Transportasi terpadu harus segera diwujudkan
A
A
A
Sindonews.com – Kota Bandung memiliki sejumlah polemik yang tak dapat dihindari sebagai kota metropolitan, termasuk tumpukan kendaraan di area lalu lintas setiap harinya.
Hal itu diakui Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi dalam Sampurasun Wargi Jabar di Bandung Indah Plaza (BIP) Jalan Merdeka, atas kerja sama Harian Seputar Indonesia, Sindo Radio, dan IMTV. Menurut Edi, keadaan macet itu tidak selalu menunjukkan hal negatif, melainkan sebuah dampak daya tarik Kota Bandung.
”Titik yang jadi pusat kemacetan terdiri dari pusatpusat perbelanjaan di antaranya Jalan Merdeka,Sukajadi, Otto Iskandardinata,dan Gatot Soebroto. Selebihnya terjadi tumpukan hunian di hotel dan kunjungan di toko. Artinya,kita makmur,” kata Edi. Kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional dan Provinsi Jawa Barat pun tak lain berasal dari Kota Bandung sebesar 8,7 persen.
Akan tetapi, bukan berarti pemerintah tidak memikirkan kenyamanan masyarakat. ”Solusi jangka pendeknya dengan manajemen lalu lintas, sarana infrastruktur, disiplin para sopir angkutan,dan kesadaran masyarakat,” ucap Edi. Manajemen lalu lintas sudah dilaksanakan dengan rekayasa jalan beberapa minggu ini.
Namun, keluhan masyarakat tentang kekurangan rambu-rambu lalu lintas (traffic light) masih banyak disampaikan ”Kami berharap disiplin pengemudi angkutan bisa diupayakan lebih dulu dengan tidak menurunkan penumpang di mana saja, dan membuat penumpang nyaman seperti naik mobil pribadi,”katanya.
Di Bandung, setidaknya ada 500 ribu kendaraan bermotor dengan ketersediaan jalan raya, baik primer dan kolektor, rata-ratanya selebar 2,5 meter dengan panjang 1.000 kilometer. Edi menuturkan, hal yang sudah dilakukan Pemkot Bandung yaitu mengalihkan kecenderungan menggunakan mobil pribadi di kalangan pejabat dinas, membatasi kepemilikan mobil pribadi, dan menganjurkan pakai transportasi massal.
”Trans Metro Bandung (TMB) tadinya dirancang untuk itu, tapi nasibnya mandek di tengah jalan,”aku dia. Moda yang paling cocok di Kota Bandung, memang TMB karena memiliki jalur sendiri dibandingkan monorel, subway, dan moda lainnya. ”Monorel belum bisa dilakukan karena perlu penentuan rute, pembebasan lahan, dan membuat jalur baru yang bisa mengorbankan fasilitas umum yang sudah ada,” katanya.
Pemkot belum mampu untuk menyempurnakan ikhtiar itu. Edi mengatakan, TMB tidak berjalan mulus karena menentukan rute menggunakan jalan pemerintah pusat. Kedua, implementasinya sulit dan ditentang banyak pihak, termasuk sopir angkot yang rutenya dilalui TMB. Setelah diyakini nyaman dan dipercaya masyarakat, pihak ketiga pengelola TMB tendernya bermasalah.
”Sementara dana tidak bisa digunakan karena jika dipakai anggarannya akan jadi pelanggaran,” ungkap Edi. Selain TMB,moda transportasi paling tepat juga double track,di mana rel dan jalan raya tidak lagi sebidang hingga tidak perlu ada hambatan-hambatan lagi saat keduanya melaju dan bersilangan.
”Saat ini kereta dianggap paling efisien, tapi perencanaan dana dalam jumlah banyak dan konsep matang yang dicanangkan bersama pemerintah pusat, provinsi, kota harus benar-benar solid bagi double track,” katanya. Edi mengaku hal yang paling sulit justru mengembalikan kesadaran masyarakat untuk memilih kendaraan umum, karena agenda memperbaiki moda yang ada pun belum selesai.
"Banjir cileuncang (genangan air di jalan) dalam jangka pendek juga harus diselesaikan. Selain itu juga mutasi kendaraan diharapkan kendaraan berpindah dari dalam kota jangan dari kota lain,”ucap Edi. Titik kemacetan saat libur panjang atau weekend juga sering ditemukan,terutama pada pasar tumpah sekitar Lapangan Gasibu,Jalan Diponegoro setiap hari Minggu.
”Boleh saja berdagang dan tidak dilarang mencari mata pencaharian, tetapi jangan mengurangi hak pejalan kaki dan pengguna lapangan untuk olah raga,”ujarnya. Edi mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan pemindahan jalur pedagang kaki lima (PKL) ke Monumen Perjuangan Jawa Barat di Jalan Dipatiukur.
”Nanti malah memanjang ke bawah flyover Pasupati bagaimana? Makanya kami berusaha cegah,”ucapnya. Lainhalnya dengankemacetan di kawasan Pasar Baru,Jalan Otto Iskandardinata, Edi meminta masyarakat mengerti akan keterbatasan anggaran, namun pedagang pasar selalu menyerobot trotoar dan bahu jalan.
Diketahui, Pemkot Bandung dalam perencanaan jangka panjang melerai kemacetan akan membuat tol dalam Kota Bandung dari pintu tol Pasteur ke Cileunyi.Seharusnya tahun ini sudah mulai pembebasan tanah.
Pembuatan jalan tol ini bekerja sama dengan investor asal Jepang.” USD8 juta dianggarkan untuk membebaskan tanah dan pembangunan. Tapi yang jadi kendala justru pembebasan tanah yang izinnya saja lama,bayarnya pun mahal, harusnya dipermudah, ”tandasnya.
Hal itu diakui Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi dalam Sampurasun Wargi Jabar di Bandung Indah Plaza (BIP) Jalan Merdeka, atas kerja sama Harian Seputar Indonesia, Sindo Radio, dan IMTV. Menurut Edi, keadaan macet itu tidak selalu menunjukkan hal negatif, melainkan sebuah dampak daya tarik Kota Bandung.
”Titik yang jadi pusat kemacetan terdiri dari pusatpusat perbelanjaan di antaranya Jalan Merdeka,Sukajadi, Otto Iskandardinata,dan Gatot Soebroto. Selebihnya terjadi tumpukan hunian di hotel dan kunjungan di toko. Artinya,kita makmur,” kata Edi. Kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional dan Provinsi Jawa Barat pun tak lain berasal dari Kota Bandung sebesar 8,7 persen.
Akan tetapi, bukan berarti pemerintah tidak memikirkan kenyamanan masyarakat. ”Solusi jangka pendeknya dengan manajemen lalu lintas, sarana infrastruktur, disiplin para sopir angkutan,dan kesadaran masyarakat,” ucap Edi. Manajemen lalu lintas sudah dilaksanakan dengan rekayasa jalan beberapa minggu ini.
Namun, keluhan masyarakat tentang kekurangan rambu-rambu lalu lintas (traffic light) masih banyak disampaikan ”Kami berharap disiplin pengemudi angkutan bisa diupayakan lebih dulu dengan tidak menurunkan penumpang di mana saja, dan membuat penumpang nyaman seperti naik mobil pribadi,”katanya.
Di Bandung, setidaknya ada 500 ribu kendaraan bermotor dengan ketersediaan jalan raya, baik primer dan kolektor, rata-ratanya selebar 2,5 meter dengan panjang 1.000 kilometer. Edi menuturkan, hal yang sudah dilakukan Pemkot Bandung yaitu mengalihkan kecenderungan menggunakan mobil pribadi di kalangan pejabat dinas, membatasi kepemilikan mobil pribadi, dan menganjurkan pakai transportasi massal.
”Trans Metro Bandung (TMB) tadinya dirancang untuk itu, tapi nasibnya mandek di tengah jalan,”aku dia. Moda yang paling cocok di Kota Bandung, memang TMB karena memiliki jalur sendiri dibandingkan monorel, subway, dan moda lainnya. ”Monorel belum bisa dilakukan karena perlu penentuan rute, pembebasan lahan, dan membuat jalur baru yang bisa mengorbankan fasilitas umum yang sudah ada,” katanya.
Pemkot belum mampu untuk menyempurnakan ikhtiar itu. Edi mengatakan, TMB tidak berjalan mulus karena menentukan rute menggunakan jalan pemerintah pusat. Kedua, implementasinya sulit dan ditentang banyak pihak, termasuk sopir angkot yang rutenya dilalui TMB. Setelah diyakini nyaman dan dipercaya masyarakat, pihak ketiga pengelola TMB tendernya bermasalah.
”Sementara dana tidak bisa digunakan karena jika dipakai anggarannya akan jadi pelanggaran,” ungkap Edi. Selain TMB,moda transportasi paling tepat juga double track,di mana rel dan jalan raya tidak lagi sebidang hingga tidak perlu ada hambatan-hambatan lagi saat keduanya melaju dan bersilangan.
”Saat ini kereta dianggap paling efisien, tapi perencanaan dana dalam jumlah banyak dan konsep matang yang dicanangkan bersama pemerintah pusat, provinsi, kota harus benar-benar solid bagi double track,” katanya. Edi mengaku hal yang paling sulit justru mengembalikan kesadaran masyarakat untuk memilih kendaraan umum, karena agenda memperbaiki moda yang ada pun belum selesai.
"Banjir cileuncang (genangan air di jalan) dalam jangka pendek juga harus diselesaikan. Selain itu juga mutasi kendaraan diharapkan kendaraan berpindah dari dalam kota jangan dari kota lain,”ucap Edi. Titik kemacetan saat libur panjang atau weekend juga sering ditemukan,terutama pada pasar tumpah sekitar Lapangan Gasibu,Jalan Diponegoro setiap hari Minggu.
”Boleh saja berdagang dan tidak dilarang mencari mata pencaharian, tetapi jangan mengurangi hak pejalan kaki dan pengguna lapangan untuk olah raga,”ujarnya. Edi mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan pemindahan jalur pedagang kaki lima (PKL) ke Monumen Perjuangan Jawa Barat di Jalan Dipatiukur.
”Nanti malah memanjang ke bawah flyover Pasupati bagaimana? Makanya kami berusaha cegah,”ucapnya. Lainhalnya dengankemacetan di kawasan Pasar Baru,Jalan Otto Iskandardinata, Edi meminta masyarakat mengerti akan keterbatasan anggaran, namun pedagang pasar selalu menyerobot trotoar dan bahu jalan.
Diketahui, Pemkot Bandung dalam perencanaan jangka panjang melerai kemacetan akan membuat tol dalam Kota Bandung dari pintu tol Pasteur ke Cileunyi.Seharusnya tahun ini sudah mulai pembebasan tanah.
Pembuatan jalan tol ini bekerja sama dengan investor asal Jepang.” USD8 juta dianggarkan untuk membebaskan tanah dan pembangunan. Tapi yang jadi kendala justru pembebasan tanah yang izinnya saja lama,bayarnya pun mahal, harusnya dipermudah, ”tandasnya.
()