Pengawasan praktik kartel dimulai dari bank BUMN
A
A
A
Sindonews.com - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, pihaknya sedang mengamati potensi praktik-praktik kartel suku bunga yang ada di industri perbankan.
"Misalnya ada kesepakatan antara perbankan untuk mengatur harga suku bunga itu yang sementara kita dalami," ujarnya di gedung KPPU, Jakarta, Selasa (10/4/2013).
Dia mengungkapkan, bank BUMN adalah pihak pertama yang dilihatnya, kerena bank BUMN harus menjadi leader yang diikuti dunia perbankan Indonesia.
"Semua kita lihat, baik BUMN maupun lainnya. Tapi, kita harapkan pendulumnya itu, leader-nya harus BUMN terlebih dahulu. Itu yang kita harapkan," jelasnya.
Rauf melanjutkan, bank BUMN dijadikan contoh karena perilaku suku bunga bank dalam negeri cenderung mengikuti bank BUMN. Selain itu, Nett Interest Margin (NIM) dunia perbankan Indonesia yang ada masih terlalu tinggi.
NIM merupakan selisih pendapatan dari pemberian kredit dan dikurangi dengan bunga yang dibayar oleh bank karena bank menerima deposit dibagi dengan aset.
"Nah, NIM kita kan tinggi ini. Nett Interest Spread juga, selisih antara bunga landing dengan bunga simpanan itu kan juga tinggi. Dan di setiap sektor itu kan beda-beda NIM dengan Spread-nya. Ini yang kita lihat, kenapa kok harganya tinggi banget," tukasnya.
"Misalnya ada kesepakatan antara perbankan untuk mengatur harga suku bunga itu yang sementara kita dalami," ujarnya di gedung KPPU, Jakarta, Selasa (10/4/2013).
Dia mengungkapkan, bank BUMN adalah pihak pertama yang dilihatnya, kerena bank BUMN harus menjadi leader yang diikuti dunia perbankan Indonesia.
"Semua kita lihat, baik BUMN maupun lainnya. Tapi, kita harapkan pendulumnya itu, leader-nya harus BUMN terlebih dahulu. Itu yang kita harapkan," jelasnya.
Rauf melanjutkan, bank BUMN dijadikan contoh karena perilaku suku bunga bank dalam negeri cenderung mengikuti bank BUMN. Selain itu, Nett Interest Margin (NIM) dunia perbankan Indonesia yang ada masih terlalu tinggi.
NIM merupakan selisih pendapatan dari pemberian kredit dan dikurangi dengan bunga yang dibayar oleh bank karena bank menerima deposit dibagi dengan aset.
"Nah, NIM kita kan tinggi ini. Nett Interest Spread juga, selisih antara bunga landing dengan bunga simpanan itu kan juga tinggi. Dan di setiap sektor itu kan beda-beda NIM dengan Spread-nya. Ini yang kita lihat, kenapa kok harganya tinggi banget," tukasnya.
(gpr)