Kenaikan BI Rate picu kredit macet
A
A
A
Sindonews.com - Kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 7,5 persen dinilai akan memicu kenaikan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perbankan. Dampak tersebut akan terasa pada Januari 2014.
Kepala Divisi Assessment, Ekonomi, dan Keuangan BI Wilayah I Sulampua, Noor Yudanto mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan hingga dua bulan ke depan. Sebab saat itu, perbankan nasional baru akan menaikkan suku bunga menyesuaikan BI Rate.
"Kemungkinan meningkatnya NPL bisa saja terjadi. Karena itu, BI juga memprediksi serapan kerdit 2014 akan melambat meskipun rasio kredit bermasalah di Sulsel masih rendah yakni 2,77 persen," katanya kepada Koran SINDO, Selasa (19/11/2013).
Menurutnya, secara nasional petumbuhan kredit tahun mendatang diperkirakan hanya meningkat sekitar 15-17 persen. Sementara pertumbuhan Sulsel diprediksi pada angka 18 persen, turun dua persen dari pertumbuhan kredit sepanjang 2013 ini yang mencapai 21,7 persen.
Kenaikan BI Rate, lanjut dia, memang bertujuan untuk memangkas laju kredit di sektor konsumsi yang cukup tinggi. Saat ini rasio loan to deposit ratio (LDR) perbankan umum di Sulsel hingga September 2013 mencapai 139,17 persen.
Kredit yang dikucurkan mencapai Rp79,61 triliun, sedangkan raihan DPK hanya Rp57,203 triliun. Padahal idealnya hanya dikisaran 78-92 persen. Berdasarkan penggunaannya, kredit Rp79,61 triliun, di mana Rp33,5 triliun disalurkan untuk kredit konsumsi, disusul kredit investasi Rp27,8 triliun, dan Rp18,3 triliun untuk kredit modal kerja.
"Makanya kita berharap ada upaya-upaya yang lebih efektif lagi yang dilakukan perbankan dalam menghimpun DPK," katanya.
Pimpinan Wilayah VII BRI Makassar, Ahmad Chumaidi mengatakan, jika kenaikan suku bunga acuan memang akan memengaruhi likuiditas dan memicu terjadinya NPL. Karena itu, pihaknya akan lebih selektif dalam menekan sektor-sektor pembiayaan yang rentan terjadi kredit bermasalah.
"Misalnya pembiayaan di sektor ekspor yang perlu diwaspadai. Kita perkirakan pertumbuhan kredit kita akan stagnan di kisaran 21 persen. Jadi sama antara 2013 dan 2014. Apalagi selain BI Rate juga diprediksi terjadi perlambatan ekonomi," jelasnya.
Meski dinilai akan berpengaruh memicu NPL, namun Ahmad optimis jika BRI masih akan tumbuh menjadi perbankan yang sehat di Sulsel. Saat ini ratio NPL bank pelat merah tersebut di wilayah ini di bawah ratio dua persen.
Kepala Divisi Assessment, Ekonomi, dan Keuangan BI Wilayah I Sulampua, Noor Yudanto mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan hingga dua bulan ke depan. Sebab saat itu, perbankan nasional baru akan menaikkan suku bunga menyesuaikan BI Rate.
"Kemungkinan meningkatnya NPL bisa saja terjadi. Karena itu, BI juga memprediksi serapan kerdit 2014 akan melambat meskipun rasio kredit bermasalah di Sulsel masih rendah yakni 2,77 persen," katanya kepada Koran SINDO, Selasa (19/11/2013).
Menurutnya, secara nasional petumbuhan kredit tahun mendatang diperkirakan hanya meningkat sekitar 15-17 persen. Sementara pertumbuhan Sulsel diprediksi pada angka 18 persen, turun dua persen dari pertumbuhan kredit sepanjang 2013 ini yang mencapai 21,7 persen.
Kenaikan BI Rate, lanjut dia, memang bertujuan untuk memangkas laju kredit di sektor konsumsi yang cukup tinggi. Saat ini rasio loan to deposit ratio (LDR) perbankan umum di Sulsel hingga September 2013 mencapai 139,17 persen.
Kredit yang dikucurkan mencapai Rp79,61 triliun, sedangkan raihan DPK hanya Rp57,203 triliun. Padahal idealnya hanya dikisaran 78-92 persen. Berdasarkan penggunaannya, kredit Rp79,61 triliun, di mana Rp33,5 triliun disalurkan untuk kredit konsumsi, disusul kredit investasi Rp27,8 triliun, dan Rp18,3 triliun untuk kredit modal kerja.
"Makanya kita berharap ada upaya-upaya yang lebih efektif lagi yang dilakukan perbankan dalam menghimpun DPK," katanya.
Pimpinan Wilayah VII BRI Makassar, Ahmad Chumaidi mengatakan, jika kenaikan suku bunga acuan memang akan memengaruhi likuiditas dan memicu terjadinya NPL. Karena itu, pihaknya akan lebih selektif dalam menekan sektor-sektor pembiayaan yang rentan terjadi kredit bermasalah.
"Misalnya pembiayaan di sektor ekspor yang perlu diwaspadai. Kita perkirakan pertumbuhan kredit kita akan stagnan di kisaran 21 persen. Jadi sama antara 2013 dan 2014. Apalagi selain BI Rate juga diprediksi terjadi perlambatan ekonomi," jelasnya.
Meski dinilai akan berpengaruh memicu NPL, namun Ahmad optimis jika BRI masih akan tumbuh menjadi perbankan yang sehat di Sulsel. Saat ini ratio NPL bank pelat merah tersebut di wilayah ini di bawah ratio dua persen.
(izz)