China buka akses situs sosial di zona perdagangan bebas
A
A
A
Sindonews.com - Penetapan zona perdagangan bebas di Shanghai memungkinkan China membuka akses Facebook, Twitter dan situs-situs lain, yang selama ini dilarang secara nasional.
Zona perdagangan bebas Shanghai yang disetujui pada Agustus lalu, untuk meningkatkan daya saing diperkirakan akan membuka 2.012 blok terhadap media online The New York Times, tulis harian South China Morning Post, mengutip sumber-sumber pemerintah yang tidak disebutkan namanya, dilansir dari AFP, Selasa (24/9/2013).
"Dalam rangka menyambut perusahaan asing untuk berinvestasi dan membiarkan orang asing tinggal dan bekerja dengan nyaman di zona perdagangan bebas, kita harus berpikir bagaimana bisa membuat mereka merasa seperti di rumah sendiri," kata sumber tersebut.
"Jika mereka tidak bisa (mengakses) ke Facebook atau membaca The New York Times, secara alami mungkin mereka akan bertanya-tanya apa bedanya zona perdagangan bebas khusus dibandingkan dengan seluruh China," tambahnya.
Zona di ibukota komersial China tersebut juga akan memungkinkan perusahaan telekomunikasi asing bersaing dengan perusahaan milik negara dalam penawaran lisensi.
Otoritas sensor China telah melakukan kontrol ketat terhadap konten online karena takut kerusuhan politik atau sosial dapat menantang cengkeraman Partai Komunis yang berkuasa.
Pihak berwenang dalam beberapa tahun terakhir melarang situs media sosial populer Facebook dan Twitter, yang berperan dalam gelombang pemberontakan di Timur Tengah dan Afrika Utara sejak akhir 2010, yang dikenal sebagai Arab Spring.
Tahun lalu, pihak berwenang China memblokir The New York Times setelah mengutip catatan keuangan yang menunjukkan kerabat mantan Perdana Menteri China Wen Jiabao telah mengendalikan aset senilai USD2,7 miliar.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah juga menyensor ketat situs media sosial populer dalam negeri, seperti layanan microblog Sina Weibo. Bahkan, mereka telah menahan ratusan orang yang dituduh menyebarkan "rumor" secara online, dan memperingatkan blogger dengan jutaan pengikut untuk menulis komentar lebih positif.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan, pengguna internet bisa menghadapi ancaman hukuman tiga tahun penjara, jika menyebarkan informasi 'fitnah' secara online dilihat lebih dari 5.000 kali atau diteruskan lebih dari 500 kali.
Zona perdagangan bebas Shanghai yang disetujui pada Agustus lalu, untuk meningkatkan daya saing diperkirakan akan membuka 2.012 blok terhadap media online The New York Times, tulis harian South China Morning Post, mengutip sumber-sumber pemerintah yang tidak disebutkan namanya, dilansir dari AFP, Selasa (24/9/2013).
"Dalam rangka menyambut perusahaan asing untuk berinvestasi dan membiarkan orang asing tinggal dan bekerja dengan nyaman di zona perdagangan bebas, kita harus berpikir bagaimana bisa membuat mereka merasa seperti di rumah sendiri," kata sumber tersebut.
"Jika mereka tidak bisa (mengakses) ke Facebook atau membaca The New York Times, secara alami mungkin mereka akan bertanya-tanya apa bedanya zona perdagangan bebas khusus dibandingkan dengan seluruh China," tambahnya.
Zona di ibukota komersial China tersebut juga akan memungkinkan perusahaan telekomunikasi asing bersaing dengan perusahaan milik negara dalam penawaran lisensi.
Otoritas sensor China telah melakukan kontrol ketat terhadap konten online karena takut kerusuhan politik atau sosial dapat menantang cengkeraman Partai Komunis yang berkuasa.
Pihak berwenang dalam beberapa tahun terakhir melarang situs media sosial populer Facebook dan Twitter, yang berperan dalam gelombang pemberontakan di Timur Tengah dan Afrika Utara sejak akhir 2010, yang dikenal sebagai Arab Spring.
Tahun lalu, pihak berwenang China memblokir The New York Times setelah mengutip catatan keuangan yang menunjukkan kerabat mantan Perdana Menteri China Wen Jiabao telah mengendalikan aset senilai USD2,7 miliar.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah juga menyensor ketat situs media sosial populer dalam negeri, seperti layanan microblog Sina Weibo. Bahkan, mereka telah menahan ratusan orang yang dituduh menyebarkan "rumor" secara online, dan memperingatkan blogger dengan jutaan pengikut untuk menulis komentar lebih positif.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan, pengguna internet bisa menghadapi ancaman hukuman tiga tahun penjara, jika menyebarkan informasi 'fitnah' secara online dilihat lebih dari 5.000 kali atau diteruskan lebih dari 500 kali.
(dmd)