Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Riau Rp10 T

Senin, 17 Maret 2014 - 14:49 WIB
Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Riau Rp10 T
Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Riau Rp10 T
A A A
Sindonews.com - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, dampak dari kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan Riau mencapai Rp10 triliun. Kerugian ini baru efeknya belum termasuk kerusakan hutan akibat kebakaran.

"Perhitungan dari bencana kebakaran tersebut sejak Januari sampai Maret ini mencapai Rp10 triliun itu baru aspek ekonomi, belum kerugian akibat kerusakan hutan, dan ini sangat merugikan pemerintah sendiri, lebih besar ruginya dari pada Pendapatan Asli Daerah (PAD)," katanya saat mengikuti acara Mentawai Megatrusht Direx di hotel Pangeran Beach Padang, Senin (17/3/2014).

Menurutnya, Provinsi Riau memiliki luas cagar biosfer 705.271 hektare (ha). Terdiri dari zona inti 178.722 ha, buffer zone HTI 222.500 ha (Konsesi Perusahaan Kehutanan PT Arara Abadi dan mitra, serta masyarakat).

Kemudian transition area (pemukiman) seluas 304.123 ha, luas areal yang terbakar di kawasan ini 2.398 ha yang terdiri dari, suaka margasatwa Giam Siak Kecil 922.5 ha. Kemudian, suaka margasatwa Kerumutan 373 ha, Taman Wisata Alam Sungai Dumai 80.5 ha, Taman Nasional Tesso Nello 95 ha, cagar alam Bukit Bungkuk 9 ha, area penggunaan lain/non kawasan hutan 867.5 ha.

"Data ini baru yang terjangkau, yang tidak terdekteksi mengingat akses menuju lokasi kesulitan, akses ke situ lewat jalan jauh, harus sungai, parit, perahu di wilayah tidak ada sinyal menghiutngnanya juga sulit.

Selain itu, modus yang dipakai memilih membakar, jika membakar biaya lebih murah hanya memakan biaya Rp200 ribu sampai Rp300 ribu dibanding dengan memakai mekanik atau alat, itu bisa menyerap biaya mulai dari Rp4 juta sampai Rp5 juta.

Kemudian modus illegal logging, banyak kayu-kayu yang sudah dipotong itu ditemukan diparit-parit ketika aparat melakukan operasi, kayu itu berasal dari masyarakat dan akan dibeli perusahaan. Sumber kayu itu berasal dari hutan cagar biosfer.

Lalu modus lainnya adalah mendatangkan 1.000 orang dari masyarakat Sumatera Utara untuk menebang dan membakar hutan cagar biosfer tersebut, iming-iming yang diberikan pihak perkebunan adalah masing-masing mendapat tanah dua hektare dari hutan yang dibabat dan dibakarnya. "Setelah bersih pihak perkebunan akan membeli tanah itu kepada masyarakat yang dikerahkan," ujarnya.

Agar tidak terperangkap hukum, kata Sutopo, perusahaan perkebunan ini membangun rumah ibadah baik itu masjid atau gereja di lokasi cagar biosfer. "Jika datang aparat membongkarnya, maka dituduh melanggar HAM dan lain-lainnya itu adalah modus," ucapnya.

Selain itu, ada pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah terendah, camat, lurah atau desa, sebab tidak mungkin mereka tidak tahu kejadian itu hal itu.

"Selain itu tidak ada penerapan hukuman yang tegas, masa yang ditangkap pembakaran hutan 2013 itu belum divonis. Padahal seluruh aturan ada baik itu PP, Kepmen, Inpres bahkan Perda sudah ada hanya saja implementasinya tidak ada," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6568 seconds (0.1#10.140)