YLKI: Skema dua harga BBM sulitkan konsumen
A
A
A
Sindonews.com – Kebijakan dua harga (dual price) bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai kurang tepat karena akan menyulitkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan energi. Untuk mengurangi subsidi BBM, pemerintah disarankan memberlakukan satu harga kepada konsumen.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi di Jakarta, Kamis (18/4/2013), mengapresiasi rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun dia tidak setuju, bila kebijakan ini diberlakukan dengan dua harga karena akan sulit diimplementasikan di lapangan.
Untuk mengurangi subsidi BBM, pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter untuk mobil pribadi (pelat hitam). Namun, untuk sepeda motor dan angkutan umum masih menggunakan harga lama, yakni Rp4.500 per liter.
Dengan kebijakan dua harga tersebut, kata Tulus, sesungguhnya masih ada disparitas harga yang cukup jauh. Akibatnya, kebijakan dua harga itu rawan diselewengkan oleh para spekulan di lapangan untuk mengeruk keuntungan.
Selain itu, juga akan memicu migrasi penggunaan mobil ke sepeda motor. Bila ini terjadi, tujuan mengurangi subsidi BBM terancam gagal. “Pengalaman di elpiji seharunya menjadi pelajaran. Adanya disparitas harga banyak pemakai elpiji 12 kilogram (kg) lari ke elpiji 3 kg,” terang Tulus.
Selain konsumen, kebijakan itu juga akan mendatangkan banyak kerepotan bagi pemerintah, termasuk dalam pengaturan SPBU dual price. Di SPBU terpencil, dua harga sulit dilaksanakan. Konsumen pastinya akan memilih membeli harga BBM dengan harga Rp 4.500 dibanding dengan harga di atasnya.
Pemerintah sampai kini memang belum mengambil keputusan opsi mana yang dipilih untuk mengurangi subsidi BBM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar kebijakan itu lebih didetailkan implementasinya, terkait dampak inflasi, transisi perubahan harga, hingga infrastruktur yang mendukung.
Untuk itu Tulus menyarankan, sebaiknya dalam mengurangi subsidi BBM ini pemerintah jangan memiliki kebijakan dua harga. Sebaiknya harga BBM bersubsidi diberlakukan satu harga. “Kalau pun harus dinaikan, dinaikkan saja. Tapi jangan ada perbedaan harga,” pungkasnya.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi di Jakarta, Kamis (18/4/2013), mengapresiasi rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun dia tidak setuju, bila kebijakan ini diberlakukan dengan dua harga karena akan sulit diimplementasikan di lapangan.
Untuk mengurangi subsidi BBM, pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter untuk mobil pribadi (pelat hitam). Namun, untuk sepeda motor dan angkutan umum masih menggunakan harga lama, yakni Rp4.500 per liter.
Dengan kebijakan dua harga tersebut, kata Tulus, sesungguhnya masih ada disparitas harga yang cukup jauh. Akibatnya, kebijakan dua harga itu rawan diselewengkan oleh para spekulan di lapangan untuk mengeruk keuntungan.
Selain itu, juga akan memicu migrasi penggunaan mobil ke sepeda motor. Bila ini terjadi, tujuan mengurangi subsidi BBM terancam gagal. “Pengalaman di elpiji seharunya menjadi pelajaran. Adanya disparitas harga banyak pemakai elpiji 12 kilogram (kg) lari ke elpiji 3 kg,” terang Tulus.
Selain konsumen, kebijakan itu juga akan mendatangkan banyak kerepotan bagi pemerintah, termasuk dalam pengaturan SPBU dual price. Di SPBU terpencil, dua harga sulit dilaksanakan. Konsumen pastinya akan memilih membeli harga BBM dengan harga Rp 4.500 dibanding dengan harga di atasnya.
Pemerintah sampai kini memang belum mengambil keputusan opsi mana yang dipilih untuk mengurangi subsidi BBM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar kebijakan itu lebih didetailkan implementasinya, terkait dampak inflasi, transisi perubahan harga, hingga infrastruktur yang mendukung.
Untuk itu Tulus menyarankan, sebaiknya dalam mengurangi subsidi BBM ini pemerintah jangan memiliki kebijakan dua harga. Sebaiknya harga BBM bersubsidi diberlakukan satu harga. “Kalau pun harus dinaikan, dinaikkan saja. Tapi jangan ada perbedaan harga,” pungkasnya.
(rna)