Harga minyak di Asia terdongkrak pelemahan dolar
A
A
A
Sindonews.com - Setelah mengalami penurunan selama hampir sepekan, harga minyak di perdagangan Asia hari ini naik, didorong pelemahan dolar, tapi kekhawatiran atas ekonomi China menahan keuntungan.
Kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik lima sen menjadi USD105,54 per barel pada perdagangan pagi. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk September, menambah 12 sen menjadi USD107,77 per barel.
"Kami melihat kenaikan moderat dan harga didukung oleh dolar yang sedikit melemah," kata Victor Shum, managing director konsultan IHS Purvin and Gertz, seperti dilansir dari AFP, Jumat (26/7/2013).
Minyak yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih murah ketika greenback melemah, sehingga memperkuat permintaan dan mendorong harga lebih tinggi.
Namun, Shum melihat kenaikan tertutupi kekhawatiran atas perlambatan ekonomi terbesar kedua di dunia, China.
"China faktor penting dan ada lebih banyak data yang menunjukkan bahwa ekonomi sedang melambat. China diperkirakan akan menjelaskan sebagian besar permintaan minyak ke depan dan dengan perlambatan ekonomi, kenaikan berjangka minyak akan terbatas," jelasnya.
Data terbaru China pada Rabu (24/7/2013) lalu, menunjukkan aktivitas manufaktur negara itu pada Juli kontraksi ke level terendah dalam 11 bulan. Di mana indeks manajer pembelian (PMI) awal perusahaan China yang dirilis HSBC terpukul 47,7 poin, turun dari 48,2 poin pada akhir Juni, terendah sejak Agustus lalu.
Perekonomian China telah melemah tahun ini, dengan pertumbuhan pada periode April-Juni 2013 mencelup menjadi 7,5 persen, dari 7,7 persen pada kuartal pertama dan 7,9 persen pada Oktober-Desember 2012.
Kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, naik lima sen menjadi USD105,54 per barel pada perdagangan pagi. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk September, menambah 12 sen menjadi USD107,77 per barel.
"Kami melihat kenaikan moderat dan harga didukung oleh dolar yang sedikit melemah," kata Victor Shum, managing director konsultan IHS Purvin and Gertz, seperti dilansir dari AFP, Jumat (26/7/2013).
Minyak yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih murah ketika greenback melemah, sehingga memperkuat permintaan dan mendorong harga lebih tinggi.
Namun, Shum melihat kenaikan tertutupi kekhawatiran atas perlambatan ekonomi terbesar kedua di dunia, China.
"China faktor penting dan ada lebih banyak data yang menunjukkan bahwa ekonomi sedang melambat. China diperkirakan akan menjelaskan sebagian besar permintaan minyak ke depan dan dengan perlambatan ekonomi, kenaikan berjangka minyak akan terbatas," jelasnya.
Data terbaru China pada Rabu (24/7/2013) lalu, menunjukkan aktivitas manufaktur negara itu pada Juli kontraksi ke level terendah dalam 11 bulan. Di mana indeks manajer pembelian (PMI) awal perusahaan China yang dirilis HSBC terpukul 47,7 poin, turun dari 48,2 poin pada akhir Juni, terendah sejak Agustus lalu.
Perekonomian China telah melemah tahun ini, dengan pertumbuhan pada periode April-Juni 2013 mencelup menjadi 7,5 persen, dari 7,7 persen pada kuartal pertama dan 7,9 persen pada Oktober-Desember 2012.
(dmd)