Kadin minta waktu masa transisi pembangunan smelter
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta waktu masa transisi kepada pemerintah terkait komitmen perusahaan di sektor tambang yang berkeinginan membangun smelter.
Apalagi, adanya kesulitan membangun pabrik smelter dan menyusulnya efektif larangan ekspor bijih mineral di 2014 yang diprediksi dapat mengganggu kinerja operasi industri tambang dalam negeri.
"Yang komitmen bangun smelter setidaknya pemerintah kasih transisi untuk bisa ekspor bijih mineralnya. Terserah itu kebijakan pemerintah. Sebab jangka waktu bangun smelter saja bisa tiga sampai empat tahun," kata Ketua Satgas Hilirisasi Kadin Indonesia, Didie Suwondho, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Menurutnya, jika feasibility study (FS) smelter berjalan pada 2014, maka operasi dari proyek strategis itu baru berjalan di 2018. Di samping itu dengan tingginya beban biaya investasi smelter, maka perlu adanya perencanaan jangka panjang yang perlu disiasati untuk membiayai proyek tersebut.
"Investasi besar dengan pembangunan proyek, maka harus ada rule of thumb yang jelas dari pemerintah. Kalau tidak perusahaan tambang pasti merugi kalau tidak diberikan masa transisi untuk ekspor," jelasnya.
Dia juga mengungkapkan, pemerintah diharapkan dapat mengawasi secara berkala komitmen pembangunan smelter yang dilakukan oleh para perusahaan tambang nasional.
"Perlu masa transisi. Bayangkan kita ekspor 45 juta ton bauksit, 55 juta ton nikel, dijual murah ke luar negeri USD30 per ton. Ini bertahun-tahun. Kalau itu diolah jadi alumina, harganya USD320 per ton," pungkasnya.
Apalagi, adanya kesulitan membangun pabrik smelter dan menyusulnya efektif larangan ekspor bijih mineral di 2014 yang diprediksi dapat mengganggu kinerja operasi industri tambang dalam negeri.
"Yang komitmen bangun smelter setidaknya pemerintah kasih transisi untuk bisa ekspor bijih mineralnya. Terserah itu kebijakan pemerintah. Sebab jangka waktu bangun smelter saja bisa tiga sampai empat tahun," kata Ketua Satgas Hilirisasi Kadin Indonesia, Didie Suwondho, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Menurutnya, jika feasibility study (FS) smelter berjalan pada 2014, maka operasi dari proyek strategis itu baru berjalan di 2018. Di samping itu dengan tingginya beban biaya investasi smelter, maka perlu adanya perencanaan jangka panjang yang perlu disiasati untuk membiayai proyek tersebut.
"Investasi besar dengan pembangunan proyek, maka harus ada rule of thumb yang jelas dari pemerintah. Kalau tidak perusahaan tambang pasti merugi kalau tidak diberikan masa transisi untuk ekspor," jelasnya.
Dia juga mengungkapkan, pemerintah diharapkan dapat mengawasi secara berkala komitmen pembangunan smelter yang dilakukan oleh para perusahaan tambang nasional.
"Perlu masa transisi. Bayangkan kita ekspor 45 juta ton bauksit, 55 juta ton nikel, dijual murah ke luar negeri USD30 per ton. Ini bertahun-tahun. Kalau itu diolah jadi alumina, harganya USD320 per ton," pungkasnya.
(izz)