Harga minyak dunia kembali rontok
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan dunia pada akhir pekan ini melemah, karena kekhawatiran penurunan permintaan di China kembali menghantui pasar.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman September, turun 45 sen menjadi USD107,20 per barel pada transaksi di London. Sementara kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun 71 sen menjadi USD104,78 per barel.
Sebelum ditutup turun, harga minyak sempat naik dalam transaksi awal di Asia menyusul melemahnya greenback, yang membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah dan lebih menarik untuk pembeli.
Namun, kekhawatiran atas China kembali menguat. Ini berimbas pada transaksi perdagangan global.
"China faktor penting dan ada lebih banyak data yang menunjukkan bahwa ekonomi sedang melambat," kata Victor Shum, managing director konsultan IHS Purvin and Gertz, seperti dilansir dari AFP, Jumat (26/7/2013).
"China diperkirakan akan menjelaskan sebagian besar permintaan minyak ke depan dan dengan perlambatan ekonomi kenaikan berjangka minyak akan terbatas. Pada titik ini, kontrak berjangka minyak terlalu tinggi sehingga kita melihat risiko penurunan," tambahnya.
Data terbaru China pada Rabu (24/7/2013), menunjukkan aktivitas manufaktur negara itu Juli kontraksi ke level terendah dalam 11 bulan. Di mana indeks manajer pembelian (PMI) awal yang dirilis HSBC terpukul 47,7 poin, turun dari 48,2 poin pada akhir Juni, terendah sejak Agustus 2012.
Perekonomian China sendiri telah melemah tahun ini, dengan pertumbuhan pada periode April-Juni 2013 mencelup menjadi 7,5 persen, dari 7,7 persen pada kuartal pertama dan 7,9 persen pada Oktober-Desember 2012.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman September, turun 45 sen menjadi USD107,20 per barel pada transaksi di London. Sementara kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun 71 sen menjadi USD104,78 per barel.
Sebelum ditutup turun, harga minyak sempat naik dalam transaksi awal di Asia menyusul melemahnya greenback, yang membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah dan lebih menarik untuk pembeli.
Namun, kekhawatiran atas China kembali menguat. Ini berimbas pada transaksi perdagangan global.
"China faktor penting dan ada lebih banyak data yang menunjukkan bahwa ekonomi sedang melambat," kata Victor Shum, managing director konsultan IHS Purvin and Gertz, seperti dilansir dari AFP, Jumat (26/7/2013).
"China diperkirakan akan menjelaskan sebagian besar permintaan minyak ke depan dan dengan perlambatan ekonomi kenaikan berjangka minyak akan terbatas. Pada titik ini, kontrak berjangka minyak terlalu tinggi sehingga kita melihat risiko penurunan," tambahnya.
Data terbaru China pada Rabu (24/7/2013), menunjukkan aktivitas manufaktur negara itu Juli kontraksi ke level terendah dalam 11 bulan. Di mana indeks manajer pembelian (PMI) awal yang dirilis HSBC terpukul 47,7 poin, turun dari 48,2 poin pada akhir Juni, terendah sejak Agustus 2012.
Perekonomian China sendiri telah melemah tahun ini, dengan pertumbuhan pada periode April-Juni 2013 mencelup menjadi 7,5 persen, dari 7,7 persen pada kuartal pertama dan 7,9 persen pada Oktober-Desember 2012.
(dmd)