperti diketahui, pada 6 Mei 2011, Nusa Tenggara Partnership B.V. (yang memegang saham Newmont Mining Corporation di PT Newmont Nusa Tenggara bersama-sama dengan Sumitomo Corporation of Japan) menandatangani kesepakatan pelepasan saham dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk pembelian sisa divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar 7 persen pada harga USD246,8 juta. PT NNT adalah operator tambang emas di Batu Hijau, NTB.

Selepas pembelian 7 persen saham PT NNT oleh PIP itu, struktur kepemilikan saham di PT NNT menjadi 49 persen milik Nusa Tenggara Partnership (NTPBV), 24 persen PT Multi Daerah Bersaing (MDB), 17.8 persen PT Pukuafu Indah, 7 persen Pusat Investasi Pemerintah, dan 2.2 persen milik PT Indonesia Masbaga Investama (IMI).

Namun, kepemilikan 2.2 persen oleh IMI itu pun menuai masalah, karena diduga masih merepresentasikan pihak Newmont. IMI membeli 2,2 persen saham NNT dari PT Pukuafu Indah dengan meminjam dana dari Newmont Ventures Limited (NVL). Dengan begitu pihak Newmont masih mengendalikan lebih dari 50 persen saham PT NNT.

Langkah pemerintah membeli 7 persen sisa saham divestasi melalui PIP itu menuai polemik. DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pembelian saham itu harus melalui persetujuan DPR. Langkah tersebut tidak dilakukan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo selaku pihak pemerintah. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7921 seconds (0.1#10.140)