BI Rate dipertahankan 5,75%

Rabu, 13 Juni 2012 - 10:36 WIB
BI Rate dipertahankan 5,75%
BI Rate dipertahankan 5,75%
A A A


Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 5,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan perkiraan inflasi yakni 4,5 persen plus minus 1 persen pada 2012 dan 2013.

Direktur Grup Humas BI Difi A Johansyah mengatakan, demi mengelola tekanan pelemahan nilai tukar dari memburuknya krisis Eropa serta sentimen negatif pasar keuangan global, BI mendorong peningkatan pasokan valuta asing ke pasar agar pergerakan rupiah sejalan dengan nilai tukar mata uang lainnya di kawasan Asia dan menjaga kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

”Di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global, Dewan Gubernur (BI) meyakini daya tahan perekonomian domestik sejauh ini masih baik,” ujar Difi dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin.

Prospek ekonomi global memang masih dihadapkan pada krisis Eropa yang memburuk dan semakin tidak pasti, serta kondisi ekonomi Amerika Serikat yang masih rentan dan melambatnya ekonomi India dan China. Namun, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2012 dan keseluruhan 2012 diperkirakan dapat mencapai kisaran 6,3–6,7 persen.

Menurut Difi, untuk menjaga keseimbangan pasar valuta asing, BI terus mengambil langkah-langkah dalam menjaga kecukupan likuiditas pasar. Langkah yang dilakukan antara lain didukung dengan penguatan operasi moneter melalui pengembangan instrumen moneter valuta asing seperti term deposit valuta asing, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk memitigasi dampak negatif dari risiko pemburukan ekonomi global.

Terpisah, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasentiantono mengatakan, BI tampaknya ingin mengirim sinyal kepada pasar bahwa bank sentral tetap konsisten di jalur untuk menegakkan rezim suku bunga rendah agar dapat mendorong ekspansi kredit. Apalagi diindikasikan, tahun ini loan growth bakal melambat. Namun di sisi lain, BI kehilangan kesempatan untuk berbagai tugas menjaga kurs rupiah yang akhir-akhir ini melemah.

Menurut Tony, sebenarnya jika BI Rate dinaikkan,bisa mengurangi beban untuk melakukan intervensi pasar agar rupiah stabil. Intervensi ini tentunya berakibat kepada penurunan cadangan devisa. Merosotnya cadangan devisa secara drastis bisa menimbulkan kepanikan besar dan harus dijaga.

”Kini cadangandevisaUSD111miliar (atau mungkin sudah turun lagi),dibandingkan posisi April USD116 miliar. Cukup riskan jika cadangan devisa terus turun dengan cepat,” ujarnya.

Sementara, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, BI Rate seharusnya dinaikkan. Jika BI Rate dinaikkan, akan memberikan sinyal ke perbankan untuk mengerem kredit perbankan.

Menurut Sigit, BI Rateharus pelanpelan dinaikkan karena tandatanda krisis sudah masuk ke Indonesia. Tanda-tanda tersebut terlihat dari indikasi seperti pelemahan rupiah, penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan menipisnya likuiditas valas yaitu dolar AS.

”Itu tanda-tanda yang harus diperhatikan, krisis ini benarbenar sudah menular ke kita dampaknya. Ini tandanya harus hati-hati dan kredit harus direm. Harusnya (BI Rate) dinaikkan supaya mengerem kredit, tapi minimal tidak diturunkanlah,” ujarnya.

Sigit memaklumi bahwa dampak dari menaikkan BI Rate pasti mahal bagi BI. Jika BI tidak menaikkan suku bunga, Sigit meminta perbankan lebih hati-hati.

Perbankan harus terbiasa mengurangi pertumbuhan kredit ke tingkatan hati-hati, sehat, dan persiapan menuju potensi perlambatan perekonomian. Sigit menilai, pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi di bawah 6,5 persen.

Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto memperkirakan, BI Rate akan bertahan di level 5,75 persen hingga akhir tahun di tengah tren penurunan bunga acuan negara-negara maju yang butuh amunisi untuk perekonomiannya.

Menurut Ryan, pasar masih akan fluktuatif sejauh penyelesaian krisis Yunani dan Spanyol tidak segera dicapai. Bahkan, mungkin kondisinya akan lebih buruk hingga akhir tahun ini jika Spanyol juga jatuh seperti halnya Yunani. ”Rupiah juga masih akan bergantung kondisi Eropa secara umum dengan fluktuasi yang tajam,” ujarnya. (bro)

()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5099 seconds (0.1#10.140)