Industri kayu di Sulsel didorong terapkan SVLK
A
A
A
Sindonews.com - Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan (Sulsel) mendorong agar industri kayu di Sulsel memiliki legalitas kayu dengan menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Kepala Dinas Kehutanan, Syukri Mattinetta mengatakan, sertifikat SVLK merupakan bukti bahwa sumber bahan baku kayu yang digunakan legal dan sah, serta sumbernya dapat dipertanggungjawabkan.
Sayangnya, dari 326 industri kayu di Sulsel hanya 14 unit yang menerapkan SVLK. "Kami berharap sisa waktu dapat dimanfaatkan pelaku industri untuk segera mengurus SVLK. Sehingga pada 2014 tidak ada lagi kayu yang dijual keluar tanpa SVLK. Jika tidak menerapkan SVLK, industri akan sulit berkembang," kata dia dalam klinik dan temu wirausaha kehutanan Sulawesi di hotel Avira, Rabu (11/12/2013).
Di Sulawesi, penerapan SVLK aktif disosialisasikan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF) atas kerja sama dengan Kementerian Kehutanan. Direktur SCF, Rostanto Suprapto mengungkapkan, SVLK memberikan banyak keuntungan dan kemudahan dalam proses penjualan produk industri berbahan kayu.
"Saat ini SVLK sudah diakui ni Eropa. Dengan SVLK kayu dari Indonesia akan bisa menembus ke uni Eropa," ujar dia.
Menurutnya, potensi kawasan hutan yang ada di Sulawesi cukup besar, yakni 11.738.279.20 ha atau sekitar 8,78 persen dari luas kawasan hutan di Indonesia. Sehingga cukup memberikan peluang besar bagi masyarakat dalam mengelola kawasan hutan tersebut.
Meski potensi cukup besar, namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III/2013, secara year on year Industri kayu di Sulsel mengalami penurunan sebesar 8,33 persen.
Sementara, Ketua Indonesian Sawmill and Wood Working Association (ISWA) Sulsel, Johnny Tjowasi mengajak para pengusaha industri kayu agar merangkul para petani kayu rakyat.
Johnny mengatakan, dengan adanya kerja sama antara pengusaha dan petani, industri kayu di Sulsel bisa maju seperti halnya di Jawa. "Para petani tersebut yang membuat industri kita hidup, karena sumber bahan baku kita berasal dari mereka," katanya.
Kepala Dinas Kehutanan, Syukri Mattinetta mengatakan, sertifikat SVLK merupakan bukti bahwa sumber bahan baku kayu yang digunakan legal dan sah, serta sumbernya dapat dipertanggungjawabkan.
Sayangnya, dari 326 industri kayu di Sulsel hanya 14 unit yang menerapkan SVLK. "Kami berharap sisa waktu dapat dimanfaatkan pelaku industri untuk segera mengurus SVLK. Sehingga pada 2014 tidak ada lagi kayu yang dijual keluar tanpa SVLK. Jika tidak menerapkan SVLK, industri akan sulit berkembang," kata dia dalam klinik dan temu wirausaha kehutanan Sulawesi di hotel Avira, Rabu (11/12/2013).
Di Sulawesi, penerapan SVLK aktif disosialisasikan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF) atas kerja sama dengan Kementerian Kehutanan. Direktur SCF, Rostanto Suprapto mengungkapkan, SVLK memberikan banyak keuntungan dan kemudahan dalam proses penjualan produk industri berbahan kayu.
"Saat ini SVLK sudah diakui ni Eropa. Dengan SVLK kayu dari Indonesia akan bisa menembus ke uni Eropa," ujar dia.
Menurutnya, potensi kawasan hutan yang ada di Sulawesi cukup besar, yakni 11.738.279.20 ha atau sekitar 8,78 persen dari luas kawasan hutan di Indonesia. Sehingga cukup memberikan peluang besar bagi masyarakat dalam mengelola kawasan hutan tersebut.
Meski potensi cukup besar, namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III/2013, secara year on year Industri kayu di Sulsel mengalami penurunan sebesar 8,33 persen.
Sementara, Ketua Indonesian Sawmill and Wood Working Association (ISWA) Sulsel, Johnny Tjowasi mengajak para pengusaha industri kayu agar merangkul para petani kayu rakyat.
Johnny mengatakan, dengan adanya kerja sama antara pengusaha dan petani, industri kayu di Sulsel bisa maju seperti halnya di Jawa. "Para petani tersebut yang membuat industri kita hidup, karena sumber bahan baku kita berasal dari mereka," katanya.
(izz)