Jabar market potensial perbankan syariah
A
A
A
Sindonews.com – Jawa Barat menjadi market potensial menyumbang pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Potensi tersebut, diharapkan menyumbang pertumbuhan market share nasional dari empat persen di 2011 menjadi 14 persen pada tahun ini.
Anggota Kehormatan Asosisasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) A Riawan Amin, mengatakan, dibanding daerah lainnya seperti Aceh dan Sumatera Barat, masyarakat Jawa Barat memiliki preverensi lebih tinggi terhadap ekonomi syariah. Kepercayaan tersebut, bisa dimanfaatkan perbankan syariah dalam mengembangkan bisnisnya.
“Market share perbankan syariah di Jabar mencapai lima persen. Atau lebih tinggi dari pencapaian market share nasional,” kata A Riawan Amin di sela-sela Bandung Islamic Finance & Investment Summit 2012 di Grand Royal Panghegar, Jalan Merdeka, Kota Bandung, Selasa (29/5/2012).
Mantan Ketua Asbisindo periode 2007-2012 ini pun mengungkapkan, pertumbuhan perbankan syariah pada tahun ini diperkirakan lebih baik dari periode sebelumnya. Paling tidak, melebihi pencapaian pertumbuhan di 2011 sebesar 40 persen.
Namun demikian, optimisme pertumbuhan perbankan syariah di Jabar, mestinya diimbangi perbaikan insfrastruktur. Diakui dia, kondisi insfratsruktur bank syariah belum sebanding dengan perbankan konvensional. Sebagai contoh, insfrastruktur sistem dual bankin bank syariah hanya mencapai 1.000 outlet. Sementara bank konvensional saat ini mencapai 15 ribu outlet.
Selain persoalan insfrastruktur, perbankan syariah juga bisa mengoptimalkan inovasi produk perbankan. Sebagaimana diketahui, produk perbankan syariah di Indonesia tidak lebih dari 18 produk. Kondisi ini jauh beda dengan perbankan syariah di Negara lain seperti Malaysia yang memiliki lebih dari 40 produk perbankan.
“Di Malaysia, perbankan syariah menjadi strategis patner. Pengembangan produk perbankan syariah juga lebih optimal. Paling tidak, ada sekitar 50 produk perbankan syariah di negara itu,” lanjut dia.
Menurut dia, perbankan syariah di Indonesia bisa melakukan inovasi produk dengan menggarap produk simpel. Dengan target, produk perbankan syariah bisa masuk ke semua lini bisnis. Termasuk ke bank konvensional. “Akan tetapi, cara berpikir kita yang tidak praktis, membuat kemajuan bank syariah di Indonesia terhambat,” timpal dia.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Dhani Gunawan Idat mengakui, produk perbankan syariah di Indonesia masih sangat minim. Dari sekitar 48 produk perbankan syariah di dunia, baru sekitar 18 produk perbankan syariah yang telah dijalankan perbankan syariah di Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan, perbankan syariah belum mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat.
“Saat ini, market share perbankan syariah baru empat persen. Untuk meningkatkan itu, tentu perbankan syariah harus membuat inovasi produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelas dia. Beberapa produk yang bisa diharap perbankan syariah misalnya program untuk usaha mikro dan kecil, pembiayaan perumahan dan usaha.
Dia mengakui, minimnya produk perbankan syariah dikarenakan belum intensifnya forum bersama natara Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, dan MUI. Forum tersebut, lanjut dia, yang akan menentukan produk apa saja yang berkenan jadi produk syariah. “Kita akan lebih intensifkan forum ini. Dengan begitu, kami berharap akan semakin banyak produk syariah yang bisa dipakai bank,” imbuh dia.
Anggota Kehormatan Asosisasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) A Riawan Amin, mengatakan, dibanding daerah lainnya seperti Aceh dan Sumatera Barat, masyarakat Jawa Barat memiliki preverensi lebih tinggi terhadap ekonomi syariah. Kepercayaan tersebut, bisa dimanfaatkan perbankan syariah dalam mengembangkan bisnisnya.
“Market share perbankan syariah di Jabar mencapai lima persen. Atau lebih tinggi dari pencapaian market share nasional,” kata A Riawan Amin di sela-sela Bandung Islamic Finance & Investment Summit 2012 di Grand Royal Panghegar, Jalan Merdeka, Kota Bandung, Selasa (29/5/2012).
Mantan Ketua Asbisindo periode 2007-2012 ini pun mengungkapkan, pertumbuhan perbankan syariah pada tahun ini diperkirakan lebih baik dari periode sebelumnya. Paling tidak, melebihi pencapaian pertumbuhan di 2011 sebesar 40 persen.
Namun demikian, optimisme pertumbuhan perbankan syariah di Jabar, mestinya diimbangi perbaikan insfrastruktur. Diakui dia, kondisi insfratsruktur bank syariah belum sebanding dengan perbankan konvensional. Sebagai contoh, insfrastruktur sistem dual bankin bank syariah hanya mencapai 1.000 outlet. Sementara bank konvensional saat ini mencapai 15 ribu outlet.
Selain persoalan insfrastruktur, perbankan syariah juga bisa mengoptimalkan inovasi produk perbankan. Sebagaimana diketahui, produk perbankan syariah di Indonesia tidak lebih dari 18 produk. Kondisi ini jauh beda dengan perbankan syariah di Negara lain seperti Malaysia yang memiliki lebih dari 40 produk perbankan.
“Di Malaysia, perbankan syariah menjadi strategis patner. Pengembangan produk perbankan syariah juga lebih optimal. Paling tidak, ada sekitar 50 produk perbankan syariah di negara itu,” lanjut dia.
Menurut dia, perbankan syariah di Indonesia bisa melakukan inovasi produk dengan menggarap produk simpel. Dengan target, produk perbankan syariah bisa masuk ke semua lini bisnis. Termasuk ke bank konvensional. “Akan tetapi, cara berpikir kita yang tidak praktis, membuat kemajuan bank syariah di Indonesia terhambat,” timpal dia.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Dhani Gunawan Idat mengakui, produk perbankan syariah di Indonesia masih sangat minim. Dari sekitar 48 produk perbankan syariah di dunia, baru sekitar 18 produk perbankan syariah yang telah dijalankan perbankan syariah di Indonesia. Kondisi tersebut menunjukkan, perbankan syariah belum mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat.
“Saat ini, market share perbankan syariah baru empat persen. Untuk meningkatkan itu, tentu perbankan syariah harus membuat inovasi produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelas dia. Beberapa produk yang bisa diharap perbankan syariah misalnya program untuk usaha mikro dan kecil, pembiayaan perumahan dan usaha.
Dia mengakui, minimnya produk perbankan syariah dikarenakan belum intensifnya forum bersama natara Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, dan MUI. Forum tersebut, lanjut dia, yang akan menentukan produk apa saja yang berkenan jadi produk syariah. “Kita akan lebih intensifkan forum ini. Dengan begitu, kami berharap akan semakin banyak produk syariah yang bisa dipakai bank,” imbuh dia.
()