PKL masuk mal, Pemkot Bandung tawarkan subsidi silang
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sebaiknya mulai menerapkan konsep pedagang kaki lima (PKL) masuk mal di Kota Bandung. Ini sebagai solusi banyaknya mal dan pasar modern yang sepi dan semakin menjamurnya PKL.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Haru Suandharu mengatakan, sudah saatnya pemerintah menyeriusi konsep pedagang kaki lima masuk mal. Konsep ini juga sekaligus bisa menjawab kendala mal yang sudah dinilai jenuh di Kota Bandung.
“Mal kan banyak yang kosong, PKL bisa ditampung di sana. PKL di Jalan Merdeka yang sudah ditertibkan sebenarnya bisa ditampung di Bandung Indah Plaza,” ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Haru Suandharu, belum lama ini.
Menurut dia, permasalahan PKL sudah tidak bisa diselesaikan sendirian ,tapi butuh partisipasi semua pihak. PKL secara terbuka sudah diakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu mengurangi pengangguran.
“Jadi secara tak langsung keberadaannya diakui negara,”tandasnya. Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi mengatakan, banyaknya pusat perbelanjaan yang sepi pengunjung harus segera diatasi dengan berbagai antisipasi dan strategi lain.
“Memang tidak kita pungkiri bahwa ada banyak persoalan di awal yang massif.Tren pasar sangat mendukung terhadap pembangunan mal-mal baru. Tiga hingga empat tahun lalu begitu booming,tetapi setelah jadi tidak sebanding lurus dengan peminatnya,”tutur Edi di Kantor Kecamatan Buahbatu, Jalan Cijagra,kemarin.
Edi mencontohkan beberapa mal yang saat ini sepi ialah Bandung Trade Mall Cicadas dan Lucky Square di perempatan Jalan Jakarta, serta pasar modern Kosambi.
Tidak berkembangnya pasar tradisional yang berubah menjadi pasar modern lantaran terlalu tingginya nilai ekonomi yang ditawarkan pengembang. “Terlalu tinggi harga yang ditawarkan kepada konsumen sedangkan daya beli pedagang rendah,”ucap Edi. Untuk itu,salah satu strateginya dengan ada kemauan berkorban dari sisi investor dan pemerintah. “Harus subsidi silang dalam artian ada perlakuan khusus untuk pedagang tradisional. Isi dulu,baru bayar belakangan.
Kalau sudah stabil kan mereka (pedagang) bisa mencicil. Pemkot Bandung juga bisa memberikan subsidi kepada pedagang kecil untuk membeli kios yang ditawarkan oleh pengembang,” ungkapnya. Menurut Edi,dilihat dari indikatornya, cara seperti ini sangat kompetitif untuk mal lain. Bila mal tidak inovatif, maka akan bangkrut. Selain itu, diperlukan proteksi agar malmal tidak semakin terpuruk dan ditinggalkan pedagang.
“Pengembang mal pun dituntut lebih kreatif serta inovatif. Tren untuk saat ini, Bandung lebih dikenal fesyen dan kulinernya. Jadi bila pengembang pintar memilih, maka kemungkinan berkembangnya lebih besar,”tutur Edi.
Disinggung apakah akan diberlakukan pembatasan perizinan mengenai pembangunan mal baru,menurut Edi memang perlu pembatasan.“Tapi mungkin lebih ke regulasi jarak. Ini diperlukan bila antara mal satu dengan yang lainnya berdekatan maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat,”ungkapnya.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Haru Suandharu mengatakan, sudah saatnya pemerintah menyeriusi konsep pedagang kaki lima masuk mal. Konsep ini juga sekaligus bisa menjawab kendala mal yang sudah dinilai jenuh di Kota Bandung.
“Mal kan banyak yang kosong, PKL bisa ditampung di sana. PKL di Jalan Merdeka yang sudah ditertibkan sebenarnya bisa ditampung di Bandung Indah Plaza,” ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Haru Suandharu, belum lama ini.
Menurut dia, permasalahan PKL sudah tidak bisa diselesaikan sendirian ,tapi butuh partisipasi semua pihak. PKL secara terbuka sudah diakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu mengurangi pengangguran.
“Jadi secara tak langsung keberadaannya diakui negara,”tandasnya. Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi mengatakan, banyaknya pusat perbelanjaan yang sepi pengunjung harus segera diatasi dengan berbagai antisipasi dan strategi lain.
“Memang tidak kita pungkiri bahwa ada banyak persoalan di awal yang massif.Tren pasar sangat mendukung terhadap pembangunan mal-mal baru. Tiga hingga empat tahun lalu begitu booming,tetapi setelah jadi tidak sebanding lurus dengan peminatnya,”tutur Edi di Kantor Kecamatan Buahbatu, Jalan Cijagra,kemarin.
Edi mencontohkan beberapa mal yang saat ini sepi ialah Bandung Trade Mall Cicadas dan Lucky Square di perempatan Jalan Jakarta, serta pasar modern Kosambi.
Tidak berkembangnya pasar tradisional yang berubah menjadi pasar modern lantaran terlalu tingginya nilai ekonomi yang ditawarkan pengembang. “Terlalu tinggi harga yang ditawarkan kepada konsumen sedangkan daya beli pedagang rendah,”ucap Edi. Untuk itu,salah satu strateginya dengan ada kemauan berkorban dari sisi investor dan pemerintah. “Harus subsidi silang dalam artian ada perlakuan khusus untuk pedagang tradisional. Isi dulu,baru bayar belakangan.
Kalau sudah stabil kan mereka (pedagang) bisa mencicil. Pemkot Bandung juga bisa memberikan subsidi kepada pedagang kecil untuk membeli kios yang ditawarkan oleh pengembang,” ungkapnya. Menurut Edi,dilihat dari indikatornya, cara seperti ini sangat kompetitif untuk mal lain. Bila mal tidak inovatif, maka akan bangkrut. Selain itu, diperlukan proteksi agar malmal tidak semakin terpuruk dan ditinggalkan pedagang.
“Pengembang mal pun dituntut lebih kreatif serta inovatif. Tren untuk saat ini, Bandung lebih dikenal fesyen dan kulinernya. Jadi bila pengembang pintar memilih, maka kemungkinan berkembangnya lebih besar,”tutur Edi.
Disinggung apakah akan diberlakukan pembatasan perizinan mengenai pembangunan mal baru,menurut Edi memang perlu pembatasan.“Tapi mungkin lebih ke regulasi jarak. Ini diperlukan bila antara mal satu dengan yang lainnya berdekatan maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat,”ungkapnya.
()