BI Rate kembali ditahan di 5,75%
A
A
A
Sindonews.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) pada level 5,75 persen. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi 2013 dan 2014, sebesar 4,5 persen ± 1 persen.
"Mencermati meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang," jelas Gubernur BI, Darmin Nasution dalam rilisnya, Kamis (11/4/2013).
BI juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respon kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar valuta asing.
Selain itu, BI juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
"Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi AS diprakirakan tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi mulai menunjukkan perbaikan," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Darmin, resesi perekonomian Eropa masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program austerity di beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan perekonomian di beberapa negara Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana tercermin dari indikator konsumsi dan produksi.
Harga komoditas dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia secara umum masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun quantitative easing.
"Mencermati meningkatnya tekanan inflasi jangka pendek harga bahan pangan (volatile foods) akhir-akhir ini dan masih berlanjutnya tekanan terhadap keseimbangan eksternal, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter melalui penyerapan ekses likuiditas yang lebih besar ke tenor yang lebih jangka panjang," jelas Gubernur BI, Darmin Nasution dalam rilisnya, Kamis (11/4/2013).
BI juga tetap mewaspadai sejumlah risiko terhadap tekanan inflasi tersebut dan akan menyesuaikan respon kebijakan moneter sesuai kebutuhan. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental yang selama ini dilakukan akan dilanjutkan, diperkuat dengan percepatan upaya-upaya pendalaman pasar valuta asing.
Selain itu, BI juga memperkuat koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada upaya menekan defisit transaksi berjalan dan meminimalkan potensi tekanan inflasi dari sisi volatile foods, termasuk kebijakan impor hortikultura.
"Pemulihan ekonomi global tidak seoptimis prakiraan sebelumnya dan masih dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi AS diprakirakan tertahan akibat permasalahan fiskalnya, meskipun kegiatan produksi dan konsumsi mulai menunjukkan perbaikan," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Darmin, resesi perekonomian Eropa masih berlanjut terkait lambatnya implementasi program austerity di beberapa negara. Kondisi berbeda ditunjukkan perekonomian di beberapa negara Asia, terutama China, yang membaik sebagaimana tercermin dari indikator konsumsi dan produksi.
Harga komoditas dunia juga masih cenderung menurun, kecuali harga minyak. Sejalan dengan itu, respons kebijakan bank sentral dunia secara umum masih tetap akomodatif dengan mempertahankan suku bunga rendah maupun quantitative easing.
(gpr)