Usaha bakpia bangkitkan perekonomian warga Merapi
A
A
A
Sindonews.com - Keterbatasan yang dialami korban erupsi Merapi 2010 lalu, yang kini masih tinggal di hunian sementara (huntara), tidak membuat mereka patah semangat mengembalikan kondisi perekonomiannya. Memanfaatkan ketela ungu (telo) yang mudah didapatkan di daerah tersebut, warga membuka usaha bakpia telo sebagai oleh-oleh khas lereng Merapi.
Berbekal modal yang dikumpulkan warga yang sampai saat ini masih mendiami huntara Gondang 1 Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, usaha bakpia telo menjadi produk unggulan. Usaha yang bermodal awal Rp11 juta ini telah dilakukan sejak Februari 2011.
Salah satu perajin bakpia telo bernama Riyono, 32, mengatakan, dia setiap hari mampu memproduksi 40–50 kardus bakpia telo. Tiap kardus berisi 10 buah bakpia ukuran sedang. Sebagai bahan bakunya, Riyono mampu menghabiskan 15 kg ketela ungu setiap hari.
”Ide membuat bakpia isi telo ungu ini karena melihat banyaknya telo ungu yang dapat diperoleh di lereng Merapi. Kami pun memulai inovasi dengan harapan bisa memulihkan kembali perekonomian warga secara keseluruhan, ”ungkap Riyono.
Riyono mengaku belum menemui kendala memperoleh bahan baku.Hasil produksi memang belum bisa massal karena keterbatasan peralatan seperti oven. Sebagai produk baru, bakpia telo dapat diterima dengan baik, utamanya oleh para wisatawan yang berkunjung ke lereng Merapi.
”Rencananya, kami ingin menanam telo ungu di lereng Merapi yang tidak boleh dihuni. Kami sudah dapat izin dari Pemerintah Kabupaten Sleman karena memang murni hanya untuk bercocok tanam.Kendalanya, belum ada dana yang bisa digunakan memanfaatkan lahan rusak yang ada,” katanya.
Riyono menjelaskan, sudah dua bulan belakangan ini, tempat produksi bakpia telo mereka pindahkan ke Dusun Ngrangkah, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan dari yang sebelumnya di hunian sementara Gondang 1. Alasan pemindahan lokasi agar lebih dekat dengan konsumen, yakni para wisatawan yang berkunjung ke lereng Merapi.
”Lokasi sengaja kami pindah ke lokasi gardu pandang yang ada di Ngrangkah. Maksud kami, pengunjung dapat langsung melihat produksi bakpia telo kami dan membawa oleh-oleh bakpia dalam kondisi masih hangat. Selain itu, pengunjung yang langsung datang ke huntara selama ini hanya sedikit,” ungkapnya.
Pemindahan ke lokasi baru tersebut memang berdekatan dengan gardu pandang dan berada di pinggir jalan menuju tempat wisata Kaliadem. Bakpia telo dibanderol dengan harga Rp10.000 per kardus. Pemasarannya masih berkisar di DIY, Jakarta, dan Surabaya. Produksi yang dilakukan pun masih seadanya karena keterbatasan lahan dan modal para warga.
Humas kegiatan usaha warga lereng Merapi Dalimin menambahkan, sebagian besar pengrajin usaha bakpia telo tersebut sebelumnya berasal dari Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo. Usaha makanan tersebut sengaja dipilih, utamanya untuk memberdayakan ibu-ibu sekaligus mampu mengembalikan perekonomian warga dengan lebih cepat. (ank)
Berbekal modal yang dikumpulkan warga yang sampai saat ini masih mendiami huntara Gondang 1 Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, usaha bakpia telo menjadi produk unggulan. Usaha yang bermodal awal Rp11 juta ini telah dilakukan sejak Februari 2011.
Salah satu perajin bakpia telo bernama Riyono, 32, mengatakan, dia setiap hari mampu memproduksi 40–50 kardus bakpia telo. Tiap kardus berisi 10 buah bakpia ukuran sedang. Sebagai bahan bakunya, Riyono mampu menghabiskan 15 kg ketela ungu setiap hari.
”Ide membuat bakpia isi telo ungu ini karena melihat banyaknya telo ungu yang dapat diperoleh di lereng Merapi. Kami pun memulai inovasi dengan harapan bisa memulihkan kembali perekonomian warga secara keseluruhan, ”ungkap Riyono.
Riyono mengaku belum menemui kendala memperoleh bahan baku.Hasil produksi memang belum bisa massal karena keterbatasan peralatan seperti oven. Sebagai produk baru, bakpia telo dapat diterima dengan baik, utamanya oleh para wisatawan yang berkunjung ke lereng Merapi.
”Rencananya, kami ingin menanam telo ungu di lereng Merapi yang tidak boleh dihuni. Kami sudah dapat izin dari Pemerintah Kabupaten Sleman karena memang murni hanya untuk bercocok tanam.Kendalanya, belum ada dana yang bisa digunakan memanfaatkan lahan rusak yang ada,” katanya.
Riyono menjelaskan, sudah dua bulan belakangan ini, tempat produksi bakpia telo mereka pindahkan ke Dusun Ngrangkah, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan dari yang sebelumnya di hunian sementara Gondang 1. Alasan pemindahan lokasi agar lebih dekat dengan konsumen, yakni para wisatawan yang berkunjung ke lereng Merapi.
”Lokasi sengaja kami pindah ke lokasi gardu pandang yang ada di Ngrangkah. Maksud kami, pengunjung dapat langsung melihat produksi bakpia telo kami dan membawa oleh-oleh bakpia dalam kondisi masih hangat. Selain itu, pengunjung yang langsung datang ke huntara selama ini hanya sedikit,” ungkapnya.
Pemindahan ke lokasi baru tersebut memang berdekatan dengan gardu pandang dan berada di pinggir jalan menuju tempat wisata Kaliadem. Bakpia telo dibanderol dengan harga Rp10.000 per kardus. Pemasarannya masih berkisar di DIY, Jakarta, dan Surabaya. Produksi yang dilakukan pun masih seadanya karena keterbatasan lahan dan modal para warga.
Humas kegiatan usaha warga lereng Merapi Dalimin menambahkan, sebagian besar pengrajin usaha bakpia telo tersebut sebelumnya berasal dari Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo. Usaha makanan tersebut sengaja dipilih, utamanya untuk memberdayakan ibu-ibu sekaligus mampu mengembalikan perekonomian warga dengan lebih cepat. (ank)
()