SBY: Cegah kebijakan yang memicu inflasi
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh jajaran pemerintah peduli terhadap pengelolaan inflasi dan stabilitas harga. Karena inflasi merupakan penyumbang terbesar meningkatnya kemiskinan di negara-negara berkembang.
“Di satu sisi, mari kita kekola inflasi ini, di sisi lain mari kita cegah dilakukannya sebuah tindakan, ditetapkannya sebuah kebijakan yang memicu inflasi yang tinggi karena kita sudah tahu dampak langsung dan tidak langsungnya,” ujar SBY dalam Rapat Kerja Pemerintah di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (28/1/2013).
Menurut SBY, banyak sebenarnya yang telah dicapai dalam peningkatan kesejahteraan rakyat karena ekonomi juga tumbuh, ada resources, ada sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun SBY mengingatkan, yang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah (PR) kita adalah bagaimana ke depan ini bisa terus menurunkan kemiskinan dan mencegah melebarnya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
SBY menjelaskan, di negara manapun ada dua hal yang terjadi, ada dua hal yang harus diketahui terkait upaya penanggulangan kemiskinan, yaitu makin berhasil kita menurunkan angka kemiskinan yang tadinya tinggi atau tinggi sekali menjadi menengah, jadi makin kecil, makin kecil maka terakhir itu makin sulit untuk menurunkannya lagi.
“Jadi kalau ada dari sekian puluh persen menjadi belasan persen itu cepat, tapi belasan persen menjadi single digit itu tidak semudah ketika angka kemiskinan masih tinggi. Itu explainable. Oleh karena itu, karena kita sudah tahu maka diperlukan langkah ekstra untuk itu,” papar SBY.
Ditambahkan SBY, yang terjadi juga di seluruh dunia jika sebuah negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, emerging economy, seperti Tiongkok, India, Brazil dan negara kita dimasukkan pada barisan emerging economy maka tidak terelakkaan kesenjangan sosial ekonomi juga akan melebar.
“Kedepan ini kita prioritaskan satu upaya yang sangat terintegrasi pusat dan daerah sektoral dan regional untuk terus menurunkan angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Kalau kita menganut teori business as usual, tidak akan sampai, tidak akan ada hasil yang lebih baik,” lanjut SBY.
“Di satu sisi, mari kita kekola inflasi ini, di sisi lain mari kita cegah dilakukannya sebuah tindakan, ditetapkannya sebuah kebijakan yang memicu inflasi yang tinggi karena kita sudah tahu dampak langsung dan tidak langsungnya,” ujar SBY dalam Rapat Kerja Pemerintah di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (28/1/2013).
Menurut SBY, banyak sebenarnya yang telah dicapai dalam peningkatan kesejahteraan rakyat karena ekonomi juga tumbuh, ada resources, ada sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun SBY mengingatkan, yang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah (PR) kita adalah bagaimana ke depan ini bisa terus menurunkan kemiskinan dan mencegah melebarnya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
SBY menjelaskan, di negara manapun ada dua hal yang terjadi, ada dua hal yang harus diketahui terkait upaya penanggulangan kemiskinan, yaitu makin berhasil kita menurunkan angka kemiskinan yang tadinya tinggi atau tinggi sekali menjadi menengah, jadi makin kecil, makin kecil maka terakhir itu makin sulit untuk menurunkannya lagi.
“Jadi kalau ada dari sekian puluh persen menjadi belasan persen itu cepat, tapi belasan persen menjadi single digit itu tidak semudah ketika angka kemiskinan masih tinggi. Itu explainable. Oleh karena itu, karena kita sudah tahu maka diperlukan langkah ekstra untuk itu,” papar SBY.
Ditambahkan SBY, yang terjadi juga di seluruh dunia jika sebuah negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, emerging economy, seperti Tiongkok, India, Brazil dan negara kita dimasukkan pada barisan emerging economy maka tidak terelakkaan kesenjangan sosial ekonomi juga akan melebar.
“Kedepan ini kita prioritaskan satu upaya yang sangat terintegrasi pusat dan daerah sektoral dan regional untuk terus menurunkan angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Kalau kita menganut teori business as usual, tidak akan sampai, tidak akan ada hasil yang lebih baik,” lanjut SBY.
(gpr)