Aturan izin berlapis bank asing harus dipercepat
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua DPR RI Harry Azhar Aziz menyarankan kepada Bank Indonesia (BI) untuk menyelesaikan aturan izin berlapis (multiple license) secepatnya. Ini dilakukan sebelum membuat rumusan porsi mengenai status kepemilikan asing.
"Yang harus dilakukan BI adalah memperjelas lagi, sekarang kan 99 persen dikuasai asing. Apakah dia satu orang? Apakah dia dua orang atau campuran, atau berapa orang? Bahkan kalau campuran menyatu, tetap satu institusi," ujar Harry di Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Kemudian, menurut Harry, BI juga harus memperjelas mengenai inti aturan dari multiple license, apakah aturan tersebut berdasarkan sektor ataukah permodalan.
"Tapi secara prinsip saya kira, saya bisa setuju misalnya ada lisence berdasarkan sektoral, konsumen, instansi, ataukah modal atau lisence berdasarkan wilayah, jadi misalnya Sumatera, Jawa harus punya karakteristik, saya kira oke saja," jelasnya.
Dia menuturkan, hal terpenting yang harus dicermati oleh Bank Indonesia adalah profit dari bank asing yang ada di Indonesia. Bahkan menurutnya, kedepan harus ada sebuah regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut.
"Ada regulasi bagaimana membuat sebagian profit mereka dinikmati oleh sebutlah bangsa kita. Itupun harus diatur, dan bank Indonesia saat ini tidak mengatur porsi tentang profit (profit bank asing) itu harus bagaimana dan menurut saya harus di atur," ujarnya
Harry mencontohkan, sekitar 60 persen keuntungan bank asing harus tetap tinggal di Indonesia, profit itu akan digunakan dalam bentuk ekspansi di dalam negeri.
"Jadi menurut saya kalau misalkan profit Rp103 triliun, mereka bisa bisa saja kabur, dan saya usahakan itu masuk dalam UU Perbankan. 60 persen harus kembali kesini, untuk ekspansi, dalam bentuk apapun, dalam kurun waktu berapa tahun. Jadi dengan demikian kalau masuk ke ekspansi akan menambahkan tenaga kerja, tapi ini kan baru wacana," pungkasnya.
Sebagai informasi aturan izin berlapis (multiple license) merupakan aturan bagi bank yang mau menjalankan bisnis di Tanah Air. Hal tersebut dilakukan bank sentral untuk memperketat aturan perbankan, sebagaimana juga dilakukan di negara-negara lain. Sehingga bank yang mau membuka bisnis di Indonesia tidak bisa langsung menjalankan bisnis secara penuh, namun harus memenuhi syarat-syarat tertentu terlebih dahulu. (ank)
"Yang harus dilakukan BI adalah memperjelas lagi, sekarang kan 99 persen dikuasai asing. Apakah dia satu orang? Apakah dia dua orang atau campuran, atau berapa orang? Bahkan kalau campuran menyatu, tetap satu institusi," ujar Harry di Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Kemudian, menurut Harry, BI juga harus memperjelas mengenai inti aturan dari multiple license, apakah aturan tersebut berdasarkan sektor ataukah permodalan.
"Tapi secara prinsip saya kira, saya bisa setuju misalnya ada lisence berdasarkan sektoral, konsumen, instansi, ataukah modal atau lisence berdasarkan wilayah, jadi misalnya Sumatera, Jawa harus punya karakteristik, saya kira oke saja," jelasnya.
Dia menuturkan, hal terpenting yang harus dicermati oleh Bank Indonesia adalah profit dari bank asing yang ada di Indonesia. Bahkan menurutnya, kedepan harus ada sebuah regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut.
"Ada regulasi bagaimana membuat sebagian profit mereka dinikmati oleh sebutlah bangsa kita. Itupun harus diatur, dan bank Indonesia saat ini tidak mengatur porsi tentang profit (profit bank asing) itu harus bagaimana dan menurut saya harus di atur," ujarnya
Harry mencontohkan, sekitar 60 persen keuntungan bank asing harus tetap tinggal di Indonesia, profit itu akan digunakan dalam bentuk ekspansi di dalam negeri.
"Jadi menurut saya kalau misalkan profit Rp103 triliun, mereka bisa bisa saja kabur, dan saya usahakan itu masuk dalam UU Perbankan. 60 persen harus kembali kesini, untuk ekspansi, dalam bentuk apapun, dalam kurun waktu berapa tahun. Jadi dengan demikian kalau masuk ke ekspansi akan menambahkan tenaga kerja, tapi ini kan baru wacana," pungkasnya.
Sebagai informasi aturan izin berlapis (multiple license) merupakan aturan bagi bank yang mau menjalankan bisnis di Tanah Air. Hal tersebut dilakukan bank sentral untuk memperketat aturan perbankan, sebagaimana juga dilakukan di negara-negara lain. Sehingga bank yang mau membuka bisnis di Indonesia tidak bisa langsung menjalankan bisnis secara penuh, namun harus memenuhi syarat-syarat tertentu terlebih dahulu. (ank)
()