PTKP naik, daya beli meningkat 30%
A
A
A
Sindonews.com – Kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp15,84 juta menjadi Rp24 juta diyakini akan mendongkrak daya beli masyarakat hingga 30 persen. Hal itu selanjutnya akan menjaga pertumbuhan ekonomi di atas enam persen pada tahun ini.
Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Gunadi menjelaskan, kenaikan batas PTKP sebesar 40 persen dari Rp15,84 juta menjadi Rp24 juta memang akan menurunkan potensi penerimaan perpajakan sebesar Rp16 triliun–Rp30 triliun per tahun. Namun, potensi penurunan sebesar itu hanya 2–3 persen dari total target penerimaan pajak tahun 2012,di luar bea cukai, yang ditetapkan sekitar Rp850 triliun.
Sementara, kenaikan batas PTKP menjadi Rp24 juta akan memberi dampak positif yakni terdongkraknya daya beli masyarakat. Pasalnya, uang yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak bisa dibelanjakan bagi keperluan lain. “Daya beli masyarakat akan naik sekitar 30% sehingga masyarakat terhibur dari (ketidakpastian) kenaikan harga BBM dan inflasi. Masyarakat akan lebih leluasa berbelanja sehingga sektor ekonomi dari konsumsi naik,” tutur Gunadi kepada SINDO kemarin.
Rencana kenaikan PTKP sebelumnya diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peresmian rumah susun Jamsostek di Kabil,Batam. Kenaikan tersebut tinggal menunggu keputusan dan persetujuan DPR. Presiden berharap, kenaikan batas PTKP mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Mengenai batas PTKP baru sebesar Rp24 juta, menurut Gunadi,merupakan batas yang ideal untuk saat ini. Batas tersebut sudah sejalan dengan penentuan batas PTKP yaitu UMR (upah minimum regional) serta pengeluaran minimal keluarga miskin.
Mantan Direktur Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan tersebut menuturkan, kenaikan batas PTKP memang sudah seharusnya dilakukan.Terlebih,daya beli masyarakat yang tergolong miskin saat ini tergerus karena harga-harga yang terus melambung. Gunadi juga meyakini, penurunan potensi perpajakan dari PTKP bisa ditutupi dengan bertambahnya pendapatan sektor PPN (pajak pertambahan nilai) yang berasal dari konsumsi barang dari uang yang seharusnya dibayarkan untuk pajak.
“Turunnya PPh (pajak penghasilan) akan diringankan dengan naiknya PPN belanja wajib pajak dan PPN dari kenaikan BBM (bila naik) dan inflasi secara umum,”ujarnya. Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengungkapkan bahwa berkurangnya penerimaan pajak akibat kenaikan batas PTKP tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, akan ada kompensasi dari sektor lain yang bisa menutup penurunan penerimaan pajak tersebut.
“Kanbisa dikompensasi program lain, itu namanya sudah kebijakan, supaya orang-orang miskin tidak dikenai pajak,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Gunadi menjelaskan, kenaikan batas PTKP sebesar 40 persen dari Rp15,84 juta menjadi Rp24 juta memang akan menurunkan potensi penerimaan perpajakan sebesar Rp16 triliun–Rp30 triliun per tahun. Namun, potensi penurunan sebesar itu hanya 2–3 persen dari total target penerimaan pajak tahun 2012,di luar bea cukai, yang ditetapkan sekitar Rp850 triliun.
Sementara, kenaikan batas PTKP menjadi Rp24 juta akan memberi dampak positif yakni terdongkraknya daya beli masyarakat. Pasalnya, uang yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak bisa dibelanjakan bagi keperluan lain. “Daya beli masyarakat akan naik sekitar 30% sehingga masyarakat terhibur dari (ketidakpastian) kenaikan harga BBM dan inflasi. Masyarakat akan lebih leluasa berbelanja sehingga sektor ekonomi dari konsumsi naik,” tutur Gunadi kepada SINDO kemarin.
Rencana kenaikan PTKP sebelumnya diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peresmian rumah susun Jamsostek di Kabil,Batam. Kenaikan tersebut tinggal menunggu keputusan dan persetujuan DPR. Presiden berharap, kenaikan batas PTKP mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Mengenai batas PTKP baru sebesar Rp24 juta, menurut Gunadi,merupakan batas yang ideal untuk saat ini. Batas tersebut sudah sejalan dengan penentuan batas PTKP yaitu UMR (upah minimum regional) serta pengeluaran minimal keluarga miskin.
Mantan Direktur Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan tersebut menuturkan, kenaikan batas PTKP memang sudah seharusnya dilakukan.Terlebih,daya beli masyarakat yang tergolong miskin saat ini tergerus karena harga-harga yang terus melambung. Gunadi juga meyakini, penurunan potensi perpajakan dari PTKP bisa ditutupi dengan bertambahnya pendapatan sektor PPN (pajak pertambahan nilai) yang berasal dari konsumsi barang dari uang yang seharusnya dibayarkan untuk pajak.
“Turunnya PPh (pajak penghasilan) akan diringankan dengan naiknya PPN belanja wajib pajak dan PPN dari kenaikan BBM (bila naik) dan inflasi secara umum,”ujarnya. Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengungkapkan bahwa berkurangnya penerimaan pajak akibat kenaikan batas PTKP tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, akan ada kompensasi dari sektor lain yang bisa menutup penurunan penerimaan pajak tersebut.
“Kanbisa dikompensasi program lain, itu namanya sudah kebijakan, supaya orang-orang miskin tidak dikenai pajak,” ujarnya beberapa waktu lalu.
()