Bank di Makassar tahan pembiayaan FLPP
A
A
A
Sindonews.com - Bank peserta pembiayaan rumah murah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), memilih menahan sementara waktu permintaan dari masyarakat sebelum keputusan perubahan harga disahkan kembali pemerintah.
“Kami ingin tetap melayani permintaan masyarakat, tapi ketersediaan rumah tidak ada,” ujar CEO Bank Negara Indonesia (BNI) Region Makassar Shadiq Akasya, Kamis (17/5/2012).
Hal ini menurutnya kebijakan tersebut dikeluarkan atas dasar kurangnya ketersediaan rumah oleh developer dengan harga Rp70 juta. Sepanjang tahun ini, BNI sendiri memilih menargetkan transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui FLPP sebesar hanya Rp100 miliar.
“Pada dasarnya kami siap menyalurkan KPR FLPP berapa pun permintaanya, tetapi akan terhambat pada ketersediaan rumah dari developer, memang ada beberapa yang saat ini sedang on proses, tetapi kesepakatan harga belum ditetapkan, apakah nantinya developer siap dengan harga Rp70 juta tersebut,” kata dia.
Sejak menerapkan program FLPP, BNI Region Makassar baru menyalurkan 35 unit rumah seharga Rp70 juta di Kota Ambon. Sementara di Sulsel belum ada yang berjalan. “Yang sedang on proses ada di Kabupaten Gowa dan Sidrap, khusus di Sidrap ada 100 unit tetapi harga belum disepakati,” kata dia.
Menurut Shadiq, dengan harga rumah Rp70 juta, program ini akan sulit berjalan, khususnya di kawasan Indonesia Bagian Timur. “Idealnya memang naik hingga Rp88 juta khusus wilayah Sulawesi, beberapa developer masih mentolelir harga tersebut, dan harus lebih tinggi lagi jika di wilayah Papua atau Ambon,” kata dia.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Sulsel Raymond Arfandy yang dikonfirmasi terpisah mengaku belum mendapat jawaban dari pemerintah soal kebijakan FLPP tersebut. Permintaan REI Sulsel agar harga rumah dinaikkan menjadi Rp89 juta menjadi jalan keluar yang ditawarkan REI jika ingin program tersebut berjalan optimal.
“FLPP hanya mendapat subsidi melalui suku bunga, seharusnya harga tidak ditahan-tahan, atau minimal ditetapkan sesuai dengan kondisi wilayah. Di Sulsel ini harga tanah sudah sangat tinggi, harga Rp70 juta akan berat bagi pengusaha untuk menyediakannya,” ujar Raymond saat dikonfirmasi. (ank)
“Kami ingin tetap melayani permintaan masyarakat, tapi ketersediaan rumah tidak ada,” ujar CEO Bank Negara Indonesia (BNI) Region Makassar Shadiq Akasya, Kamis (17/5/2012).
Hal ini menurutnya kebijakan tersebut dikeluarkan atas dasar kurangnya ketersediaan rumah oleh developer dengan harga Rp70 juta. Sepanjang tahun ini, BNI sendiri memilih menargetkan transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui FLPP sebesar hanya Rp100 miliar.
“Pada dasarnya kami siap menyalurkan KPR FLPP berapa pun permintaanya, tetapi akan terhambat pada ketersediaan rumah dari developer, memang ada beberapa yang saat ini sedang on proses, tetapi kesepakatan harga belum ditetapkan, apakah nantinya developer siap dengan harga Rp70 juta tersebut,” kata dia.
Sejak menerapkan program FLPP, BNI Region Makassar baru menyalurkan 35 unit rumah seharga Rp70 juta di Kota Ambon. Sementara di Sulsel belum ada yang berjalan. “Yang sedang on proses ada di Kabupaten Gowa dan Sidrap, khusus di Sidrap ada 100 unit tetapi harga belum disepakati,” kata dia.
Menurut Shadiq, dengan harga rumah Rp70 juta, program ini akan sulit berjalan, khususnya di kawasan Indonesia Bagian Timur. “Idealnya memang naik hingga Rp88 juta khusus wilayah Sulawesi, beberapa developer masih mentolelir harga tersebut, dan harus lebih tinggi lagi jika di wilayah Papua atau Ambon,” kata dia.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Sulsel Raymond Arfandy yang dikonfirmasi terpisah mengaku belum mendapat jawaban dari pemerintah soal kebijakan FLPP tersebut. Permintaan REI Sulsel agar harga rumah dinaikkan menjadi Rp89 juta menjadi jalan keluar yang ditawarkan REI jika ingin program tersebut berjalan optimal.
“FLPP hanya mendapat subsidi melalui suku bunga, seharusnya harga tidak ditahan-tahan, atau minimal ditetapkan sesuai dengan kondisi wilayah. Di Sulsel ini harga tanah sudah sangat tinggi, harga Rp70 juta akan berat bagi pengusaha untuk menyediakannya,” ujar Raymond saat dikonfirmasi. (ank)
()