Semester II, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi membaik
A
A
A
Sindonews.com - The Royal Bank of Scotland (RBS) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada semester II tahun ini didorong belanja dalam negeri dan pemulihan ekspor di paruh kedua tahun ini.
Ekonom RBS untuk Asia Tenggara, Enrico Tanuwidjaja mengatakan bahwa pada tahun ini, perusahannya mengharapkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 6,5 persen dari 6,2 persen pada tahun lalu.
“Upaya pemerintah menjelang pemilihan umum 2014 mendatang, pengeluaran infrastruktur yang makin tinggi serta peningkatan upah minimum pekerja sepertinya akan menjadi faktor kunci pertumbuhan tahun ini. Kita mungkin akan melihat dampaknya pada kuartal ketiga dan seterusnya," kata Enrico dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (18/4/2013).
Dia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya, yakni 6,3 persen (YoY). Hal ini karena pembayaran anggaran tahun lalu yang kemungkinan dipercepat.
"Neraca perdagangan diperbesar menjadi USD327 juta pada Februari 2013 dari defisit sebesar USD171 juta pada Januari karena penurunan volume ekspor," imbuhnya.
Membesarnya neraca perdagangan sebagian besar didorong defisit neraca minyak dan gas karena stabilnya permintaan energi. Tren ini kemungkinan akan berlanjut dan RBS memprediksi akan ada waktu yang sedikit lebih lama sebelum defisit akun berjalan menyempit.
Dia menjelaskan, pembatasan impor produk-produk hortikultura menyebabkan inflasi dan kembali mengalami lonjakan yang nyaris menyentuh 6 persen pada bulan Maret (YoY). Akan tetapi, inflasi inti cenderung lebih rendah, meski upah minimum provinsi (UMP) naik pada bulan Januari tahun ini.
“Kami melihat peningkatan tingkat inflasi hanya bersifat sementara karena lonjakan pada bulan Februari dan Maret tidak disebabkan oleh masalah struktural, tetapi karena kebijakan perdagangan yang dapat berubah-ubah setiap waktu,” komentar Enrico.
Sebagai tambahan, peningkatan UMP saat ini hanya berlaku di Jakarta dan sekitarnya, serta hanya pada perusahaan-perusahaan besar (yang secara efektif telah membayar di atas upah minimum). “Baru-baru ini, kami menaikkan prediksi inflasi menjadi 5,2 persen dari 5,0 persen karena inflasi lebih tinggi dari yang diprediksikan pada Februari dan Maret," tuturnya.
Ekonom RBS untuk Asia Tenggara, Enrico Tanuwidjaja mengatakan bahwa pada tahun ini, perusahannya mengharapkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 6,5 persen dari 6,2 persen pada tahun lalu.
“Upaya pemerintah menjelang pemilihan umum 2014 mendatang, pengeluaran infrastruktur yang makin tinggi serta peningkatan upah minimum pekerja sepertinya akan menjadi faktor kunci pertumbuhan tahun ini. Kita mungkin akan melihat dampaknya pada kuartal ketiga dan seterusnya," kata Enrico dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (18/4/2013).
Dia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sedikit lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya, yakni 6,3 persen (YoY). Hal ini karena pembayaran anggaran tahun lalu yang kemungkinan dipercepat.
"Neraca perdagangan diperbesar menjadi USD327 juta pada Februari 2013 dari defisit sebesar USD171 juta pada Januari karena penurunan volume ekspor," imbuhnya.
Membesarnya neraca perdagangan sebagian besar didorong defisit neraca minyak dan gas karena stabilnya permintaan energi. Tren ini kemungkinan akan berlanjut dan RBS memprediksi akan ada waktu yang sedikit lebih lama sebelum defisit akun berjalan menyempit.
Dia menjelaskan, pembatasan impor produk-produk hortikultura menyebabkan inflasi dan kembali mengalami lonjakan yang nyaris menyentuh 6 persen pada bulan Maret (YoY). Akan tetapi, inflasi inti cenderung lebih rendah, meski upah minimum provinsi (UMP) naik pada bulan Januari tahun ini.
“Kami melihat peningkatan tingkat inflasi hanya bersifat sementara karena lonjakan pada bulan Februari dan Maret tidak disebabkan oleh masalah struktural, tetapi karena kebijakan perdagangan yang dapat berubah-ubah setiap waktu,” komentar Enrico.
Sebagai tambahan, peningkatan UMP saat ini hanya berlaku di Jakarta dan sekitarnya, serta hanya pada perusahaan-perusahaan besar (yang secara efektif telah membayar di atas upah minimum). “Baru-baru ini, kami menaikkan prediksi inflasi menjadi 5,2 persen dari 5,0 persen karena inflasi lebih tinggi dari yang diprediksikan pada Februari dan Maret," tuturnya.
(rna)