DPR: Kenaikan tarif tol kebijakan yang gegabah
A
A
A
Sindonews.com - Kebijakan pemerintah menaikan tarif tol dalam kota per 5 Desember 2013 disesali berbagai kalangan, termasuk Anggota Dewan Pimpinan Rakyat (DPR).
Pemerintah dinilai telah mengambil kebijakan yang salah karena menaikan tarif dengan mengabaikan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM).
"Saya menyayangkan langkah pemerintah yang menaikan tarif tol yang hanya mengacu pada kenaikan inflasi tanpa memperhatikan SPM. Tol masih suka macet tapi tariff naik. Pemerintah telah gegabah mengambil kebijakan karena kenaikan tariff tidak memberikan rasa keadilan pada konsumen," kata Anggota DPR RI Komisi V Yudi Widiana Adia, dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Menurut Yudi, berdasarkan Undang-Undang (UU) No 38 / 2004 tentang Jalan, yaitu Pasal 48 ayat (3) kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun. Namun, hal itu tidak hanya didasarkan pada laju inflasi, tapi juga dari hasil evaluasi atas pemenuhan SPM dan sebagainya.
“Masalah inflasi ini tidak bisa jadi tolok ukur utama, karena UU ini juga mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif. Evaluasi mengacu pada terpenuhi atau tidaknya SPM jalan tol seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005. Ini antrean di gerbang tol saja masih panjang bahkan ada jalan tol yang berlubang, kok tariff dinaikan,” kata Yudi.
Karena itu, Yudi meminta pemerintah untuk menurunkan tariff tol jika dalam tenggat waktu sebulan setelah kenaikan tariff, SPM tidak juga dipenuhi. “Jika dalam sebulan ke depan, SPM tidak dipenuhi, seperti tol masih macet dan kecepatan masih dibawah 60 km/jam, antrian panjang di gerbang tol, lampu penerangan minim dan jalan masih ada yang rusak, tariff tol harus diturunkan kembali," tandasnya.
Seperti diketahui, mulai 5 Desember 2013 tarif jalan tol dalam kota Jakarta (Cawang-Tomang-Grogol-Pluit) naik sekitar 14 persen. Dengan kenaikan ini, berarti tarif tol dalam kota menjadi Rp8.000 dari sebelumnya Rp7.000 atau naik 14,29 persen (untuk golongan I). Kenaikan tarif ini dikeluhkan pengguna jalan tol yang merasa SPM belum dipenuhi operator tol.
Pemerintah dinilai telah mengambil kebijakan yang salah karena menaikan tarif dengan mengabaikan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM).
"Saya menyayangkan langkah pemerintah yang menaikan tarif tol yang hanya mengacu pada kenaikan inflasi tanpa memperhatikan SPM. Tol masih suka macet tapi tariff naik. Pemerintah telah gegabah mengambil kebijakan karena kenaikan tariff tidak memberikan rasa keadilan pada konsumen," kata Anggota DPR RI Komisi V Yudi Widiana Adia, dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Menurut Yudi, berdasarkan Undang-Undang (UU) No 38 / 2004 tentang Jalan, yaitu Pasal 48 ayat (3) kenaikan tarif tol memang dapat dilakukan setiap dua tahun. Namun, hal itu tidak hanya didasarkan pada laju inflasi, tapi juga dari hasil evaluasi atas pemenuhan SPM dan sebagainya.
“Masalah inflasi ini tidak bisa jadi tolok ukur utama, karena UU ini juga mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif. Evaluasi mengacu pada terpenuhi atau tidaknya SPM jalan tol seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005. Ini antrean di gerbang tol saja masih panjang bahkan ada jalan tol yang berlubang, kok tariff dinaikan,” kata Yudi.
Karena itu, Yudi meminta pemerintah untuk menurunkan tariff tol jika dalam tenggat waktu sebulan setelah kenaikan tariff, SPM tidak juga dipenuhi. “Jika dalam sebulan ke depan, SPM tidak dipenuhi, seperti tol masih macet dan kecepatan masih dibawah 60 km/jam, antrian panjang di gerbang tol, lampu penerangan minim dan jalan masih ada yang rusak, tariff tol harus diturunkan kembali," tandasnya.
Seperti diketahui, mulai 5 Desember 2013 tarif jalan tol dalam kota Jakarta (Cawang-Tomang-Grogol-Pluit) naik sekitar 14 persen. Dengan kenaikan ini, berarti tarif tol dalam kota menjadi Rp8.000 dari sebelumnya Rp7.000 atau naik 14,29 persen (untuk golongan I). Kenaikan tarif ini dikeluhkan pengguna jalan tol yang merasa SPM belum dipenuhi operator tol.
(gpr)