Pedagang selevel Mangga Dua dan Tanah Abang dikenai PPh 1%

Kamis, 21 Maret 2013 - 18:02 WIB
Pedagang selevel Mangga...
Pedagang selevel Mangga Dua dan Tanah Abang dikenai PPh 1%
A A A
Sindonews.com - Untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan perluasan basis pajak.

Salah satu basis tersebut adalah pengusaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar/tahun yang belum terdaftar sebagai Wajip Pajak (WP), seperti pedagang yang berlokasi di mal-mal Mangga Dua, Tanah Abang, serta ITC. Mereka akan dikenai Pajak Usaha Omzet Tertentu (PUOT) dengan tarif satu persen pajak penghasilan (PPh).

“Pokoknya semua yang di Mangga Dua, Tanah Abang, dan ITC kek yang omzetnya Rp20 juta kek Rp50 juta kek, tetap kena satu persen PPh,” tutur Dirjen Pajak, Fuad Rahmany usai menghadiri acara Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Presiden Tahun Pajak 2012, di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (21/3/2013).

Fuad menjelaskan, pajak PUOT didasarkan pada ketentuan adanya tempat usaha yang pasti atau tetap. Dengan demikian, mereka yang tempat usahanya berpindah-pindah seperti pengusaha mikro tidak kena.

“Yang enggak kena itu usaha kaki lima asongan, mikro di pasar-pasar di mana dia enggak punya tempat usaha dan enggak permanen,” jelasnya.

Namun, Fuad mengaku belum memiliki data mengenai jumlah pengusaha yang kemungkinan dikenai PUOT. Dia juga mengingatkan bahwa PUOT bukanlah pengganti pajak UKM (usaha mikro dan menengah) mengingat DJP tidak pernah membahas pajak UKM.

Sebagai informasi, pajak PUOT merupakan revisi atas pajak UKM yang dulu diwacanakan pemerintah. Pajak UKM sebenarnya sudah diwacanakan sejak setahun terakhir. Pajak tersebut menuai pro-kontra karena sejumlah pihak menilai banyak pengusaha UKM yang beromzet rendah sehingga tidak pantas dipajaki, terutama mereka yang berstatus pengusaha mikro.

Pajak tersebut kemudian berganti menjadi karena bisnis di Indonesia, apakah mereka masuk UKM atau pengusaha besar mengingat sebagian dari mereka tidak memiliki sistem pembukuan yang profesional. Penyebutan UKM juga menimbulkan masalah karena banyak dari pengusaha yang beromzet miliarn tetapi tetap menganggap dirinya pengusaha mikro.

Karena itu, Ditjen Pajak kemudian memilih untuk menyebut pajak tersebut dengan PUOT, bagi mereka yang memiliki usaha kecil, tidak memiliki pembukuan profesional tetapi omzetnya besar.

“Kita enggak pernah bilang pajak UKM. Istilahnya nanti pajak atas usaha tertentu yang di bawah Rp4,8 miliar/tahun. Ini dasarnya karena mereka enggak bisa buat pembukuan. Kalau mereka bisa buat ya kenanya normal seusai laba usahanya,” paparnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0838 seconds (0.1#10.140)