Investasi DIY terhambat harga tanah
A
A
A
Sindonews.com - Minat investor untuk menanamkan modalnya di DIY cukup tinggi. Namun keinginan ini terkendala permasalahan pertanahan. Selain harga tanah yang mahal, banyaknya spekulan membuat pemasalahan kian kompleks.
Ketua Jogja Invesment Forum (JIF) GBPH Hadiwinoto mengatakan, tanah di Yogyakarta saat ini sudah sangat mahal. Di beberapa wilayah pengembangan perkotaan,tanah melambung cukup tinggi, seperti di Jalan Kaliurang, harga tanah per meternya bisa mencapai Rp7-10 juta.
Padahal dalam beberapa tahun lalu, harga tanah di kawasan ini jauh di bawahnya. ”Karena harga ini mahal pembeli hanya memecah menjadi kecil-kecil, yang mengambat investasi,” jelas Hadiwinoto.
Menurutnya, dari laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal, nilai tanah yang dijadikan agunan di perbankan ini mencapai Rp5 triliun. Namun nilai ini tidak semuanya diinvestasikan untuk kegiatan di DIY, justru sebagian besar dibawa ke luar DIY. Sedangkan yang tersisia di DIY,hanya sekitar Rp1 triliun. Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya ulah spekulan tanah.
Hampir di semua wilayah yang akan dijadikan perluasan kawasan dan di lokasi megaproyek selalu diwarnai campur tangan spekulan. Akibatnya harga tanah kian meningkat dan sulit terkendali. ”Ini perlu kebijakan pemerintah agar investasi di sini juga,”tuturnya.
Pemerintah, imbuhnya perlu membuat rencana tata ruang dan wilayah yang jelas. Kabupaten/ kota harus memiliki kebijakan yang kuat agar tidak terpengaruh spekulan.
Sebab di sekitar Maguwoharjo,sepanjang pantai di Bantul dan Kulonprogo, sudah banyak diincar spekulan.”Kalau untuk bandara tidak banyak masalah, karena tanahnya PA Ground,”pungkasnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto, melihat perkembangan properti di DIY cukup tinggi. Banyak orangtua yang memilih membelikan anaknya yang kuliah di Yogyakarta dibanding kos. Dengan penghitungan ekonomis, investasi untuk membeli tanah ini akan kembali, saat selesai kuliah.
Jika dijual harganya juga akan mengalami peningkatan.” Komposisi penduduk sekarang didominasi orang tua,yang ingin menikmati masa tuanya,” ujarnya. Sementara itu anggota DPRD DIY Nursasmito menilai tingginya harga tanah merupakan dampak dari mekanisme pasar. Semakin banyak peminat akan berdampak terhadap meningkatnya harga.Tinggal bagaimana melakukan sebuah keterbukaan kepada masyarakat.
Cara ini diyakini akan bisa menghindari ulah spekulan yang akan mempermainkan harga. Pemerintah kabupaten/kota harus membuat penjabaran rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) provinsi melalui rencana detail tata ruang dan wilayah.
Dari sini, akan diintegrasikan dengan rencana pembangunan daerah. Dengan sosialisasi dan transparanis, pastilah akan lebih mudah melakukan transaksi dengan masyarakat tanpa campur tangah broker.”Broker, sebenarnya diperlukan, tetapi jangan sampai terlalu banyak mempermainkan harga,” tandasnya.
Ketua Jogja Invesment Forum (JIF) GBPH Hadiwinoto mengatakan, tanah di Yogyakarta saat ini sudah sangat mahal. Di beberapa wilayah pengembangan perkotaan,tanah melambung cukup tinggi, seperti di Jalan Kaliurang, harga tanah per meternya bisa mencapai Rp7-10 juta.
Padahal dalam beberapa tahun lalu, harga tanah di kawasan ini jauh di bawahnya. ”Karena harga ini mahal pembeli hanya memecah menjadi kecil-kecil, yang mengambat investasi,” jelas Hadiwinoto.
Menurutnya, dari laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal, nilai tanah yang dijadikan agunan di perbankan ini mencapai Rp5 triliun. Namun nilai ini tidak semuanya diinvestasikan untuk kegiatan di DIY, justru sebagian besar dibawa ke luar DIY. Sedangkan yang tersisia di DIY,hanya sekitar Rp1 triliun. Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya ulah spekulan tanah.
Hampir di semua wilayah yang akan dijadikan perluasan kawasan dan di lokasi megaproyek selalu diwarnai campur tangan spekulan. Akibatnya harga tanah kian meningkat dan sulit terkendali. ”Ini perlu kebijakan pemerintah agar investasi di sini juga,”tuturnya.
Pemerintah, imbuhnya perlu membuat rencana tata ruang dan wilayah yang jelas. Kabupaten/ kota harus memiliki kebijakan yang kuat agar tidak terpengaruh spekulan.
Sebab di sekitar Maguwoharjo,sepanjang pantai di Bantul dan Kulonprogo, sudah banyak diincar spekulan.”Kalau untuk bandara tidak banyak masalah, karena tanahnya PA Ground,”pungkasnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto, melihat perkembangan properti di DIY cukup tinggi. Banyak orangtua yang memilih membelikan anaknya yang kuliah di Yogyakarta dibanding kos. Dengan penghitungan ekonomis, investasi untuk membeli tanah ini akan kembali, saat selesai kuliah.
Jika dijual harganya juga akan mengalami peningkatan.” Komposisi penduduk sekarang didominasi orang tua,yang ingin menikmati masa tuanya,” ujarnya. Sementara itu anggota DPRD DIY Nursasmito menilai tingginya harga tanah merupakan dampak dari mekanisme pasar. Semakin banyak peminat akan berdampak terhadap meningkatnya harga.Tinggal bagaimana melakukan sebuah keterbukaan kepada masyarakat.
Cara ini diyakini akan bisa menghindari ulah spekulan yang akan mempermainkan harga. Pemerintah kabupaten/kota harus membuat penjabaran rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) provinsi melalui rencana detail tata ruang dan wilayah.
Dari sini, akan diintegrasikan dengan rencana pembangunan daerah. Dengan sosialisasi dan transparanis, pastilah akan lebih mudah melakukan transaksi dengan masyarakat tanpa campur tangah broker.”Broker, sebenarnya diperlukan, tetapi jangan sampai terlalu banyak mempermainkan harga,” tandasnya.
()