Dividen dan kebutuhan ekspansi BUMN harus seimbang

Minggu, 23 Februari 2014 - 18:21 WIB
Dividen dan kebutuhan...
Dividen dan kebutuhan ekspansi BUMN harus seimbang
A A A
Sindonews.com - Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika meminta pemerintah menyeimbangkan antara kewajiban setoran dividen ke negara dan kebutuhan dana untuk ekspansi usaha yang sudah direncanakan BUMN.

“Harus ada kesimbangan. Dengan demikian, fungsi BUMN sebagai perusahaan milik negara dan kebutuhan ekspansi perusahaan tetap terjaga,” ujarnya di Jakarta, Minggu (23/2/2014).

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya tersebut mengatakan, BUMN memerlukan modal yang bersumber dari dana internal untuk mengembangkan usahanya.

Dengan demikian, BUMN tidak hanya mengandalkan pinjaman atau penerbitan obligasi untuk mengembangkan perusahaannya. Kalau setoran dividen terlalu besar, maka BUMN tidak akan leluasa mengembangkan bisnisnya. Oleh karena itu, Erani mengharapkan, agar besaran setoran dividen dirumuskan dan ditetapkan bersama antara pemerintah dan BUMN sejak awal.

“Jadi, dirumuskan dulu berapa setoran dividennya dan selanjutnya pemerintah yang menetapkan pemanfaatannya,” katanya.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) tersebut juga meminta agar dilakukan audit kinerja untuk menentukan besaran dividennya. Melalui audit kinerja tersebut, lanjutnya, maka diketahui apakah laba BUMN sudah optimal atau belum.

“Apakah BUMN itu sudah berjalan secara efisien. Apakah laba yang kecil atau bahkan merugi bukan akibat ketidakefisienan seperti mark up, bonus berlebihan, atau biaya siluman,” katanya.

Dengan pemahaman demikian, menurut dia, konsep dividen silang perlu dilakukan secara hati-hati. Dividen silang adalah BUMN yang memperoleh keuntungan besar dikenai setoran dividen yang lebih tinggi untuk menutupi BUMN yang untungnya kecil atau bahkan merugi.

Menjadi tidak adil, tambahnya, kalau satu perusahaan mesti menanggung setoran dividen perusahaan lainnya yang merugi akibat "mark up" atau lainnya. Contohnya, PT Pertamina (Persero) yang memperoleh keuntungan terbesar mencapai Rp29,5 triliun pada 2013.

Kalau setoran dividen terlalu besar, maka Pertamina akan kesulitan mendanai pembangunan seperti kilang atau infrastruktur gas. Terkait wacana mendanai kilang pengolahan BBM dari dividen, Erani mengatakan, hal tersebut bisa saja dilakukan.

“Namun, mekanismenya mesti dimasukkan dulu dividennya ke pemerintah. Setelah itu, pemanfaatannya terserah pemerintah,” ujarnya.

Sebelumnya, ekonom Faisal Basri mengusulkan Pertamina meminta pengurangan setoran dividen untuk membiayai pembangunan kilang. Hal itu untuk menjembatani marjin kilang yang rendah. Pada 2013, keuntungan BUMN meningkat 15,3 persen menjadi Rp150 triliun dari 2012 sebesar Rp130 triliun.

Namun, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta setoran dividen diturunkan menjadi Rp32,4 triliun dari pagu APBN Rp40 triliun karena penurunan harga komoditas dan pelemahan rupiah terhadap dolar.

Dahlan juga mengusulkan, agar dividen dijadikan modal ditahan dan selanjutnya digunakan membiayai proyek infrastruktur. BUMN perbankan meski mencatat kenaikan laba juga meminta penurunan rasio pembayaran dividen terhadap laba bersih (pay out ratio) dari 30 persen menjadi hanya 20 persen untuk mengamankan rasio kecukupan modal (CAR).
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0746 seconds (0.1#10.140)