Posisi rangkap PGN segera dikaji
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah mengkaji rangkap posisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang saat ini bertindak sebagai transporter (pengangkut) sekaligus trader (pedagang).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini mengatakan, pengkajian itu akan melibatkan juga Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, imbuh dia, perubahan posisi tersebut tidak mudah karena PGN tidak 100% dimiliki negara.
“Nanti ada pertemuan untuk membahas masalah ini,” kata dia saat ditemui usai acara Orasi Ilmiah Menteri ESDM Jero Wacik kepada Wisudawan PTK Akamigas Cepu Tahun Akademik 2011/2012, di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Terkait dengan itu, Kepala Divisi BBM dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki mengusulkan agar PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) diberikan kewenangan membeli langsung dari produsen gas sesuai Peraturan Tata Kerja (PTK) BP Migas No 29/2009.“Jadi, PLN beli langsung ke ConocoPhillips dan tidak melalui PGN seperti sekarang ini,”katanya.
Menurut dia, saat ini, harga gas ConocoPhillips dibeli PGN dengan harga USD5,6 per MMBTU dan dijual ke PLN USD10,2 per MMBTU.Namun, kalauaPLN membeli langsung ke Conoco Phillips,harga gas bisa hanya USD7,3 per MMBTU. Harga USD7,3 tersebut terdiri dari harga beli gas ke ConocoPhillips sedikit lebih tinggi yakni USD5,8 per MMBTU dan ditambahongkosangkut(tollfee) USD1,47 per MMSCFD.
“Sekarang tergantung BP Migas, apakahsiapmemberialokasigas ke PLN langsung tanpa melalui PGN sebagaimana diamanatkan PTK 029/2009 itu,” ucap dia. Terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR Zainuddin Amali mendukung revisi rangkap posisi PGN sebagai transporter sekaligus trader.Menurut dia, rangkap posisi itu membuat industri gas menjadi tidak efisien.“Semestinya, PGN berperan hanya sebagai transporter saja, sehingga industri gas akan efisien dan makin berkembang,” katanya.
Menurut dia, pemerintah harus segera mereposisi PGN hanya sebagai transporter. Dia menilai, harga gas PGN untuk pelanggan industri di Banten, Jakarta,dan Jabar yang mencapai USD10,2 per MMBTU sudah terlalu tinggi.PGN, lanjutnya, membeli harga gas dari produsen sebesar USD5-6 per MMBTU, tapi menjualnya ke industri sebesar USD10,2 atau dengan selisih hingga 100 persen. “Kalau hanya sebagai transporter, maka harga gas PGN ke industri bisa USD7–8,”ujarnya.
Zainuddin juga mengatakan, harga gas industri yang tinggi membuat produsen gas tidak mempunyai ruang kenaikan harga. Padahal, kalau harga gas di hulu mengalami kenaikan, maka akan me-nambah penerimaan negara sesuai kontrak bagi hasil dengan porsi pemerintah 70 persen.
Sementara itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan,terbentuknya harga gas yang tinggi di tingkat konsumen industri disebabkan penguasaan bisnis gas oleh PGN yang bermain sebagai transporter sekaligus trader.
“Posisi dua kaki itu,sebenarnya bertentangan dengan regulasi yang ada. Harusnya dipisah salah satunya apakah sebagai transporter atau trader, kan itu yang menjadi masalah,”ujarnya. Tulus berharap ada pemisahan peran itu sehingga ada BUMN lain yang bisa mengambil dan dampaknya akan ada kompetisi yang sehat. Jika itu terjadi,maka dengan sendirinya harga gas akan terbentuk secara wajar.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini mengatakan, pengkajian itu akan melibatkan juga Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, imbuh dia, perubahan posisi tersebut tidak mudah karena PGN tidak 100% dimiliki negara.
“Nanti ada pertemuan untuk membahas masalah ini,” kata dia saat ditemui usai acara Orasi Ilmiah Menteri ESDM Jero Wacik kepada Wisudawan PTK Akamigas Cepu Tahun Akademik 2011/2012, di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin.
Terkait dengan itu, Kepala Divisi BBM dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki mengusulkan agar PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) diberikan kewenangan membeli langsung dari produsen gas sesuai Peraturan Tata Kerja (PTK) BP Migas No 29/2009.“Jadi, PLN beli langsung ke ConocoPhillips dan tidak melalui PGN seperti sekarang ini,”katanya.
Menurut dia, saat ini, harga gas ConocoPhillips dibeli PGN dengan harga USD5,6 per MMBTU dan dijual ke PLN USD10,2 per MMBTU.Namun, kalauaPLN membeli langsung ke Conoco Phillips,harga gas bisa hanya USD7,3 per MMBTU. Harga USD7,3 tersebut terdiri dari harga beli gas ke ConocoPhillips sedikit lebih tinggi yakni USD5,8 per MMBTU dan ditambahongkosangkut(tollfee) USD1,47 per MMSCFD.
“Sekarang tergantung BP Migas, apakahsiapmemberialokasigas ke PLN langsung tanpa melalui PGN sebagaimana diamanatkan PTK 029/2009 itu,” ucap dia. Terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR Zainuddin Amali mendukung revisi rangkap posisi PGN sebagai transporter sekaligus trader.Menurut dia, rangkap posisi itu membuat industri gas menjadi tidak efisien.“Semestinya, PGN berperan hanya sebagai transporter saja, sehingga industri gas akan efisien dan makin berkembang,” katanya.
Menurut dia, pemerintah harus segera mereposisi PGN hanya sebagai transporter. Dia menilai, harga gas PGN untuk pelanggan industri di Banten, Jakarta,dan Jabar yang mencapai USD10,2 per MMBTU sudah terlalu tinggi.PGN, lanjutnya, membeli harga gas dari produsen sebesar USD5-6 per MMBTU, tapi menjualnya ke industri sebesar USD10,2 atau dengan selisih hingga 100 persen. “Kalau hanya sebagai transporter, maka harga gas PGN ke industri bisa USD7–8,”ujarnya.
Zainuddin juga mengatakan, harga gas industri yang tinggi membuat produsen gas tidak mempunyai ruang kenaikan harga. Padahal, kalau harga gas di hulu mengalami kenaikan, maka akan me-nambah penerimaan negara sesuai kontrak bagi hasil dengan porsi pemerintah 70 persen.
Sementara itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan,terbentuknya harga gas yang tinggi di tingkat konsumen industri disebabkan penguasaan bisnis gas oleh PGN yang bermain sebagai transporter sekaligus trader.
“Posisi dua kaki itu,sebenarnya bertentangan dengan regulasi yang ada. Harusnya dipisah salah satunya apakah sebagai transporter atau trader, kan itu yang menjadi masalah,”ujarnya. Tulus berharap ada pemisahan peran itu sehingga ada BUMN lain yang bisa mengambil dan dampaknya akan ada kompetisi yang sehat. Jika itu terjadi,maka dengan sendirinya harga gas akan terbentuk secara wajar.
()