Banyak penduduk, RI harus belajar dari ekonomi China
A
A
A
Sindonews.com - China dan India merupakan negara tertutup pada era 1970-1980an. Kondisi ini membuat negara tersebut sama sekali jauh dari aktivitas perdagangan asing dan hanya mampu mengecap pertumbuhan ekonomi stagnan selama bertahun-tahun.
Menurut Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, pada periode tersebut, banyak orang beranggapan bahwa kemajuan ekonomi akan didorong oleh basis penduduk yang sedikit dan efisien.
Penilaian itu menjurus ke Indonesia yang menyebut bahwa ekonomi negara ini diperkirakan bakal terseok-seok karena memiliki jumlah penduduk terlalu banyak sehingga hanya akan menimbulkan beban ketimbang keuntungan.
"Ternyata orang belum sadar dengan potensi ekonomi China misalnya yang dulu tidak punya peran apa-apa dalam perekonomian dunia karena masih menjadi negara komunis dan tertutup. China punya penduduk banyak tapi tidak pernah ada yang tahu sebab sorotan publik saat itu hanya ekonomi Singapura, Belanda dan Swiss," jelasnya di Subang, Jawa Barat, Minggu (24/11/2013).
Namun setelah China membuka diri, lanjut Bambang berkisah, investor asing baru terperangah dengan potensi besar yang dimiliki China dengan basis penduduk lebih dari satu miliar jiwa. Dari kesadaran ini, tambahnya, investasi asing berbondong-bondong masuk ke China.
"Apalagi pemerintah China merespon dengan kebijakan tepat yang membuka kesempatan investasi secara perlahan di special economic zone (Timur China). Hasilnya, ekonomi China tumbuh melesat dobel digit," paparnya.
Prestasi mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sambung dia, bukan saja berlangsung di tahun-tahun pertama, tapi China bisa merasakan pertumbuhan ekonomi dobel digit dalam kurun waktu 20 tahun ini.
"Size ekonomi berubah sejak China menjadi negara terbuka, bahkan saat ini masuk peringkat kedua pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Dulu tidak pernah terbayang China bisa sebesar sekarang," ujarnya.
Diakui Bambang, keajaiban China disusul India yang mulai membuka ekonomi kepada investor asing. Investor melihat negeri Bollywood itu mempunyai peluang pasar besar dengan jumlah penduduk kurang dari satu miliar jiwa.
"Sebelum dibuka pertumbuhan ekonomi di India stagnan, lalu bisa tumbuh 3-4 persen melonjak menjadi 8-9 persen walaupun saat ini ekonominya diperkirakan rendah karena berbagai masalah," jelasnya.
Dia mengatakan, inilah yang membuka mata pasar tentang pentingnya jumlah penduduk. "Perekonomian terbesar saat ini dipegang AS karena penduduknya lebih besar dari Indonesia, selain luas wilayah yang juga besar. Ini sebagai cikal bakal ekonomi besar yang melahirkan forum G20," pungkas Bambang.
Menurut Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, pada periode tersebut, banyak orang beranggapan bahwa kemajuan ekonomi akan didorong oleh basis penduduk yang sedikit dan efisien.
Penilaian itu menjurus ke Indonesia yang menyebut bahwa ekonomi negara ini diperkirakan bakal terseok-seok karena memiliki jumlah penduduk terlalu banyak sehingga hanya akan menimbulkan beban ketimbang keuntungan.
"Ternyata orang belum sadar dengan potensi ekonomi China misalnya yang dulu tidak punya peran apa-apa dalam perekonomian dunia karena masih menjadi negara komunis dan tertutup. China punya penduduk banyak tapi tidak pernah ada yang tahu sebab sorotan publik saat itu hanya ekonomi Singapura, Belanda dan Swiss," jelasnya di Subang, Jawa Barat, Minggu (24/11/2013).
Namun setelah China membuka diri, lanjut Bambang berkisah, investor asing baru terperangah dengan potensi besar yang dimiliki China dengan basis penduduk lebih dari satu miliar jiwa. Dari kesadaran ini, tambahnya, investasi asing berbondong-bondong masuk ke China.
"Apalagi pemerintah China merespon dengan kebijakan tepat yang membuka kesempatan investasi secara perlahan di special economic zone (Timur China). Hasilnya, ekonomi China tumbuh melesat dobel digit," paparnya.
Prestasi mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sambung dia, bukan saja berlangsung di tahun-tahun pertama, tapi China bisa merasakan pertumbuhan ekonomi dobel digit dalam kurun waktu 20 tahun ini.
"Size ekonomi berubah sejak China menjadi negara terbuka, bahkan saat ini masuk peringkat kedua pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Dulu tidak pernah terbayang China bisa sebesar sekarang," ujarnya.
Diakui Bambang, keajaiban China disusul India yang mulai membuka ekonomi kepada investor asing. Investor melihat negeri Bollywood itu mempunyai peluang pasar besar dengan jumlah penduduk kurang dari satu miliar jiwa.
"Sebelum dibuka pertumbuhan ekonomi di India stagnan, lalu bisa tumbuh 3-4 persen melonjak menjadi 8-9 persen walaupun saat ini ekonominya diperkirakan rendah karena berbagai masalah," jelasnya.
Dia mengatakan, inilah yang membuka mata pasar tentang pentingnya jumlah penduduk. "Perekonomian terbesar saat ini dipegang AS karena penduduknya lebih besar dari Indonesia, selain luas wilayah yang juga besar. Ini sebagai cikal bakal ekonomi besar yang melahirkan forum G20," pungkas Bambang.
(gpr)