Tapering off hanya USD10 miliar dinilai positif pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang memastikan bahwa pengurangan (tapering off) quantitative easing III (QE III) hanya sebesar USD10 miliar mulai Januari 2014, dinilai positif oleh pemerintah.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah Menurut Firmanzah, seperti halnya negara emerging countries lainnya, bagi Indonesia kepastian pengurangan stimulus moneter telah memberikan kepastian bagi kita semua.
Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kata Firmanzah, terus melakukan koordinasi kebijakan dalam Forum Koordinasi Stabilitas sistem Keuangan (FKSSK) untuk memitigasi setiap gejolak yang timbul akibat tapering off di Amerika Serikat.
“Simulasi terkait dengan gejolak yang ‘mungkin’ timbul baik dari sisi pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, serta ke indikator-indikator lainnya seperti inflasi, NPL, dan kinerja sektor riil juga telah disimulasikan. BI juga telah melakukan serangkaian upaya pengamanan termasuk melakukan kerjasama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan dan Bank Sentral China,” ungkap Firmanzah dikutip dari situs Setkab, Senin (23/12/2013).
Ia menyebutkan, pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan reformasi struktural. Paket kebijakan yang telah diluncurkan baik 4 paket kebijakan maupun 17 paket kebijakan untuk mengefisienkan doing business, lanjut Firmanzah, juga telah menjadi komitmen nasional.
“Upaya untuk terus memperbaiki posisi defisit transaksi berjalan melalui serangkaian kebijakan untuk mendorong ekspor dan melakkan pembatasan impor sedang dilakukan. Untuk saat ini kita semua relatif mampu mengurangi tekanan inflasi yang cukup tinggi dan terjadi pasca kenaikan BBM bersubsidi. Bahkan kita optimistis sampai akhir 2013, inflasi di Indonesia dapat kita tekan dibawah 8,5 persen,” papar Firmanzah.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu meyakini, dampak dari tapering off yang akan dilakukan pada Januari tahun depan akan dapat dimitigasi sepanjang stabilitas, keamanan dan ketertiban ditengah tahun politik bisa terus dijaga dan dimantapkan.
“Terjaganya stabilitas dan keamanan pada 2014 merupakan syarat keharusan bagi terjaganya pasar domestik,” tegas Firmanzah.
Firmansyah menambahkan, selama ini pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi di dalam negeri, sehingga di sektor riil, transmisi dampak setiap gejolak di pasar keuangan global akan dapat dikurang ketika pasar domestik terjaga.
Dengan bercermin pada kemampuan Indonesia yang mampu menjaga stabilitas di tahun politik seperti pada Pemilu 1999, 2004 dan 2009, dan melalui kebersamaan serta upaya kolektif dari segenap elemen bangsa, Firmanzah optimistis pada tahun depan kita dapat menjaga stabilitas politik.
“Hal ini penting tidak hanya untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan tetapi juga memitigasi resiko munculnya gejolak di pasar keuangan global akibat realisasi tapering off di Amerika Serikat,” pungkas Firmanzah.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah Menurut Firmanzah, seperti halnya negara emerging countries lainnya, bagi Indonesia kepastian pengurangan stimulus moneter telah memberikan kepastian bagi kita semua.
Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kata Firmanzah, terus melakukan koordinasi kebijakan dalam Forum Koordinasi Stabilitas sistem Keuangan (FKSSK) untuk memitigasi setiap gejolak yang timbul akibat tapering off di Amerika Serikat.
“Simulasi terkait dengan gejolak yang ‘mungkin’ timbul baik dari sisi pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, serta ke indikator-indikator lainnya seperti inflasi, NPL, dan kinerja sektor riil juga telah disimulasikan. BI juga telah melakukan serangkaian upaya pengamanan termasuk melakukan kerjasama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of Japan dan Bank Sentral China,” ungkap Firmanzah dikutip dari situs Setkab, Senin (23/12/2013).
Ia menyebutkan, pemerintah akan terus melanjutkan kebijakan reformasi struktural. Paket kebijakan yang telah diluncurkan baik 4 paket kebijakan maupun 17 paket kebijakan untuk mengefisienkan doing business, lanjut Firmanzah, juga telah menjadi komitmen nasional.
“Upaya untuk terus memperbaiki posisi defisit transaksi berjalan melalui serangkaian kebijakan untuk mendorong ekspor dan melakkan pembatasan impor sedang dilakukan. Untuk saat ini kita semua relatif mampu mengurangi tekanan inflasi yang cukup tinggi dan terjadi pasca kenaikan BBM bersubsidi. Bahkan kita optimistis sampai akhir 2013, inflasi di Indonesia dapat kita tekan dibawah 8,5 persen,” papar Firmanzah.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu meyakini, dampak dari tapering off yang akan dilakukan pada Januari tahun depan akan dapat dimitigasi sepanjang stabilitas, keamanan dan ketertiban ditengah tahun politik bisa terus dijaga dan dimantapkan.
“Terjaganya stabilitas dan keamanan pada 2014 merupakan syarat keharusan bagi terjaganya pasar domestik,” tegas Firmanzah.
Firmansyah menambahkan, selama ini pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi di dalam negeri, sehingga di sektor riil, transmisi dampak setiap gejolak di pasar keuangan global akan dapat dikurang ketika pasar domestik terjaga.
Dengan bercermin pada kemampuan Indonesia yang mampu menjaga stabilitas di tahun politik seperti pada Pemilu 1999, 2004 dan 2009, dan melalui kebersamaan serta upaya kolektif dari segenap elemen bangsa, Firmanzah optimistis pada tahun depan kita dapat menjaga stabilitas politik.
“Hal ini penting tidak hanya untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan tetapi juga memitigasi resiko munculnya gejolak di pasar keuangan global akibat realisasi tapering off di Amerika Serikat,” pungkas Firmanzah.
(gpr)