Manakala LPS rate di bawah BI rate

Rabu, 16 Mei 2012 - 09:47 WIB
Manakala LPS rate di...
Manakala LPS rate di bawah BI rate
A A A
Sindonews.com - Sungguh mengejutkan! Pada 9 Maret 2012, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan LPS Rate alias bunga penjaminan LPS sebesar 5,5 persen.

Itu berarti LPS Rate berada di bawah Bank Indonesia (BI) Rateyang mencapai 5,75 persen. Padahal selama ini LPS Rate selalu di atas BI Rate. Langkah LPS itu sejalan dengan upaya BI untuk menurunkan bunga simpanan (baca: deposito) sehingga menyetrum penurunan bunga kredit lebih signifikan.

Apa implikasinya? Putusan LPS itu diambil dengan mempertimbangkan kinerja perekonomian domestik yang cukup stabil terlihat dari penurunan inflasi dari 3,65 persen per Januari 2012 menjadi 3,56 persen per Februari 2012.

Nilai tukar rupiah dan cadangan devisa stabil. Nilai tukar stabil pada rentang antara Rp8.906 dan Rp9.106 per satu dolar AS.Cadangan devisa meningkat dari USD112,0 miliar per Januari 2012 menjadi USD112,2 miliar per Februari 2012. Pada awal 2012,BI kembali menegaskan untuk terus menekan penurunan bunga kredit. Salah satu seninya adalah dengan menipiskan bunga simpanan.Pada Agustus 2009,BI dan 14 bank nasional papan atas telah bersepakat untuk menurunkan bunga deposito hingga maksimal 150 basis poin (bps) (1,5 persen) di atas BI Rateyang waktu itu mencapai 6,5 persen sampai tiga bulan ke depan.

Penipisan bunga deposito itu diharapkan akan menekan biaya dana sehingga menurunkan bunga kredit. Sayangnya,upaya itu layu sebelum berkembang. Hal itu bertujuan pula untuk mengerdilkan penghasilan bunga bersih (net interest margin/NIM) yang merupakan selisih antara bunga kredit dan bunga simpanan.

Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Februari 2012 yang terbit 13 April 2012 menunjukkan bahwa NIM rata-rata industri menipis dari 6,06 persen per Januari 2012 menjadi 5,40 persen per Februari 2012.Tetapi,NIM itu masih jauh di atas NIM 2-3 persen seperti mimpi BI. Tengok saja rinciannya.

NIM Kelompok bank asing tercatat terkecil yang turun dari 4,48 persen per Januari 2012 menjadi 3,89 persen per Februari 2012.Hal ini disusul NIM kelompok bank asing yang menipis dari 4,39persen menjadi 3,97 persen dan bank umum swasta nasional (BUSN) devisa dari 5,63 persen menjadi 5,30 persen.

NIM bank persero pun terjun bebas dari 6,27 persen menjadi 5,31persen, bank pembangunan daerah (BPD) dari 8,16 persen menjadi 7,14 persen,dan BUSN nondevisa dari 10,78 persen menjadi 10,29 persen. Jauh sebelumnya, BI mengusulkan agar LPS menggunakan Fasilitas Simpanan BI (FasBI) bukan BI Ratesebagai acuan dalam menetapkan LPS Rate.

Apa itu FasBI? FasBI (deposit facility) adalah fasilitas yang diberikan BI kepada bank nasional untuk menempatkan dananya di BI. Efektif 18 Januari 2012,suku bunga moneter yang semula 150 bps menjadi 200 bps di bawah BI Rate.Dengan bahasa lebih bening,mengingat BI Rate saat ini menyentuh 5,75 persen,bunga FasBI berada pada level 3,75 persen.Jurus ini untuk mengerek tingkat efisiensi bank nasional. Namun, kini tiba-tiba LPS Rate merunduk di bawah BI Rate.

Lagi-lagi,implikasi apa saja yang akan muncul? Pertama,bunga deposito akan menciut.SPI mencatat ratarata bunga deposito rupiah mencapai 6,05 persen untuk tenor satu bulan,6,56 persen (tiga bulan), 6,94 persen (enam bulan),dan 6,82persen (12 bulan).Tatkala LPS Rateberada di bawah BI Rate, bunga deposito bakal cenderung menciut. Coba lihat data bank pelat merah per 1 Mei 2012.Bank Mandiri menawarkan bunga deposito rupiah Bank Mandiri 4,75 persen,5 persen,5,5 persen,5,5 persen dibayangi BRI 4,75 persen,5,25persen, 5,75persen; BTN 5 persen,5 persen,5,75 persen, 5,5 persen; dan BNI 5,5 persen, 5,5 persen,5,75 persen,6 persen masing-masing untuk tenor satu hingga 12 bulan.

Demikian pula bank nasional papan atas lainnya seperti BCA dengan bunga deposito 5persen,5,25persen,5,5persen, 5,75persen,Bank CIMB Niaga 5persen, 5,25persen,5,5persen, 5,75persen,dan Bank Danamon 5,25persen, 5,5persen,6persen,6persen untuk tenor yang sama. Kedua,deposito bagai macan ompong.Cepat atau lambat,deposito bakal menjadi instrumen investasi yang tidak gurih lagi. Mengapa? Karena deposito tak menghasilkan buah manis lagi terlebih ketika dipotong pajak penghasilan (Pph) deposito 15persen.Alhasil, deposan hanya menikmati bunga riil (real interest) amat tipis.Sungguh,deposito bagai macan ompong. Ketiga,potensi risiko cenderung naik.

Dapat diduga bank nasional akan berlombalomba memasang bunga deposito di atas LPS Rate 5,5persen.Lihat saja kini ada bank nasional yang telah menawarkan bunga deposito 6persen hingga 7persen untuk tenor satu bulan dan 7,5persen untuk tenor tiga sampai 12 bulan. Terlebih tatkala nasabah kelas kakap minta bunga deposito lebih tinggi lagi. Siapa mereka? Katakanlah, badan usaha milik negara (BUMN),dana pensiun, perusahaan besar,dan perusahaan multinasional.

Padahal,simpanan nasabah bank tidak akan diganti LPS ketika bank itu pailit.Apakah nasabah tidak memahami potensi risiko itu? Mungkin memahaminya,namun tak peduli. Jangan lupa formula bahwa makin tinggi bunga deposito itu berarti bank tersebut sedang membutuhkan dana tinggi pula untuk menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dan menambal modal yang mepet.

Kebutuhan modal itu akan makin melejit ketika BI menerapkan Basel III pada 2013 yang berlaku 2019.Untuk itu,bank nasional harus menambah modal inti minimum 6persen,tambahan modal pelengkap 2persen,dan modal untuk menyerap kerugian 2persen.Dengan bahasa lebih lugas,bank nasional wajib memiliki kecukupan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR) 10,5persen naik dari 8persen.

Alternatif Solusi

Adalah benar bahwa bunga deposito akan cenderung menipis.Namun,apakah bunga kredit juga akan makin mini? Belum tentu.Maka sepatutnya BI tetap berpedoman pada kebijakan suku bunga dasar kredit (SBDK/prime lending rate). Bagaimana alternatif solusinya? Bank nasional wajib menipiskan margin keuntungan (profit margin) dan premi risiko (risk premium) secara bertahap melalui rencana bisnis bank (RBB) per tahun.

Langkah itu lebih terukur (measurable) dan visioner dalam jangka menengah.Artinya,bank nasional tetap bebas menentukan margin keuntungan sejauh tak melewati pagar SBDK.

PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0722 seconds (0.1#10.140)