Ini penyebab pangan ilegal beredar di daerah perbatasan
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengungkapkan, faktor utama banyaknya produk ilegal yang masuk ke daerah perbatasan Indonesia karena berdekatan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Selain itu, keluar masuknya barang pangan yang tidak memiliki izin dari daerah setempat. Serta penggunaan jalur resmi dengan dokumen palsu. "Dari 3.307 sarana distribusi yang diperiksa 1.099 sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) atau sekitar 63 persen." ujar Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Roy Sprringa, Kamis (1/8/2013).
Dalam hal ini, Malaysia mendominasi sebagai negara produk ilegal sebesar 27 persen. Negara kedua disusul Thailand 22 persen dan Sinngapura 11 persen. Negara lainya seperti China, Perancis dan Slandia Baru. Dikarenakan hal ini kerugian ekonomi mencapai Rp5,2 miliar.
Dalam analisis temuan produk tanpa izin edar (TIE) sebanyak 76 persen dengan kerugian sekitar Rp5.2 miliar. Produk kadarluasa sebanyak 15 persen dengan kerugian Rp1 miliar.
Produk ini banyak beredar di daerah yang jauh dari sentral produksi dan distribusi serta sulitnya akses transportasi, dengan produk-produk seperti biskuit, bumbu instan, dan makanan ringan. "Jayapura, Aceh, Kupang , Palangkaraya, dan Kendari adalah daerah yang sulit akses," katanya.
Menurutnya, produk rusak sebanyak 2,2 persen dengan kerugian Rp156 juta. Produk rusak seperti penyok dan berkarat produk kaleng susu, buah dalam kaleng dan ikan. Selain itu, produk yang TMK labelksebanyal 0,02 persen dengan kerugian sebesar Rp1.3 juta
Kepala PLT Badan POM, M Hayatie Amal, mengatakan, dalam temuan yang dilakukan Badan POM dari pangan TMK sebanyak 3.037 item dari 171.887 kemasan yang terdiri dari 964 jenis pangan rusak diantaranya ditemukan berbentuk kemasan sebanyak 3.907.
Selain itu, sebanyak 1.844 jenis pangan kadarluasa sebanyak 26.505 ditemukan berupa kemasan. 706 jenis pangan TIE, 130.374 diantaranya berupa kemasan dan 429 jenis TMK label, 11.068 diantaranya berupa kemasan.
"Dibandingkan dua tahun lalu, tahun ini hasil temuan mengalami peningkatan yang signifikan dilihat pada jumlah dan nilai temuan," kata dia.
Dalam hal ini, lanjut Roy, Badan POM telah melakukan tindak lanjut terhadap temuan tersebut dengan melakukan pembinaan pada pemilik sarana. Serta melakukan penegakan hukum seperti sangsi administratif yaitu berupa peringatan, perintah pengamanan tempat dan pemusnahan yang dilanjutkan dengan pro-justitia terhadap pelaku usaha yabg telah melakukan hal tersebut berulang kali.
"Tindakan seperti ini tentu menyalahi aturan dan pro-justitia akan dilakukan pada pengedae yang mengedarkan produk pangan ilegal dalam jumlah besar," ujar dia.
Selain itu, bekerja sama dengan bea cukai untuk pemda setempat untuk membantu melakukan pengawasan. Hal ini akan dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui SKB antara Kemendagri dan Badan POM.
"SKB ini akan menekan kan pada suplaai barang yang dimulai dari keamanan dan penyalahgunaan zat berbahaya. Serta barang tersebut harus didaftarkan dan proses penyalurannya," tegas dia.
Selain itu, keluar masuknya barang pangan yang tidak memiliki izin dari daerah setempat. Serta penggunaan jalur resmi dengan dokumen palsu. "Dari 3.307 sarana distribusi yang diperiksa 1.099 sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) atau sekitar 63 persen." ujar Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Roy Sprringa, Kamis (1/8/2013).
Dalam hal ini, Malaysia mendominasi sebagai negara produk ilegal sebesar 27 persen. Negara kedua disusul Thailand 22 persen dan Sinngapura 11 persen. Negara lainya seperti China, Perancis dan Slandia Baru. Dikarenakan hal ini kerugian ekonomi mencapai Rp5,2 miliar.
Dalam analisis temuan produk tanpa izin edar (TIE) sebanyak 76 persen dengan kerugian sekitar Rp5.2 miliar. Produk kadarluasa sebanyak 15 persen dengan kerugian Rp1 miliar.
Produk ini banyak beredar di daerah yang jauh dari sentral produksi dan distribusi serta sulitnya akses transportasi, dengan produk-produk seperti biskuit, bumbu instan, dan makanan ringan. "Jayapura, Aceh, Kupang , Palangkaraya, dan Kendari adalah daerah yang sulit akses," katanya.
Menurutnya, produk rusak sebanyak 2,2 persen dengan kerugian Rp156 juta. Produk rusak seperti penyok dan berkarat produk kaleng susu, buah dalam kaleng dan ikan. Selain itu, produk yang TMK labelksebanyal 0,02 persen dengan kerugian sebesar Rp1.3 juta
Kepala PLT Badan POM, M Hayatie Amal, mengatakan, dalam temuan yang dilakukan Badan POM dari pangan TMK sebanyak 3.037 item dari 171.887 kemasan yang terdiri dari 964 jenis pangan rusak diantaranya ditemukan berbentuk kemasan sebanyak 3.907.
Selain itu, sebanyak 1.844 jenis pangan kadarluasa sebanyak 26.505 ditemukan berupa kemasan. 706 jenis pangan TIE, 130.374 diantaranya berupa kemasan dan 429 jenis TMK label, 11.068 diantaranya berupa kemasan.
"Dibandingkan dua tahun lalu, tahun ini hasil temuan mengalami peningkatan yang signifikan dilihat pada jumlah dan nilai temuan," kata dia.
Dalam hal ini, lanjut Roy, Badan POM telah melakukan tindak lanjut terhadap temuan tersebut dengan melakukan pembinaan pada pemilik sarana. Serta melakukan penegakan hukum seperti sangsi administratif yaitu berupa peringatan, perintah pengamanan tempat dan pemusnahan yang dilanjutkan dengan pro-justitia terhadap pelaku usaha yabg telah melakukan hal tersebut berulang kali.
"Tindakan seperti ini tentu menyalahi aturan dan pro-justitia akan dilakukan pada pengedae yang mengedarkan produk pangan ilegal dalam jumlah besar," ujar dia.
Selain itu, bekerja sama dengan bea cukai untuk pemda setempat untuk membantu melakukan pengawasan. Hal ini akan dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui SKB antara Kemendagri dan Badan POM.
"SKB ini akan menekan kan pada suplaai barang yang dimulai dari keamanan dan penyalahgunaan zat berbahaya. Serta barang tersebut harus didaftarkan dan proses penyalurannya," tegas dia.
(izz)