BEI nilai kenaikan biaya royalti wajar
A
A
A
Sindonews.com - Harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menurun semenjak manajemen mengumumkan bahwa ada perjanjian baru dengan sang induk, Unilever NV di Netherlands berupa kenaikan royalti dari 3,5 persen menjadi 8 persen hingga 2015.
Selain itu, ada PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang pasca pengumuman kenaikan biaya royalti berefek buruk ke saham emiten semen ini, sehingga harga saham SMCB langsung anjlok.
Kenaikan nilai royalti yang harus dibayar Holcim Indonesia dari 0,7 persen menjadi 4 persen pada 2013, dan 5 persen pada tahun-tahun berikutnya. Royalti tersebut dikenakan dari pendapatan bersih perseroan
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hoesen menilai, rencana menaikkan besaran royalti dari perusahaan induk kepada perusahaan anak itu wajar walaupun dampaknya akan menggerus pendapatan emiten. Kenaikan royalti sama dengan biaya tambahan yang naik.
Mengenai besaran dividen yang diterima investor minoritas akan berkurang, Hoesen menyatakan hal itu relatif, jika keuntungan yang diperoleh perusahaan besar, maka pemegang saham juga akan tetap mendapat dividen yang besar.
Dia menyatakan untuk menentukan besaran royalti tidak harus mengadakan RUPS dahulu karena ini merupakan urusan antara anak perusahaan dan induknya.
“Itu kan sama dengan kenaikan biaya dan itu kewenangan pemegaang saham,” jelas Hoesen saat ditemui akhir pekan lalu di Gedung BEI Jakarta.
Namun demikian, Hoesen menyatakan, pihaknya akan menanyakan rencana kenaikan royalti ini kepada emiten bersangkutan, tapi hanya sebatas bisnis saja.
Batas besaran royalti menurutnya, juga tidak perlu ditentukan pihak lain di luar pihak perusahaan induk dan anak perusahaan, misalnya otoritas bursa. Besaran royalti, kata dia, akan berhenti jika akan mengakibatkan kerugian atau tidak adanya margin keuntungan.
“Artinya kalau diibaratkan, royalti itu sebagai barang, maka itu termasuk cost of good sold yang naik. Kalau kemudian tidak ada marginnya kan pasti itu rugi,” ujarnya.
Mengenai selisih royalti yang jauh antara royalti Unilever di India dan yang berlaku di Indonesia Hoesen menjelaskan itu tergantung produknya.
“Itu baru rencana kan. Yang penting ada keterbukaan. Kalau pemegang saham tidak mau, ya jual saja. Kerugian kan belum terjadi. Keuntungan memang jadi lebih kecil,” terangnya.
Selain itu, ada PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang pasca pengumuman kenaikan biaya royalti berefek buruk ke saham emiten semen ini, sehingga harga saham SMCB langsung anjlok.
Kenaikan nilai royalti yang harus dibayar Holcim Indonesia dari 0,7 persen menjadi 4 persen pada 2013, dan 5 persen pada tahun-tahun berikutnya. Royalti tersebut dikenakan dari pendapatan bersih perseroan
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hoesen menilai, rencana menaikkan besaran royalti dari perusahaan induk kepada perusahaan anak itu wajar walaupun dampaknya akan menggerus pendapatan emiten. Kenaikan royalti sama dengan biaya tambahan yang naik.
Mengenai besaran dividen yang diterima investor minoritas akan berkurang, Hoesen menyatakan hal itu relatif, jika keuntungan yang diperoleh perusahaan besar, maka pemegang saham juga akan tetap mendapat dividen yang besar.
Dia menyatakan untuk menentukan besaran royalti tidak harus mengadakan RUPS dahulu karena ini merupakan urusan antara anak perusahaan dan induknya.
“Itu kan sama dengan kenaikan biaya dan itu kewenangan pemegaang saham,” jelas Hoesen saat ditemui akhir pekan lalu di Gedung BEI Jakarta.
Namun demikian, Hoesen menyatakan, pihaknya akan menanyakan rencana kenaikan royalti ini kepada emiten bersangkutan, tapi hanya sebatas bisnis saja.
Batas besaran royalti menurutnya, juga tidak perlu ditentukan pihak lain di luar pihak perusahaan induk dan anak perusahaan, misalnya otoritas bursa. Besaran royalti, kata dia, akan berhenti jika akan mengakibatkan kerugian atau tidak adanya margin keuntungan.
“Artinya kalau diibaratkan, royalti itu sebagai barang, maka itu termasuk cost of good sold yang naik. Kalau kemudian tidak ada marginnya kan pasti itu rugi,” ujarnya.
Mengenai selisih royalti yang jauh antara royalti Unilever di India dan yang berlaku di Indonesia Hoesen menjelaskan itu tergantung produknya.
“Itu baru rencana kan. Yang penting ada keterbukaan. Kalau pemegang saham tidak mau, ya jual saja. Kerugian kan belum terjadi. Keuntungan memang jadi lebih kecil,” terangnya.
(rna)