Keputusan larangan ekspor mineral mentah abaikan pengusaha
A
A
A
Sindonews.com - Sehubungan adanya informasi dari Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R Sukhyar yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pengusaha sepakat soal kewajiban pengolahan dan pemurnian bijih mineral.
Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) membantah keras telah dilibatkan dalam pengambilan keputusan larangan ekspor mineral mentah sesuai yang diamanatkan dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba.
"Informasi ini menyesatkan, apalagi pemerintah hanya menyebutkan cuma sebagian kecil pengusaha pemegang IUP (izin usaha pertambangan) yang telah menandatangani kesepakatan itu. Kita pun tidak pernah menyepakati hal tersebut," kata Ketua Umum Apemindo, Poltak Sitanggang di Jakarta, Jumat (27/12/2013).
Menurutnya, Apemindo yang menghimpun dan mewadahi 680 pengusaha mineral Indonesia dengan tegas menolak rencana larangan ekspor mineral yang akan diberlakukan pemerintah mulai 12 Januari 2014.
"Pemerintah telah menerbitkan izin usaha pertambangan sekitar 10.600 buah. Jadi kalau yang sudah menyepakati hanya 213 itu sangat tidak merepresentasi sikap pengusaha," katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga telah membuat surat terbuka untuk pemerintah dan wakil rakyat yang memuat beberapa poin penting untuk kemajuan industri mineral Indonesia, agar pemerintah melakukan beberapa hal.
Pertama, membatalkan pelarangan ekspor mineral mentah. Kedua, menggelar dialog komprehensif antara pengusaha, pemerintah, dan DPR RI untuk merumuskan rencana strategis dan peta jalan terkait pengolahan, pemurnian mineral mentah di dalam negeri.
Menurutnya, hal tersebut demi kepentingan nasional dan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Ketiga, memperpanjang izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negera.
Keempat, menyiapkan sarana dan infrastruktur listrik pendukung pertambangan bagi pengusaha untuk menunjang percepatan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kelima, membuat regulasi tentang tata ruang terkait pembangunan smelter, mengingat dampak limbah B3 yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
"Sebenarnya itulah yang kami harapkan dari pemerintah. Namun justru yang kami terima adalah pelarangan ekspor mineral. ini sangat memprihatinkan industri ini di dalam negeri," pungkas Poltak.
Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) membantah keras telah dilibatkan dalam pengambilan keputusan larangan ekspor mineral mentah sesuai yang diamanatkan dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba.
"Informasi ini menyesatkan, apalagi pemerintah hanya menyebutkan cuma sebagian kecil pengusaha pemegang IUP (izin usaha pertambangan) yang telah menandatangani kesepakatan itu. Kita pun tidak pernah menyepakati hal tersebut," kata Ketua Umum Apemindo, Poltak Sitanggang di Jakarta, Jumat (27/12/2013).
Menurutnya, Apemindo yang menghimpun dan mewadahi 680 pengusaha mineral Indonesia dengan tegas menolak rencana larangan ekspor mineral yang akan diberlakukan pemerintah mulai 12 Januari 2014.
"Pemerintah telah menerbitkan izin usaha pertambangan sekitar 10.600 buah. Jadi kalau yang sudah menyepakati hanya 213 itu sangat tidak merepresentasi sikap pengusaha," katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga telah membuat surat terbuka untuk pemerintah dan wakil rakyat yang memuat beberapa poin penting untuk kemajuan industri mineral Indonesia, agar pemerintah melakukan beberapa hal.
Pertama, membatalkan pelarangan ekspor mineral mentah. Kedua, menggelar dialog komprehensif antara pengusaha, pemerintah, dan DPR RI untuk merumuskan rencana strategis dan peta jalan terkait pengolahan, pemurnian mineral mentah di dalam negeri.
Menurutnya, hal tersebut demi kepentingan nasional dan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Ketiga, memperpanjang izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negera.
Keempat, menyiapkan sarana dan infrastruktur listrik pendukung pertambangan bagi pengusaha untuk menunjang percepatan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kelima, membuat regulasi tentang tata ruang terkait pembangunan smelter, mengingat dampak limbah B3 yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
"Sebenarnya itulah yang kami harapkan dari pemerintah. Namun justru yang kami terima adalah pelarangan ekspor mineral. ini sangat memprihatinkan industri ini di dalam negeri," pungkas Poltak.
(izz)