Pembobolan dana nasabah, DPR berencana panggil 4 bank
A
A
A
Sindonews.com - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan memanggil kembalı empat bank yang memiliki kasus pembobolan dana nasabah dalam waktu dekat. DPR masih menunggu langkah BI untuk melakukan intermediasi antara pihak yang terkait.
Pemanggilan ini dimaksudkan melanjutkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bank Indonesia (BI) mengenaı pembobolan Dana Nasabah pada 5 dan 11 juli 2013 lalu.
"Kami pantau terus perkembangan kasus-kasus itu. Kami juga tetap meminta BI melakukan intermediasi kasus hukum yang ada sebelum masuk kasusnya ke Mahkamah Agung. Setelah itu kami akan mamangil BI dan empat bank itu untuk menjelaskan, " kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, Kamis (29/8/2013).
Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan kata Harry semata dimaksudkan untuk memberikan kepastian pada perlindungan nasabah. Sejauh ini, lanjutnya, BI tak bisa banyak berbuat ketika ada masalah pembobolan dana nasabah yang melibatkan oknum-oknum di kedua pihak.
Harry mencontohkan kasus antara Bank Mega dengan PT Elnusa Tbk. Dalam aturan BI, jika oknum Bank Mega secara institusi terlibat, maka ia harus mengembalikan dana nasabah. Tapi ketika BI menilai ada juga keterlibatan oknum di Elnusa, maka BI tak punya kebijakan lain selain menyerahkan ke ranah hukum.
"Untuk kasus seperti itu, BI bilang tak punya pendapat. Ini kelemahan BI. Tak ada mekanisme untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti yang terjadi pada Bank Mega dan Elnusa misalnya. BI sekedar menyerahkan kasusnya ke ranah hukum lalu pasif. Ini kami minta diperbaiki oleh BI," tutur Harry.
Sekedar mengingatkan, empat bank yang menjadi pembahasan di RDP sebelumnya antara lain, PT Bank Mega Tbk (MEGA), PT Bank Panin Indonesia Tbk (PNBP), PT Bank Jabar dan Banten Tbk (BJBR), dan PT Bank Mestika Dharma Tbk. Kasus-kasus perbankan yang terjadi ini membuat DPR ingin memperdalam kondisi sebenarnya.
Dalam kasus Bank Mega-Elnusa, Bank mega di pengadilan dinyatakan bersalah secara perdata dalam kasus pembobolan dana deposito Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Awalnya, Elnusa menempatkan dana tersebut dalam deposito berjangka. Namun, oknum Bank Mega menyalahgunakannya dan mengubah menjadi deposito on call.
Selanjutnya, Bank Panin mengalami fraud senilai Rp 30 miliar di Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin. Namun, saat proses pengadilan berlangsung, dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena kepala cabang yang bertanggung jawab meninggal saat proses pengadilan.
Kemudian BJB tersandung kredit macet PT Cipta Inti Parmindo (CIP) yang merugikan negara sebesar Rp 55 miliar. Kredit tersebut diberikan pada awal 2011. Ini menimbulkan tingginya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank pembangunan daerah ini meninggi.
Begitu juga dengan Bank Mestika yang mengalami pembobolan di cabang Medan. Dalam kejadian tersebut, seorang pegawai berhasil mengambil uang nasabah sebesar Rp 4,5 miliar dari bank.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, untuk kasus Mega -Elnusa posisinya masih berada di ranah hukum. Bagi Bank Panin dan BJB, Halim menyebut proses penyelesaiannya masih berjalan. Namun, ia menolak bercerita di rapat terbuka. Menurutnya, pemberian informasinya akan bersifat sensitif mengingat bank-bank tersebut merupakan perusahaan terbuka.
Pemanggilan ini dimaksudkan melanjutkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bank Indonesia (BI) mengenaı pembobolan Dana Nasabah pada 5 dan 11 juli 2013 lalu.
"Kami pantau terus perkembangan kasus-kasus itu. Kami juga tetap meminta BI melakukan intermediasi kasus hukum yang ada sebelum masuk kasusnya ke Mahkamah Agung. Setelah itu kami akan mamangil BI dan empat bank itu untuk menjelaskan, " kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, Kamis (29/8/2013).
Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan kata Harry semata dimaksudkan untuk memberikan kepastian pada perlindungan nasabah. Sejauh ini, lanjutnya, BI tak bisa banyak berbuat ketika ada masalah pembobolan dana nasabah yang melibatkan oknum-oknum di kedua pihak.
Harry mencontohkan kasus antara Bank Mega dengan PT Elnusa Tbk. Dalam aturan BI, jika oknum Bank Mega secara institusi terlibat, maka ia harus mengembalikan dana nasabah. Tapi ketika BI menilai ada juga keterlibatan oknum di Elnusa, maka BI tak punya kebijakan lain selain menyerahkan ke ranah hukum.
"Untuk kasus seperti itu, BI bilang tak punya pendapat. Ini kelemahan BI. Tak ada mekanisme untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti yang terjadi pada Bank Mega dan Elnusa misalnya. BI sekedar menyerahkan kasusnya ke ranah hukum lalu pasif. Ini kami minta diperbaiki oleh BI," tutur Harry.
Sekedar mengingatkan, empat bank yang menjadi pembahasan di RDP sebelumnya antara lain, PT Bank Mega Tbk (MEGA), PT Bank Panin Indonesia Tbk (PNBP), PT Bank Jabar dan Banten Tbk (BJBR), dan PT Bank Mestika Dharma Tbk. Kasus-kasus perbankan yang terjadi ini membuat DPR ingin memperdalam kondisi sebenarnya.
Dalam kasus Bank Mega-Elnusa, Bank mega di pengadilan dinyatakan bersalah secara perdata dalam kasus pembobolan dana deposito Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Awalnya, Elnusa menempatkan dana tersebut dalam deposito berjangka. Namun, oknum Bank Mega menyalahgunakannya dan mengubah menjadi deposito on call.
Selanjutnya, Bank Panin mengalami fraud senilai Rp 30 miliar di Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin. Namun, saat proses pengadilan berlangsung, dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena kepala cabang yang bertanggung jawab meninggal saat proses pengadilan.
Kemudian BJB tersandung kredit macet PT Cipta Inti Parmindo (CIP) yang merugikan negara sebesar Rp 55 miliar. Kredit tersebut diberikan pada awal 2011. Ini menimbulkan tingginya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank pembangunan daerah ini meninggi.
Begitu juga dengan Bank Mestika yang mengalami pembobolan di cabang Medan. Dalam kejadian tersebut, seorang pegawai berhasil mengambil uang nasabah sebesar Rp 4,5 miliar dari bank.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, untuk kasus Mega -Elnusa posisinya masih berada di ranah hukum. Bagi Bank Panin dan BJB, Halim menyebut proses penyelesaiannya masih berjalan. Namun, ia menolak bercerita di rapat terbuka. Menurutnya, pemberian informasinya akan bersifat sensitif mengingat bank-bank tersebut merupakan perusahaan terbuka.
(gpr)