Skema alokasi pasokan gas masih didominasi kartel

Kamis, 05 Desember 2013 - 21:07 WIB
Skema alokasi pasokan...
Skema alokasi pasokan gas masih didominasi kartel
A A A
Sindonews.com - Pelaku usaha bisnis gas bumi nasional mengeluhkan skema alokasi pasokan gas di Indonesia masih didominasi kartel gas, sehingga memunculkan rente oleh para broker dan mengakibatkan stagnasi infrastruktur.

Saat ini terdapat lebih dari 63 trader gas di Indonesia, dimana sebagian besar bertindak sebagai broker yang tidak mengembangkan infrastruktur. Padahal, sesuai Keputusan Menteri ESDM tahun 2012, jaringan pipa yang sekarang ini ada baru sekitar 20 persen dari yang seharusnya.

Ketua Tim Regulasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, banyaknnya trader gas menyebabkan terhambatnya pengembangan infrastruktur gas yang menyebabkan krisis energi di Sumatera Utara dan potensi krisis di Jawa Tengah.

Krisis energi ini diperparah dengan para kartel yang bekerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak nasional, menjual alokasi gasnya dengan tidak transparan ke broker gas yang tidak memiliki fasilitas.

Berbeda dengan KKKS asing yang menjual alokasi gasnya secara langsung ke distributor atau langsung ke pengguna gas, tanpa melalui broker.

Dalam menerapkan toll fee pipa transmisi, PGN selalu mematuhi keputusan BPH Migas. Dan terhadap harga jual gas ke pelanggan, PGN merupakan satu-satunya Badan Usaha yang melaporkan secara transparan komponen pembentuk harga jual gas.

Sedangkan trader dan broker gas lain sampai saat ini tidak ada yang tahu berapa margin dan fee yang telah mereka tetapkan. Untuk toll fee Pipa SSWJ I sepanjang 400km (dibangun tahun 2007) PGN sesuai keputusan BPH Migas, tarif toll fee nya adalah USD1,55 per MSCF. Sedangkan toll fee pipa SSWJ II sepanjang 600km(dibangun tahun 2008) dikenakan tarif USD1,47 per MSCF.

“Dengan pipa yang lebih tua dan lebih pendek, tapi tarif-nya justru jauh lebih tinggi. Ini mirip penggelembungan nilai aset seperti halnya terjadi di bursa lelang barang antik,” ujar Aris dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (5/12/2013).

Terkait dengan pelaksanaan open access pada pipa hilir gas, PGN telah melaksanakannya pada ruas Grissik-Batam-Singapura jauh sebelum Permen ESDM No 19/2009 dikeluarkan. Namun kemudian disalahgunakan dengan munculnya broker yang mendapat alokasi gas dari JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang.

Sebagai informasi, ketika itu JOB Pertamina Talisman Jambi Merang menjual gas kepada PT Pembangunan Kota Batam, yang lantas menjual lagi kepada PT Inti Daya Latu Prima (IDLP), dan kemudian menjual kepada konsumen PLN Batam.

Karena IDLP menjual gas ke pelanggan eksisting, dalam hal ini PLN Batam dan tidak mengembangkan infrastruktur untuk menjangkau pasar baru. Hal ini menyebabkan stagnasi infrastruktur dan terjadi oversupply gas. Akibatnya upaya konversi BBM ke gas di daerah baru seperti yang dicanangkan pemerintah menjadi terhambat.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0787 seconds (0.1#10.140)