Chatib: Indonesia desak AS perhatikan negara berkembang
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Keuangan M Chatib Basri mengungkapkan, dalam pertemuan G-20 di St Petersburg, Rusia kemarin Indonesia menunjukkan reaksi yang cukup galak agar Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan ekonominya.
Hal ini berdampak pada melunaknya sikap AS dalam deklarasi yang menyatakan bahwa kebijakan quantitative easing AS harus memperhatikan kondisi negara lain terutama negara berkembang.
"Indonesia kemarin dikenal agak galak soal quantitative easing. Ternyata ada untungnya juga dengan itu Indonesia punya posisi dalam deklarasi dimana sebuah kebijakan negara harus mempertimbangkan dampaknya ke negara lain," terang Chatib di Gedug DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Selain Indonesia, Chatib juga menyebut China, India dan Brazil yang bersuara cukup lantang dalam pembicaraan mengenai quantitative easing tersebut.
"Yang diinginkan emerging market adalah AS menyadari bahwa policy itu punya dampak dan meminta agar koordinasi sebelum kebijakan diperlukan," kata Chatib.
Chatib menambahkan, Presiden AS Barrack Obama sendiri mengakui bahwa kebijakan penarikan dana likuiditas sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan negara-negara berkembang.
Tetapi Bank Sentral AS (The Fed) dan Gubernurnya (Ben Bernanke) berdiri secara independen dan Obama mengaku tidak bisa mencampuri urusan The Fed.
"Jadi Presiden Obama menyampaikan tidak bisa mengatasnamakan The Fed, tetapi dia setuju bahwa setiap kebijakan harus konsultasi terlebih dahulu," pungkas Chatib.
Hal ini berdampak pada melunaknya sikap AS dalam deklarasi yang menyatakan bahwa kebijakan quantitative easing AS harus memperhatikan kondisi negara lain terutama negara berkembang.
"Indonesia kemarin dikenal agak galak soal quantitative easing. Ternyata ada untungnya juga dengan itu Indonesia punya posisi dalam deklarasi dimana sebuah kebijakan negara harus mempertimbangkan dampaknya ke negara lain," terang Chatib di Gedug DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Selain Indonesia, Chatib juga menyebut China, India dan Brazil yang bersuara cukup lantang dalam pembicaraan mengenai quantitative easing tersebut.
"Yang diinginkan emerging market adalah AS menyadari bahwa policy itu punya dampak dan meminta agar koordinasi sebelum kebijakan diperlukan," kata Chatib.
Chatib menambahkan, Presiden AS Barrack Obama sendiri mengakui bahwa kebijakan penarikan dana likuiditas sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan negara-negara berkembang.
Tetapi Bank Sentral AS (The Fed) dan Gubernurnya (Ben Bernanke) berdiri secara independen dan Obama mengaku tidak bisa mencampuri urusan The Fed.
"Jadi Presiden Obama menyampaikan tidak bisa mengatasnamakan The Fed, tetapi dia setuju bahwa setiap kebijakan harus konsultasi terlebih dahulu," pungkas Chatib.
(gpr)