Harga minyak global rebound terpengaruh geopolitik
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan global hari ini rebound merespon kekhawatiran faktor geopolitik di Iran dan Libya.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember, naik USD1,22 menjadi USD107,03 per barel pada perdagangan di London. Sementara kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember, naik 12 sen menjadi USD93,16 per barel.
"Brent menguat di atas USD107, rebound dari kerugian (Selasa) yang disebabkan spekulasi penarikan stimulus The Fed," kata analis Inenco, Lucy Sidebotham, seperti dilansir dari AFP, Rabu (13/11/2013).
"Pembicaraan sedang berlangsung dengan Iran menyangkut perselisihan nuklir Teheran, mendorong harga lebih tinggi dengan tidak ada resolusi terlihat, yang (solusi) akan mengembalikan jutaan barel (minyak) Iran per hari ketika sanksi dicabut," jelasnya.
Menurut Sidebotham, kekhawatiran juga terus berlanjut di Libya akibat pengunjuk rasa memblokir gerbang kilang Zawiya dan pelabuhan minyak, kemarin. Dimana para demonstran telah mengambil alih pelabuhan minyak timur, hingga memotong pasokan.
Minyak mentah berjangka merosot (Selasa), dengan WTI jatuh ke level terendah dalam lima bulan atas spekulasi bahwa Federal Reserve AS akan segera menarik stimulus ekonomi.
Pasar juga terpukul ekspektasi bahwa Departemen Energi AS akan melaporkan kenaikan lain atas persedian minyak terbaru, yang akan diterbitkan Kamis (14/11/2013).
Selain itu, harga tenggelam setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan Amerika Serikat akan menjadi produsen utama minyak dunia pada 2015 berkat ledakan produksi.
Dalam laporan Outlook IEA yang dirilis kemarin, konsumen utama minyak mentah dunia itu bergerak terus ke arah untuk memenuhi semua kebutuhan energi dari sumber dalam negeri pada 2035.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Desember, naik USD1,22 menjadi USD107,03 per barel pada perdagangan di London. Sementara kontrak utama New York, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember, naik 12 sen menjadi USD93,16 per barel.
"Brent menguat di atas USD107, rebound dari kerugian (Selasa) yang disebabkan spekulasi penarikan stimulus The Fed," kata analis Inenco, Lucy Sidebotham, seperti dilansir dari AFP, Rabu (13/11/2013).
"Pembicaraan sedang berlangsung dengan Iran menyangkut perselisihan nuklir Teheran, mendorong harga lebih tinggi dengan tidak ada resolusi terlihat, yang (solusi) akan mengembalikan jutaan barel (minyak) Iran per hari ketika sanksi dicabut," jelasnya.
Menurut Sidebotham, kekhawatiran juga terus berlanjut di Libya akibat pengunjuk rasa memblokir gerbang kilang Zawiya dan pelabuhan minyak, kemarin. Dimana para demonstran telah mengambil alih pelabuhan minyak timur, hingga memotong pasokan.
Minyak mentah berjangka merosot (Selasa), dengan WTI jatuh ke level terendah dalam lima bulan atas spekulasi bahwa Federal Reserve AS akan segera menarik stimulus ekonomi.
Pasar juga terpukul ekspektasi bahwa Departemen Energi AS akan melaporkan kenaikan lain atas persedian minyak terbaru, yang akan diterbitkan Kamis (14/11/2013).
Selain itu, harga tenggelam setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan Amerika Serikat akan menjadi produsen utama minyak dunia pada 2015 berkat ledakan produksi.
Dalam laporan Outlook IEA yang dirilis kemarin, konsumen utama minyak mentah dunia itu bergerak terus ke arah untuk memenuhi semua kebutuhan energi dari sumber dalam negeri pada 2035.
(dmd)