Harga minyak di London jatuh USD110,35 per barel
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan dunia hari ini, jatuh akibat terbebani masalah ekonomi di China dan Amerika Serikat, dua konsumen minyak mentah terbesar di dunia.
Dilansir Global Post, Senin (4/3/2013), minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April turun lima sen menjadi USD110,35 per barel dalam transaksi siang di London. Sebelumnya, kontrak pada Jumat, 1 Februari 2013 merosot ke level terendah dalam enam pekan USD109,82.
Sementara kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk April, turun 20 sen menjadi USD90,04 per barel. Ini sudah mencapai titik terendah dari USD90,04 pada Jumat lalu.
"Minyak akan tetap di bawah tekanan untuk sementara," kata Christopher Bellew, broker senior dariJefferies Bache Ltd di London.
Indeks manajer pembelian resmi China yang dirilis Jumat menunjukkan pertumbuhan manufaktur melambat, dan baru-baru ini menunjukkan pick-up ekonomi nomor dua terbesar di dunia itu lebih lemah dari yang diperkirakan.
Sentimen juga terpengaruh pemotongan belanja pemerintah AS sebesar USD85 miliar yang mulai berlaku Jumat lalu. Para ekonom telah memperingatkan, bahwa pemotongan dapat menyebabkan kehilangan banyak pekerjaan dan menghambat pertumbuhan ekonomi AS yang masih rapuh, sebagai mesin utama ekonomi global.
"Pemotongan belanja tidak akan mencerahkan prospek pertumbuhan atau tingkat pengangguran," kata DBS Group Research.
Dilansir Global Post, Senin (4/3/2013), minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April turun lima sen menjadi USD110,35 per barel dalam transaksi siang di London. Sebelumnya, kontrak pada Jumat, 1 Februari 2013 merosot ke level terendah dalam enam pekan USD109,82.
Sementara kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk April, turun 20 sen menjadi USD90,04 per barel. Ini sudah mencapai titik terendah dari USD90,04 pada Jumat lalu.
"Minyak akan tetap di bawah tekanan untuk sementara," kata Christopher Bellew, broker senior dariJefferies Bache Ltd di London.
Indeks manajer pembelian resmi China yang dirilis Jumat menunjukkan pertumbuhan manufaktur melambat, dan baru-baru ini menunjukkan pick-up ekonomi nomor dua terbesar di dunia itu lebih lemah dari yang diperkirakan.
Sentimen juga terpengaruh pemotongan belanja pemerintah AS sebesar USD85 miliar yang mulai berlaku Jumat lalu. Para ekonom telah memperingatkan, bahwa pemotongan dapat menyebabkan kehilangan banyak pekerjaan dan menghambat pertumbuhan ekonomi AS yang masih rapuh, sebagai mesin utama ekonomi global.
"Pemotongan belanja tidak akan mencerahkan prospek pertumbuhan atau tingkat pengangguran," kata DBS Group Research.
(dmd)