Ini Beban Sektor Energi Bagi Pemerintahan Baru

Selasa, 24 Juni 2014 - 14:40 WIB
Ini Beban Sektor Energi Bagi Pemerintahan Baru
Ini Beban Sektor Energi Bagi Pemerintahan Baru
A A A
JAKARTA - Pemerintah mendatang akan diwarisi beban masalah energi yang cukup berat. Di antaranya, beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), krisis listrik, dan produksi minyak yang terus menurun.

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari Soemarno menegaskan, warisan terberat adalah terus membengkaknya beban subsidi energi baik dari BBM maupun subsidi listrik. Secara keseluruhan subsidi energi telah mencapai Rp400 triliun.

"Beban subsidi BBM sudah mencapai Rp300 triliun lebih sedangkan subsidi listrik mencapai Rp80 triliun. Ini masalah yang perlu dihadapi pemerintahan kabinet selanjutnya," tutur dia di Jakarta, Selasa (24/6/2014).

Menurutnya, dengan harga minyak mentah yang terus naik, maka ke depan beban pengeluaran dalam menyuplai kebutuhan BBM pun makin bertambah. Ditambah lagi terdepresiasinya rupiah terhadap USD berimplikasi besar dalam upaya pembelian minyak mentah dan produk BBM.

"Rupiah saja terus melemah terhadap dolar Amarika Serikat. Kemarin sudah dirubah dalam APBN-P patokan yang dipakai Rp11.600 per USD. Sekarang saja sudah hampir tembus Rp12.000. Ini akan jadi beban ke depannya," kata Ari.

Persoalan kedua, lanjut dia, krisis listrik yang bakal menghantui wilayah Indonesia. Sumber masalah dari krisis ini karena banyak program peningkatan rasio elektrifikasi tak berjalan optimal.

Dia bercerita sejak 2006 PT PLN (Persero) menjalankan Fast Track Program (FTP) tahap I yang bakal menghasilkan tambahan kapasitas listrik sebesar 10 ribu mega watt (MW). Namun, sampai hari ini proyek itu baru 90% bisa diselesaikan.

Selain itu, FTP tahap II yang dilakukan sejak 2010, dinilai belum diketahui secara pasti kapan rampung. "Ini yang tahap dua pun tidak tahu kapan selesainya. Yang baru jalan saya lihat juga satu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)," ucapnya.

Adapun permasalahan ketiga mengenai pengelolaan sektor minyak bumi dan BBM yang lemah. Ari menerangkan, produksi dan cadangan minyak bumi terus menurun. Ditambah Indonesia masih bergantung impor BBM.

"Terakhir mengenai investasi migas. Kita punya potensi migas tapi tak menarik bagi investor. Kontraktor minyak sudah mengatakan bahwa sangat tidak tertarik jika eksplorasi di Indonesia karena persoalan birokrasi dan izin," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5760 seconds (0.1#10.140)